Loading...
Logo TinLit
Read Story - Semu, Nawasena
MENU
About Us  

Xavier dan Akira berjalan bersama-sama menuju kantor kepala sekolah. Di sepanjang perjalanan, mereka sambil mengobrol ringan untuk mengisi waktu kekosongan.

"Lo nggak lihat pertandingan basket? Bukannya pacar lo lagi tanding sekarang," tanya Xavier.

"Iya sih, cuman urusan OSIS lagi banyak. Lo paham sendiri kan kalau ada event di sekolah, yang lain pada santai kita doang yang sibuk," balas Akira mengeluhkan jabatannya sebagai ketua OSIS.

Padahal, dulu sewaktu masih menjadi anggota sekbid biasa. Akira tidak pernah mengharapkan untuk menduduki posisi sebagai ketua, lalu dikarenakan kinerja dia yang sangat bagus dan memiliki jiwa kepemimpinan yang matang. Itu sebabnya lah dia dipilih sebagai ketua.

"Haha sabar aja, sebentar lagi juga sertijab kok. Gue juga agak nyesel sih ikut OSIS, masa SMA gue harus terbuang sia-sia karena banyaknya event," ujar Xavier dan mendapat sikutan di perut dari Akira. Laki-laki itu meringis seraya memegangi perutnya, tidak, itu sama sekali tidak terasa sakit.

"Gaya lo! Dulu waktu kelas sepuluh nangis-nangis minta jadi OSIS, sekarang pakai ngeluh segala. Lo udah lupa tisu gue lo habisin waktu selesai pencalonan anggota dulu?" sebal Akira jika harus mengingat-ingat lagi peristiwa itu.

"Hahaha iya-iya, lo masih inget aja sih! Gue kira sudah lupa," tawa Xavier menyeka air matanya karena tertawa.

"Tapi gue pikir lebih baik lo gak perlu nonton sih," saran Xavier membuat kepala Akira menoleh, sembari menunjukkan raut wajah bingung.

"Kenapa?" tanya Akira sedikit memiringkan kepalanya.

"Ya karena OSIS lagi sibuk, kita semua nggak bisa apa-apa kalau nggak ada Bu ketua," balas Xavier menepuk-nepuk pundak Akira, perempuan itu hanya bisa tersenyum senang. Dari dulu sampai sekarang, sifat kekanak-kanakannya tidak pernah berubah.

"Hahaha, bisa aja lo," tawa Akira menepuk gemas bahu Xavier.

"Sejujurnya, selain karena OSIS. Gue juga mau lo selalu ada di sisi gue Ra," batin Xavier merasakan kehangatan ketika memandang senyuman indah Akira.

"Seharusnya dulu gue nggak perlu nunda buat ungkapin perasaan gue ke lo, dan sekarang lo sudah jadi pacar Genandra. Tapi.... pacaran itu cuman sebatas status kan, sebelum ke jenjang yang lebih jauh, gue masih punya kesempatan merebut lo dari dia," senyum Xavier membayangkan betapa bahagianya dia nanti, ketika perempuan yang berada di sampingnya saat ini juga memiliki rasa yang sama.

********

Setelah selesai mendapatkan tanda tangan dari kepala sekolah untuk proposal, mereka berdua memutuskan pergi ke kantin sebentar untuk mengisi perut.

"Ra, kayaknya anak-anak di belakang lagi butuh gue sekarang. Gue ke sana dulu ya, secepatnya gue bakal balik lagi ke sini," dengan terburu-buru Xavier langsung berlari pergi meninggalkan kantin.

"Iya, hati-hati ya!" balas Akira menatap punggung Xavier yang mulai menjauh.

Sorot matanya menatap datar ke arah dua mangkok bakso yang masih panas itu, lalu mengosongkan paru. "Padahal tadi katanya laper banget, sekarang harus pergi ngurus event," ujar Akira dan memutuskan untuk memakan semangkok baksonya sendiri.

Kalau kalian bertanya-tanya, kenapa Akira sebagai ketua OSIS bisa santai-santai saja sedangkan anggota lain sibuk? Itu karena, dari awal sebelum event Akira sudah mempersiapkan semuanya dibantu juga oleh anggota OSIS inti. 

Jadi sekarang, cuman tinggal mengurus sisanya saja. Lagipula, Akira juga memiliki keterbatasan dengan penyakitnya yang tidak boleh terlalu kelelahan, dan semua anggota OSIS mengerti akan hal itu. Ia bersyukur bisa memiliki rekan yang bisa mengerti akan kondisi nya seperti mereka.

Disaat-saat ia tengah menikmati semangkok bakso, ekor matanya mendapati kedatangan seseorang, hendak duduk di kursi kosong yang satu meja dengan dirinya.

"Maaf, tempat duduknya punya teman gue. Lo bisa cari kursi lain," peringat Akira tanpa menatap wajah remaja tersebut, akan tetapi malah diacuhkan begitu saja oleh anak itu. Ia tetap saja duduk semeja dengan Akira.

"Hei! Gue bilang," kesal Akira sontak menggebrak meja, sontak mulutnya menjadi kaku ketika tahu siapa sosok laki-laki di depannya saat ini.

"Genan, lo kok bisa ada di sini," kaget Akira, ternyata orang itu adalah Genandra Mahavir Aditama atau bisa juga disebut kekasihnya.

"Kenapa? Gue nggak boleh duduk semeja sama cewek gue sendiri?" balas Genandra menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi. Penampilan Genandra hari ini, bisa dikatakan membuat siapapun yang berada di dekatnya harus kuat iman.

Bagaimana tidak, otot lengannya yang kekar semakin terlihat jelas sebab kaos basket yang ia kenakan berlengan pendek. Ditambah lagi peluh keringat yang membasahi hampir seluruh tubuh laki-laki tersebut, ketampanannya memang diluar nalar dan semua orang mengakui hal itu.

"Cuaca hari ini panas banget ya, apalagi waktu lihat cewek gue makan bareng sama cowok lain," ucap Genandra menyindir.

"Haah, jangan mulai Gen," hela Akira malas, mungkin di depan orang lain Genandra itu dingin, bahkan kedua sahabatnya pun memberikan julukan kepada laki-laki itu si beruang kutub. Namun, jika sudah berhadapan dengan Akira, ia berubah menjadi posesif.

"Kebetulan tadi gue sama dia habis dari kantor kepala sekolah buat minta tanda tangan, karena laper makanya ke sini," jelas Akira supaya tidak menimbulkan kesalahpahaman.

"Owh, terus kenapa lo nggak dateng buat lihat pertandingan gue? padahal gue udah excited banget biar kelihatan keren di depan lo, eh malah cewek-cewek lain yang dukung."

"Dan ditambah lo malah pergi ke sini sama cowok lain, gue paham kalian berdua cuman temen. Tapi kan...." henti Genandra mengalihkan pandanganya pada lapangan lapang samping kantin.

Dia memang seposesif itu kepada Akira, ia mau semua yang ada pada diri Akira hanya untuknya. Genandra tahu itu terlalu memaksa, tetapi ini memanglah faktanya. Baru kali ini ia dibuat begitu tergila-gila pada seorang perempuan.

"Maaf ya," menyadari ekspresi wajah Genandra berubah, Akira menghela napas panjang sebelum akhirnya berdiri dan berjalan menghampiri laki-laki tersebut. 

"Apa lo tahu, akhir-akhir ini gue lagi hobi baca novel genre romansa kerajaan. Di salah satu episodenya, ada seorang tuan putri yang memberikan sapu tangannya kepada sang pangeran sebelum ia pergi berperang, itu sebagai bentuk pengharapan kalau ia akan pulang membawa kemenangan," ujar Akira berdiri di samping tubuh Genandra.

"Karena sekarang gue lagi nggak punya sapu tangan, jadi gue harap lo terima pemberian gue ini," sambungnya melepaskan pita merah yang mengikat rambut blondenya, tatapan Genandra terkesima, melihat betapa cantiknya Akira dengan rambut tergerai indah.

Perempuan itu mengikatkan pita merah tersebut kepada bahu kiri Genandra, yang terdapat ban kapten.

"Semoga untuk pertandingan nanti tim kalian meraih kemenangan," ucap Akira selesai mengikatkan pita tersebut pada bahu Genandra, ia bisa melihat rona merah pada pipi laki-laki itu.

"Kalau gue boleh tahu, kenapa lo lakuin ini?" tanya Genandra sembari memegang pita merah yang terikat pada bahunya sekarang.

"Tentu saja," balas Akira memegang kedua pipi Genandra, membuat mata mereka saling bertatapan. "Karena lo pangeran gue," pungkasnya, seketika membuat jantung Genandra menggila tak karuan. 

Napasnya tersengal, dia berusaha mengontrol rasa gugupnya. Sial! Ini terlalu manis.

"Nggak perlu cemburu, gue sama sekali nggak punya hubungan dengan laki-laki manapun. Hati gue cuman satu Gen, dan itu hanya cukup untuk satu orang saja," setiap kata yang Akira katakan, semakin membuat Genandra tidak kuat menatap matanya sekarang. Pandangan anak itu menunduk malu.

"Apa gue boleh tahu satu orang yang lo maksud itu siapa?" tanya Genandra menunggu Akira menyebut namanya sebagai jawaban.

"Pake nanya!" sebal Akira menampol pipi Genandra, sisi romantis seketika lenyap dalam dirinya. Kalau terus-terusan diminta romantis dalam satu waktu, jujur Akira tidak kuat. Terkadang ia merasa jijik dengan kata-kata yang ia ucapkan sendiri.

"Padahal tadi suasananya lagi bagus lho Ra!" sebal Genandra seraya memegangi pipi kanannya, bekas tamparan Akira.

Genandra mendengkus kesal, dan tiba-tiba saja berlutut satu kaki di depan Akira. Lalu meraih tangan kanan Akira, mencium punggung tangannya. "Gue janji tim black spider akan menang, sama seperti biasanya," ujar Genandra dengan suara bariton, menatap wajah Akira dengan tatapan berbeda. Terlihat lebih dalam dan tegas.

"Iya," angguk Akira tersenyum simpul, Genandra benar-benar seperti pangerannya di dunia nyata.

Sedangkan di sisi lain, dari belakang dinding dekat pintu masuk kantin, Xavier berdiri di sana, ia sudah menyaksikan semuanya.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
THE HISTORY OF PIPERALES
2129      829     2     
Fantasy
Kinan, seorang gadis tujuh belas tahun, terkejut ketika ia melihat gambar aneh pada pergelangan tangan kirinya. Mirip sebuah tato namun lebih menakutkan daripada tato. Ia mencoba menyembunyikan tato itu dari penglihatan kakaknya selama ia mencari tahu asal usul tato itu lewat sahabatnya, Brandon. Penelusurannya itu membuat Kinan bertemu dengan manusia bermuka datar bernama Pradipta. Walaupun begi...
Untuk Takdir dan Kehidupan Yang Seolah Mengancam
810      539     0     
Romance
Untuk takdir dan kehidupan yang seolah mengancam. Aku berdiri, tegak menatap ke arah langit yang awalnya biru lalu jadi kelabu. Ini kehidupanku, yang Tuhan berikan padaku, bukan, bukan diberikan tetapi dititipkan. Aku tahu. Juga, warna kelabu yang kau selipkan pada setiap langkah yang kuambil. Di balik gorden yang tadinya aku kira emas, ternyata lebih gelap dari perunggu. Afeksi yang kautuju...
IDENTITAS
714      489     3     
Short Story
Sosoknya sangat kuat, positif dan merupakan tipeku. Tapi, aku tak bisa membiarkannya masuk dan mengambilku. Aku masih tidak rela menjangkaunya dan membiarkan dirinya mengendalikanku.
Untuk Reina
26233      4017     30     
Romance
Reina Fillosa dicap sebagai pembawa sial atas kematian orang-orang terdekatnya. Kejadian tak sengaja di toilet sekolah mempertemukan Reina dengan Riga. Seseorang yang meyakinkan Reina bahwa gadis itu bukan pembawa sial. Bagaimana jika sesuatu yang buruk terjadi pada Riga?
Me & Molla
567      337     2     
Short Story
Fan's Girl Fanatik. Itulah kesan yang melekat pada ku. Tak peduli dengan hal lainnya selain sang oppa. Tak peduli boss akan berkata apa, tak peduli orang marah padanya, dan satu lagi tak peduli meski kawan- kawannya melihatnya seperti orang tak waras. Yah biarkan saja orang bilang apa tentangku,
LARA
8920      2162     3     
Romance
Kau membuat ku sembuh dari luka, semata-mata hanya untuk membuat ku lebih terluka lagi. Cover by @radicaelly (on wattpad) copyright 2018 all rights reserved.
Laci Meja
506      340     0     
Short Story
Bunga yang terletak di laci meja Cella akhir-akhir ini membuatnya resah. Dia pun mulai bertekad untuk mencari tahu siapa pelakunya dan untuk apa bunga ini dikirim. Apa ini....teror?
Secret Elegi
4406      1304     1     
Fan Fiction
Mereka tidak pernah menginginkan ikatan itu, namun kesepakatan diantar dua keluarga membuat keduanya mau tidak mau harus menjalaninya. Aiden berpikir mungkin perjodohan ini merupakan kesempatan kedua baginya untuk memperbaiki kesalahan di masa lalu. Menggunakan identitasnya sebagai tunangan untuk memperbaiki kembali hubungan mereka yang sempat hancur. Tapi Eun Ji bukanlah gadis 5 tahun yang l...
Luka Adia
841      513     0     
Romance
Cewek mungil manis yang polos, belum mengetahui apa itu cinta. Apa itu luka. Yang ia rasakan hanyalah rasa sakit yang begitu menyayat hati dan raganya. Bermula dari kenal dengan laki-laki yang terlihat lugu dan manis, ternyata lebih bangsat didalam. Luka yang ia dapat bertahun-tahun hingga ia mencoba menghapusnya. Namun tak bisa. Ia terlalu bodoh dalam percintaan. Hingga akhirnya, ia terperosok ...
Monday vs Sunday
322      238     0     
Romance
Bagi Nara, hidup itu dinikmati, bukan dilomba-lombakan. Meski sering dibandingkan dengan kakaknya yang nyaris sempurna, dia tetap menjadi dirinya sendiricerewet, ceria, dan ranking terakhir di sekolah. Sementara itu, Rei adalah definisi murid teladan. Selalu duduk di bangku depan, selalu ranking satu, dan selalu tampak tak peduli pada dunia luartermasuk Nara yang duduk beberapa meja di belaka...