Read More >>"> Meteor Lyrid (Perempuan Gila) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Meteor Lyrid
MENU
About Us  

Aku mungkin memang perempuan gila, dan semua orang setidaknya pernah menjadi perempuan gila

“Dasar cewek gila!” suasana kelas siang itu lengang. Than dengan rambut berantakannya mencoba mengusirku pergi, melambaikan tangan ke sembarang arah. Suaranya sepertinya menggelegar, membuat semua mata di kelas seolah penasaran apa yang sedang terjadi.

Mata pelajaran biologi sudah berakhir, selanjutnya diganti pelajaran bahasa indonesia,. Namun karena waktu perpindahan dan guru bahasa indonesia tak kunjung datang, maka kelas menjadi kosong sementara. Aku masih memberanikan diri untuk memohon sekali lagi.

Please. Jangan tinggalin aku, Than.”

Kuyakin saat ini semua mata tertuju padaku. Ibarat menunggu episode berikutnya dalam sebuah drama. Padahal aku tak menyukai sinetron, tapi hari ini, justru aku menjadi tokoh utamanya, dilihat oleh semua teman sekelas yang sebenarnya sedang pura-pura tak peduli.

Than, yang duduk terdiam di lantai bagian belakang kelas, tetap memilih mengabaikanku. Meskipun saat ini aku menangis, merengek di pundaknya. Mengorbankan semua harga diriku di depan semua teman sekelas, di depan teman semua sahabat baikku.

Pendiriannya tetap sama. Sekuat apapun aku mencoba. Mungkin dia sudah bosan padaku. Ah apakah memang aku sangat membosankan baginya, padahal baru beberapa minggu lalu dia memutuskan kami selalu bersama.

“Guru bahasa indonesia dataaangg” murid-murid mengambil semua posisi terbaiknya setelah mendengar ketua kelas yang berjaga di depan pintu berteriak dan berlari. Mereka bersiap untuk mendengarkan pelajaran. Meskipun dengan mengantuk karena belajar di siang bolong. Teriakan ketua kelas otomatis juga menghentikanku dari rutinitas yang sudah kulakukan tiga hari ini. Memohon dan merengek.

Aku beranjak dari posisi dudukku, aku sungguh mengorbankan harga diriku dengan memohon pada orang yang bahkan aku tak tahu apakah masih mempunyai hati ini. Aku berdiri, dihari itu aku menyumpahi diri dalam hati. Menyumpahi diriku sendiri yang begitu bodoh dalam hal lelaki, juga menyumpahi orang di depanku, kelak aku tak akan sudi melihat dirinya lagi.

Jika aku bisa melihat sel-sel dalam tubuhku, mungkin mereka saat ini sedang bersorai tertawa saling merayakan keputusanku. Mungkin mereka sudah lelah menjaga tubuhku untuk tetap baik-baik saja atas semua yang Than lakukan padaku.

Namaku Lyra, umurku masih enam belas tahun, aku duduk di bangku kelas sebelas yang tak jauh dari Kota Semarang. Aku mempunyai sahabat baik, Selena. Dia dan aku sudah bersahabat sejak kelas tujuh, namun baru di tahun ini aku bisa satu kelas dengannya. Dan bahkan satu bangku. Aku dan dia tidak terpisahkan. Dimana ada Lyra, disana pasti ada Selena.

Jika ada orang yang paling mengerti diriku saat ini, mungkin adalah Selena. Aku kembali duduk di bangku setelah memohon kesekian kalinya pada Than. Di sampingku, Selena tetap diam. Seolah tidak terjadi apa-apa. Dia paham aku tak ingin diganggu. Dan aku kelak juga akan cerita mencurahkan isi hatiku sendiri padanya meski tanpa dia minta.

Aku menghabiskan sisa hari di sekolah dengan mata sembab. Than merupakan teman sekelas kami di tahun ini, tahun sebelumnya saat duduk di bangku kelas sepuluh, kita belum saling mengenal dekat. Hanya saling mengetahui saja. Saat acara kegiatan keagamaan di sekolah, barulah kami saling dekat, orangtua kami merupakan sahabat baik. Bukan tidak mungkin kami langsung begitu saja akrab.

“Kamu mau ikut aku masuk organisasi Damar Langit?” tanyaku padanya saat itu. Waktu dia masih begitu ramah padaku. Otomatis dengan penuh penasaran dia bertanya apa itu organisasi Damar Langit.

Damar Langit bukan organisasi biasa, isinya juga bukan orang sembarangan, mereka terpilih dari perwakilan pelajar di seluruh kabupaten untuk duduk bersama membentuk satu visi dan misi yang sama. Yaa, jika kamu tahu di sekolah ada sebuah organisasi OSIS/MPK, mungkin Damar Langit merupakan salahsatunya. Bedanya, Damar Langit merupakan organisasi pelajar di sekolah swasta. Dan yang pasti memiliki kepengurusan yang berbentuk hierarki mulai dari tingkat sekolah, kecamatan, kabupaten, provinsi, hingga tingkat pusat sebagai kepengurusan dengan hierarki tertinggi.

Meski kepengurusan di Damar Langit sudah terbentuk dan berganti setiap tiga tahun sekali, namun mereka tetap membuka siapapun untuk ikut dalam setiap kegiatannya. Pengkaderan. Supaya ketika nanti kepengurusan berakhir, masih ada jiwa-jiwa muda yang meneruskan.

“Pelajar berkemajuan?” Than masih antusias dengan penuh tanya.

“Iyaa itu merupakan gerakan paradigma yang saat ini diusung oleh Damar Langit. Disinilah yang membedakan Damar Langit dengan organisasi pelajar lainnya, Than. Kau tahu tidak? Di tingkat pusat, Damar Langit sudah meraih Organisasi Kepemudaan (OKP) terbaik ASEAN loh!” aku menunjukkan padanya foto kepengurusan pusat yang memakai jas kuning memegang piala didampingi dengan beberapa menteri pemuda dan olahraga.

Di abad ke-20 ini, pelajar  memiliki pengaruh yang cukup signifikan baik secara intelektual, politik maupun birokratis. Ide-ide tentang kemajuan dan perubahan yang dimiliki kaum intelektual muda saat ini cukup banyak memberikan pengaruh terhadap kemajuan Indonesia. Untuk itu bukan tidak mungkin Gerakan Pelajar Berkemajuan merupakan salahsatu gerakan pelajar yang mampu menimbulkan respon dan dampak positif dari pelajar maupun masyarakat luas.

Peran Damar Langit tentu bukan hanya sekadar kumpul membahas suatu topik permasalahan pelajar saja. Namun kita juga dibekali dengan program pencerdasan, pemberdayaan, dan pembebasan.

Pencerdasan merupakan salahsatu upaya untuk perubahan sosial dalam proses dialog untuk mencerdaskan para pelajar. Kamu mungkin tahu, selama ini masih banyak kesalahan-kesalahan cara berfikir pelajar yang membuat mereka terjebak dalam pemikiran mereka. Agak klasik memang, tapi disini kita berperan sebagai perantara untuk membentuk sikap, opini, dan pandangan pelajar mengenai realitas sosial yang ada di sekitarnya.

Selain itu, pada program pencerdasan ini membuat sebuah idea. Idea (ilmu) merupakan salahsatu hal penting sebagai pondasi utama pelajar dalam melakukan perubahan. Mulai yang dekat dulu deh, misalnya perubahan dalam diri sendiri.

“Alahh, masih kecil kok sok mau merubah negara. Udah deh urus diri sendiri dulu. Berbahaya ikut gitu-gituan. Masih banyak kan sekarang organisasi teroris terselubung.”

Meski mungkin hanya gurauan Ava, teman sekelasku, namun itu cukup membuatku sakit hati. Bagaimana mungkin Damar Langit disamakan dengan organisasi teroris, padahal jelas Damar Langit merupakan organisasi nasional. Memiliki SK yang sah. Punya tatanan yang sistematis bahkan memiliki AD/ART tersendiri. Juga sudah berdiri sejak tahun 1961, bahkan jauh sebelum kita lahir.

Aku memilih mengabaikannya. Selena yang masih asyik mendengarkanku. Dia memang pendengar yang baik. Meskipun sebenarnya dia tak pernah tertarik ikut dalam sebuah organisasi.

“Hei, kamu belum menyebutkan dua sisanya” sahut Than yang tak sabaran. Sore itu menjadi saksi percakapan panjangku dengan Than. Dan menjadi awal keputusan Than bergabung dengan Damar Langit. Meski hanya beberapa kali.

***

“Mau kuantar pulang?”

Tidak ada siapapun. Aku baru menyadari bahwa Than hanya berbicara kepadaku. Perbincangan kami tentang Damar Langit sepertinya cukup asyik hingga petang mulai menjelang. Hujan gerimis juga sudah mulai reda. Bulu kudukku sedikit merinding ketika melihat suasana sekolah yang sudah gelap dan sepi. Tak berpenghuni.

“Angkutan umum sudah tidak ada jam segini, mau pulang dengan siapa kamu? Selena saja sudah pulang dari tadi.”

Than masih mencoba meski melihatku terus berpikir berulang kali. Ah iya benar, Selena sudah pulang dengan sepupunya. Aku biasanya pulang bersamanya, lalu berpisah ketika sudah memasuki gang rumahku.

“Yaudah aku tinggal dulu ya, bye!”

“Hei tunggu! Jangan gitu dong, Than! Tega bener kamu membiarkan cewek sendirian di sekolah yang udah sepi!”

Than hanya tertawa menggoda. Dan menepuk tangannya di jok belakang kursi motornya. “Mari tuan putri, dengan senang hati akan kuantar.”

Jika ada pilihan lain selain bersama lelaki yang suka menggombal dan biang kerok ini, mungkin sudah kutimpuk kepalanya dengan tas ranselku.

Perjalanan sore itu terasa panjang, padahal jarak rumahku hanya sekian meter dari sekolah. Meskipun begitu, pulang pergi menuju ke sekolahan aku harus tetap menggunakan angkutan umum. Ada yang mudah kenapa harus jalan kaki sepanjang satu kilometer lebih bukan?

“Terima kasih sudah mengantar ya, Than.” kataku datar sambil segera memasuki rumah.

“Eh tunggu! Besok aku jemput ya!”

Tanpa menunggu responku yang masih mematung yang entah kenapa dia menawarkanku untuk dijemput. Dia hanya tersenyum singkat. Lalu pergi dari hadapanku. Setelah merasa tidak akan terjadi apapun besok, aku memutuskan untuk memasuki rumah.

Kenapa juga harus mengkhawatirkan hal yang biasa saja bukan. Aku tahu, Than hanyalah lelaki biang kerok yang memang suka menggoda orang. Tapi bagiku, dia tak lebih dari hanya sekadar anak dari kawan orangtuaku. Mungkin sikap ramahnya juga karena ia mengenal siapa orangtuaku. Memperlakukan aku layaknya seorang teman. Meski hingga akhirnya aku sadari, mulai dari sini sebuah kesalahan terjadi. Aku tak mengerti, aku yang terlalu ambisius dengannya. Atau memang aku hanya sebuah boneka mainan untuknya?

Aku dan dia hanya sebatang kayu yang kebetulan bertemu di perapian yang sama. Memiliki nasib yang sama. Di waktu yang salah. Mungkin karena itu kita bertemu, agar bisa saling belajar memahami bahwa ada sebuah harga ketulusan, yang tidak akan pernah bisa digantikan hanya karena melihat sebuah barang baru yang terlihat berharga.

“Hei lama benar kamu datang, Than! Tahu kah kamu ini sudah pukul berapa, hah?” pagi harinya Than memang benar menjemputku. Tapi ini benar-benar sudah diluar rutinitasku yang sering disiplin bangun pagi dan datang ke sekolah lebih awal, demi bisa membaca buku kegemaranku sebelum bel sekolah berbunyi.

Aku menunjukkan jam di pergelangan tanganku padanya dengan rasa marah. Waktu sudah menunjukkan pukul 06.40, dimana artinya sebentar lagi sudah memasuki waktu sekolah. Besok lagi, aku akan lebih memilih pergi ke sekolah sendiri dibanding harus menunggu si biang kerok ini. Aku masih terus bersungut padanya.

“Haha. Kamu sudah lama menunggu ya? Jangan terlalu serius.”

Dia menjawab santai. Tanpa rasa bersalah. Dan tanpa ada kata maaf. Rasa-rasanya seumur hidup aku mengenal Than. Dia tak pernah merasa bersalah padaku atau pernah meminta maaf padaku. Atas segala hal yang mungkin sudah ia torehkan. Entahlah sebesar apapun luka itu.

Kami tiba di sekolah tepat ketika bel sekolah sudah berbunyi. Huff, besok-besok tidak akan kulakukan lagi. Seharusnya aku masih punya banyak waktu untuk membaca buku atau bercerita banyak hal dengan Selena.

Kami keluar dari arena parkir. Ramai sekali pikirku. Banyak murid yang memutuskan untuk pergi ke sekolah di jam mepet. Tapi anehnya semua mata mereka tertuju pada kami. Sesekali mereka tersenyum ramah -sambil sedikit menggoda. Sesekali juga mereka menyapa Than dan memberikan senyuman.

“Wah cewek baru ya, Than!” kata mereka. Ternyata kawan Than di sekolahan ini lumayan banyak juga ya, bukan hanya sekadar teman sekelas. Melainkan juga dari adik kelas dan kakak kelas. Meskipun si biang kerok, lumayan terkenal juga ternyata pikirku.

Ingatanku kembali pada masa lalu, bagaimana aku dulu ketika kelas delapan, menjalin hubungan dengan kakak kelas yang juga cukup terkenal. Ah aku tidak mau mengulang hal yang sama. Aku tidak mau semua orang juga tahu tentang kita.

Eh” aku reflek menepis jauh-jauh semua pikiran itu. Bukankah aku dan Than hanya teman?

“Lyra!” teriak Selena segera ketika aku memasuki kelas. Dan tanpa banyak tanya, dia segera menyuruhku duduk. Bel sudah berbunyi, artinya sebentar lagi kami akan menyanyikan lagu Indonesia Raya bersama, di seluruh kelas. Sebelum lagu kebangsaan itu di putar di seluruh sekolahan. Sepertinya Selena jauh memiliki kabar yang amat penting.

“Aku harap kamu membesarkan hatimu terlebih dahulu.” tanpa menyuruhku berfikir apa yang terjadi. Selena di depanku menatap aku dengan serius. Sepertinya ini bukan Selena yang aku kenal.

“Dengar. Aku baru saja mendapatkan kabar jika Clay sudah menjalin hubungan dengan Emily.” Aku terdiam. Sepertinya ini bukan topik yang menyenangkan. Aku hanya menghela nafas pelan, sambil mencoba mengalihkan situasi.

“Dan kau tahu kapan mereka menjalin hubungan? Tepat sehari setelah kamu putus dengan Clay! Gila! Emang bener deh itu si Emily. Ngakunya cuma sahabat dengan Clay. Tapi setelah kamu putus dengan Clay langsung menikung!”

“Ah sepertinya kamu tidak terlalu tertarik, Ra. Lihatlah. Bahkan wajahmu bukan seperti orang terkejut. Lebih seperti wajah yang sedang mengadu nasib. Kamu sudah tahu semua ini akan terjadi, hah?”

Aku mengangguk dengan senyum meringis. Memang aku sudah memprediksi. Mereka pasti sedang asyik menjalin hubungan setelah menunggu selama bertahun-tahun. Emily serasa mendapatkan kesempatan karena aku tak lagi bersama Clay. Ah iya! Clay dahulu adalah kekasihku, dia kakak kelasku saat kelas delapan, namun beberapa hari yang lalu kami selesai. Karena hanya sebuah kesalahpahaman kecil.

Tapi hei! Bukankah itu bukan sebuah alasan yang masuk akal setelah kita selesai, bisa-bisanya dia hanya butuh waktu sehari untuk menjalin hubungan dengan Emily!

“Kuharap ketika kamu nanti bertemu dengan Emily, kamu akan meminta penjelasan. Ra. Ini sungguh tidak masuk akal.” Aku justru tertawa. Dalam setiap kondisi apapun. Tentang jenis percintaan apapun di diriku. Rasanya kenapa justru Selena yang sangat bersemangat. Ketika aku memutuskan untuk tak menyukai Emily pun, dia justru dengan senang hati mendukung. Haha. Apa memang sahabat selalu seperti itu?

Diluar dugaan! Ketika istirahat pertama, aku berpapasan dengan Emily. Bukan seperti kata Selena yang harus meminta penjelasan. Aku justru menghindar. Malas menemukan wajahnya ada disana.

“Tunggu, Ra! Aku akan menjelaskan sesuatu.” tangan Emily lebih dulu memegangku. Aku sebenarnya menolak. Lihatlah sudah tidak ada lagi yang bisa dijelaskan. Dan bahkan memang kenyataannya aku dan Clay sudah berakhir. Tidak ada celah lagi juga untuk kita. Dan yang terpenting, aku memang sudah benar-benar muak dengan Clay.

Dia lelaki yang baik, tulus padaku, pintar, dan terkenal dulu di sekolah kami. Tapi bagiku, dia juga cukup manipulatif. Apa mungkin memang aku terlalu bodoh, sering sekali aku mengalami ini, dibohongi untuk kesekian kalinya.

Aku menolak, membiarkan menyapanya hanya dengan senyuman saja. “Aku sudah memberi tahu Clay tentang hubunganmu dengan Than. Yaa kau tahu, meski kalian kini sudah tidak satu sekolah lagi. Tapi aku sudah lebih dari cukup menjadi mata-mata untuk Clay.” bukan penjelasan yang keluar dari mulut Emily. Tak disangka justru dari perkatannya aku melihat siapa dirinya. Seekor rubah kecil yang licik.

“Dan kau juga seharusnya tahu aku dan Clay sudah tidak memiliki hubungan apapun. Jadi terserah padaku. Aku akan dekat dengan siapa! Lagi pula aku tak memiliki hubungan apapun dengan Than.” Aku memilih mengabaikannya. Hendak pergi.

“Ah iya! Satu lagi. Dibandingkan memikirkanku karena dekat dengan Than. Seharusnya kamu memikirkan dirimu sendiri yang mencoba merebut Clay dariku. Lihatlah, sehari setelah kami selesai. Kamu bahkan langsung menjalin hubungan dengannya. Silahkan, aku juga sudah tidak membutuhkannya lagi-“

“Tapi benarkah memang dia mencintaimu setelah menghabiskan tiga tahun bersamaku? Atau memang kau hanya sebuah pelarian semata?” kali ini aku tertawa. Membiarkannya hanyut dalam kekesalan. Selena pasti senang sekali jika melihat wajah Emily yang merah padam. Di dunia ini, banyak sekali rubah licik sejenis Emily yang berkeliaran di dekat kita. Dan selalu di hubungan berikutnya, aku selalu menemukan rubah licik seperti Emily.

Aku tak bergurau. Aku memang sudah cukup lelah dengan lelaki. Kenapa begitu pintar sekali mereka mempermainkan wanita.

Tepat ketika bel pulang berbunyi. Aku Kembali dihadang oleh Than. “Yuk pulang bersama!” Selena yang ada di dekatku juga tak keberatan. Seperti biasa, dia juga pulang bersama sepupunya. Dia segera bergegas bangkit dari duduknya dan meninggalkan kelas. Menyisakan aku dan Than, yang masih setia menungguku untuk pulang bersama.

“Sampai kapan sih kita kaya gini terus, Than?” gumamku. Aku merasa hari-hariku semakin hampa, tanpa ada kejelasan. Setiap detiknya Than selalu berbuat baik padaku, meromantisasi segala hal yang berkaitan dengan kita, bahkan tak segan untuk memperkenalkanku dengan teman-temannya sebagai kekasihnya. Than masih termangu.

“Maksudnya, Ra?”

“Iya sampai kapan aku sama kamu terus, yang bahkan aku gak tahu hubungan kita ini apa, Than. Aku terus mencoba mencerna. Tapi tetap tidak paham. Apakah cuma aku yang punya perasaan. Atau kamu juga sama denganku, ingin menjadi kita yang punya impian bersama?”

“Kamu terus membuatku berharap, Than. Tapi tak pernah satu pun kamu membahas tentang hubungan kita. Atau status kita saat ini.” aku turun dari motor, tujuan kita sudah sampai, di depan rumahku. Aku menatap Than dengan tulus. Entah dia paham atau tidak dengan apa yang sudah aku sampaikan. Setidaknya aku sudah lega.

“Terima kasih, Than.” sambil melambaikan tangan. Aku memasuki rumah dan membiarkan dia mematung sendirian. Seolah sedang memikirkan banyak hal.

Than menghela nafas pelan. Terdengar “puhh” panjang. Menyadari jika jauh di dasar dirinya. Semua ini akan semakin rumit. Aku sedang menantikan takdir berikutnya. Yang bisa jadi jauh lebih menyakitkan dari kisahnya yang sebelumnya.

***

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 1 0
Submit A Comment
Comments (1)
  • nisalicylicacid

    memang gila penulis kita satu ini. good job ♡

    Comment on chapter Perempuan Gila
Similar Tags
Cinta dibalik Kebohongan
731      497     2     
Short Story
Ketika waktu itu akan datang, saat itu kita akan tau bahwa perpisahan terjadi karena adanya sebuah pertemuan. Masa lalu bagian dari kita ,awal dari sebuah kisah, awal sebuah impian. Kisahku dan dirinya dimulai karena takdir ataukah kebohongan? Semua bermula di hari itu.
Unending Love (End)
14507      1989     9     
Fantasy
Berawal dari hutang-hutang ayahnya, Elena Taylor dipaksa bekerja sebagai wanita penghibur. Disanalah ia bertemua makhluk buas yang seharusnya ada sebagai fantasi semata. Tanpa disangka makhluk buas itu menyelematkan Elena dari tempat terkutuk. Ia hanya melepaskan Elena kemudian ia tangkap kembali agar masuk dalam kehidupan makhluk buas tersebut. Lalu bagaimana kehidupan Elena di dalam dunia tanpa...
Konstelasi
741      369     1     
Fantasy
Aku takut hanya pada dua hal. Kehidupan dan Kematian.
Perihal Waktu
360      245     4     
Short Story
"Semesta tidak pernah salah mengatur sebuah pertemuan antara Kau dan Aku"
Evolution Zhurria
292      181     4     
Romance
A story about the evolution of Zhurria, where lives begin, yet never end.
Furimukeba: Saat Kulihat Kembali
398      268     2     
Short Story
Ketika kenangan pahit membelenggu jiwa dan kebahagianmu. Apa yang akan kamu lakukan? Pergi jauh dan lupakan atau hadapi dan sembuhkan? Lalu, apakah kisah itu akan berakhir dengan cara yang berbeda jika kita mengulangnya?
For One More Day
433      296     0     
Short Story
Tentang pertemuan dua orang yang telah lama berpisah, entah pertemuan itu akan menyembuhkan luka, atau malah memperdalam luka yang telah ada.
RINAI
366      262     0     
Short Story
Tentang Sam dan gadis dengan kilatan mata coklat di halte bus.
the invisible prince
1510      807     7     
Short Story
menjadi manusia memang hal yang paling didambakan bagi setiap makhluk . Itupun yang aku rasakan, sama seperti manusia serigala yang dapat berevolusi menjadi warewolf, vampir yang tiba-tiba bisa hidup dengan manusia, dan baru-baru ini masih hangat dibicarakan adalah manusia harimau .Lalu apa lagi ? adakah makhluk lain selain mereka ? Lantas aku ini disebut apa ?
Yang Terlupa
411      223     4     
Short Story
Saat terbangun dari lelap, yang aku tahu selanjutnya adalah aku telah mati.