Loading...
Logo TinLit
Read Story - Bumi yang Dihujani Rindu
MENU
About Us  

Jarum di jam dinding bergerak pelan mendekati pukul tujuh malam. Aku mengenakan batik dengan corak khas Kuansing dipadu dengan celana bahan warna hitam. Aku sudah siap menghadiri acara Kiara malam ini. Tak lupa kurapikan rambut dengan sela-sela jari. Lalu aku sematkan tanjak berbahan kain tenun berwarna merah marun yang juga menjadi pelengkap di kepalaku.

“Wuiiih tampan sekali pengeran kita,” ucap Felix saat melihatku.

Aku tak menggubris Felix. Aku masih merapikan penampilan di depan kaca. Rencananya hari ini aku dan teman-teman akan menghadiri undangan makan malam dari Kiara di Delta Hotels by Marriott Bessborough. Sementara Felix masih dengan kaos dalamnya. Sudah beberapa kali kulihat ia gonta ganti pakaian. Tidak ada yang pas menurutnya. Menunggu Felix berdandan seperti seabad lamanya. Belum lagi cara dia merapikan rambutnya. Tak cukup hanya dengan sisir. Tapi juga pomade dan spray rambut untuk menunjang penampilannya.

“Ini acara pesta di hotel mewah. Masa kau memakai celana seperti orang sedang kebanjiran?” ucap Felix melihat celanaku yang ujungnya ada di atas mata kaki, “mau aku pinjamkan?”

“Tidak. Terima kasih,” jawabku, “aku pakai ini saja.”

“O iya. Aku lupa.”

“Lupa?” heranku.

“Dosa. Ya aku ingat. Dosa kan, Fyan?”

Aku tersenyum melihat wajah Felix. Mata sipitnya dipaksa melotot dengan mulut melingkar bulat sambil mengangguk.

“Hmmm … instal. Hmm … bukan … hmmm ….”

Dahi Felix berkerut. Dia seperti berusaha mengingat sebuah istilah dalam agamaku tentang pakaian yang menjulur hingga di bawah kedua mata kaki.

“Ya, istal, kan namanya kalau tidak salah, Fyan?”

Aku tersenyum melihat Felix yang berulang-ulang kali salah menyebutkannya.

“Isbal,” ucapku.

“Aaa … ya itu. Isbal. Kau pernah bilang padaku kalau seorang lelaki itu tidak boleh memakai celana atau pakaian yang menutupi hingga di bawah kedua mata kaki.”

Aku mengangguk. Ingatan Felix begitu cemerlang. Dia masih ingat kejadian hampir setahun lalu.

***

Sore itu, kami duduk di atas rumput hijau yang menghampar di bibir Sungai Saskatchewan. Udara segar yang berpadu indahnya bias matahari senja di permukaan sungai menemani perbincang ringanku bersama Felix dan Fritz. Sesekali diiringi gelak tawa. Hingga entah apa mulanya tiba-tiba Felix memprotes cara berpakaianku. Tidak cocok katanya.

Sepertinya, Felix kesal melihat dandananku yang selalu memakai celana di atas mata kaki. Aku hanya tersenyum. Wajar saja, Felix tidak tahu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengajarkan tentang hal ini. Tentang bagaimana seorang muslim berbusana. Bahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengajarkan segala sesuatu kepada kita, umatnya, bahkan hingga kepada perkara-perkara kecil sekalipun. Sebagaimana ucapan Salman Al Farisi ketika menjawab orang-orang musyrik yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam haditsnya.

Saat itu orang-orang musyrik berkata kepada Salman Al-Farisi: “Sesungguhnya Nabi kalian mengajarkan segala sesuatu kepada kalian, bahkan hingga adab buang air.” Mendengar perkataan orang-orang musyrik itu Salman Al-Farisi pun menjawabnya: “Benar. Sesungguhnya beliau telah melarang kami buang air besar atau buang air kecil sambil menghadap kiblat, atau kami beristinja dengan menggunakan tangan kanan. Atau kami beristinja dengan batu kurang dari tiga. Atau kami beristinja dengan menggunakan kotoran atau tulang.”

“Setahuku haram jika disertai dengan kesombongan. Jika tidak disertai dengan rasa sombong, hanya sampai maka sebatas makruh saja,” ucap Fritz seolah membenarkan perbuatannya karena celana yang dipakainya menjulur bahkan kadang sampai terinjak dengan tumitnya.

“Apa dengan demikian lantas kita menjadi membiasakan diri melakukan hal yang makruh?” ucapku tidak setuju.

Aku tidak mau berdebat panjang lebar. Sebab para ulama pun berselisih pendapat tentang hal ini. Siapalah aku ini? Aku hanya orang awam yang berusaha menjalankan ibadah semampu yang aku bisa.

***

“Bagaimana menurutmu jika ternyata Kiara menikah dengan orang lain?”

Pertanyaan Felix mendadak menghentikan tanganku yang sedang merapikan tanjak di kepala. Aku menoleh ke arahnya. Kulihat, ia tersenyum.

“Apa urusannya denganku?”

“Yakin, kau tak akan kecewa?” tanya Felix, “Bukankah kau juga suka dengannya?”

Aku hanya tersenyum sambil merapikan kembali bajuku di depan kaca.

“Atau jangan-jangan hari ini sebenarnya hari istimewa?” tebak Felix “Hari lamaran kalian berdua.”

Kulihat Felix sudah siap. Setelah menunggu sekitar lima belas menit berganti pakaian dan merapikan rambut akhirnya ia menyelesaiakan juga penampilannya.

“Ngaco kau. Ayo, cepatlah Fel. Fritz pasti marah besar menunggu kita.”

“Ah ... bukannya sudah biasa kita melihat dia marah-marah?”

“Felix ... Felix ... jangan begitulah. Bagaimana kalau kau diposisi Fritz, harus menunggu?”

“Iya … iya … Aku sudah siap,” ucap Felix.

Handphone-ku berbunyi sebelum Felix menyudahi ucapannya. Fritz meneleponku. Katanya ia dan teman-teman yang lainnya sudah menunggu di loby. Aku berkaca lagi sambil memastikan penampilanku sudah rapi.

“Kau sudah siap kan?” tanyaku ke Felix.

Felix mengangguk. Lalu, aku bergegas keluar apartemen diiringi Felix dari belakang.

“Kunci apartemennya ada di kamu kan, Fel?”

“Yup. Kalau pun itu benar, rasanya keren sekali Fyan. Ada seorang lelaki dilamar seorang wanita di sebuah tempat mewah nan romantis. Wuiih bisa jadi kisah cinta paling hits nih di abad kekinian,” ucap Felix sambil mengunci apartemen.

“Sudah … sudah … jangan berkhayal terlalu jauh. Hari ini itu cuma undangan pesta kelulusan Kiara.”

“I know … I know … tapi kalau ucapanku tiba-tiba terbukti, bagaimana?”

“Sudah … jangan berandai-andai.”

Segera kami menuju lift. Beberapa kali Fritz meneleponku, tapi sengaja tak kuangkat. Aku yakin dia akan marah karena sudah menungguku lama. Tak berapa lama, masuk pesan WhatsApp dari Fritz. Kubuka pesannya. Semua huruf kapital pertanda marah terketik di sana.

“WHERE ARE YOU MR. BRIDEGROOM?”

“Apa-apaan ini?” batinku “Mr. Bridegroom?”

Mereka mengira hari ini adalah hari istimewaku dengan Kiara. Padahal aku sendiri tak tahu apa-apa. Yang aku tahu hari ini adalah acara pesta kelulusan Kiara. Hanya itu. Tapi mereka menuduhku telah menutup-nutupinya. Bahkan saat tadi tahu aku hanya memakai batik dipadu dengan celana bahan warna hitam, Felix mengira bahwa setelan jasku sudah disiapkan keluarga Kiara.

“Jasmu?”

“Jas apa? Memangnya dress code-nya harus pakai jas?”

“O … aku tahu, pasti sudah disiapkan keluarganya Kiara kan?”

“Jas apa sih? Nggak ngerti ah.”

Isu tentang hari ini memang sudah kudengar beberapa hari ini. Entah, siapa yang memulainya.

***

Pintu lift terbuka. Handphone-ku berdering berkali-kali. Kulihat, Fritz yang menelepon. Tak kuangkat. Kami langsung menuju Loby. Dari kejauhan kulihat Fritz duduk di sofa dengan gelisah. Kami melangkah mendekat. Fritz beranjak dari duduknya sesaat setelah melihat kami berjalan ke arahnya. Wajahnya menyiratkan kekesalan. Kedua matanya disipitkan. Kedua alisnya seolah saling terkait. Seperti ada gemuruh di dada yang ingin dikeluarkan.

“Gila … aku mesti menunggu kalian? Kalian pasang bulu mata dulu atau pakai pensil alis sih? Jam berapa nih?” Fritz emosi sambil menunjuk jam tangannya.

“Ya ampun, cuma telat lima menit Fritz,” ucap Felix.

“Cuma lima menit katamu?” suara Fritz meninggi.

“Semakin kau marah-marah, semakin lama kita di sini,” ucapku mencoba menyudahi kemarahan Fritz, “itu artinya kita makin telat datang ke pesta Kiara.”

Fritz tak menggubris. Ia berjalan lurus menuju parkiran. Sepertinya ia masih membawa kekesalannya. Sementara, kami membuntutinya dari belakang.

“Sorry banget Fritz … nggak ada maksud bikin kamu nunggu lama,” tambahku lagi.

“Pasti gara-gara Felix,” tukas Fritz sambil terus melaju.

“Loh kok jadi nyalahin aku?” protes Felix.

“Siapa lagi kalau bukan kamu,” kesal Fritz.

Kami tiba diparkiran, lalu segera masuk ke mobil Fritz. Tepatnya mobil pamannya Fritz. Kebetulan urusan bisnis pamannya di Ottawa diperpanjang. Jadi, mobilnya masih terparkir di apartemen kami. Zahra, Eva dan Olivia sudah berangkat lebih dulu bersama Kiara dan orang tuanya ke tempat yang akan kami tuju.

Aku duduk di sebelah Fritz yang duduk di balik kemudi. Aku memakai seat belt. Sementara, Fritz menyalakan mobilnya. Segera kami meninggalkan halaman apartemen. Dalam sekejap, mobil melucur dengan kecepatan sedang menuju Delta Hotels by Marriott Bessborough.

“Pakai seat belt-mu.” Felix yang duduk di kursi belakang mencoba mengingatkan Fritz.

“Sebentar lagi kalian pasti akan merindukan saat-saat seperti ini,” ucapku.

“Apa? Aku merindukan Felix? NO WAY.”

Fritz langsung mengenakan seat belt. Tampak jelas kekesalan di wajah Fritz. Aku hanya tersenyum melihat Fritz yang kesal pada Felix. Mereka memang selalu demikian. Mudah tersulut. Kadang akur layaknya seorang kawan. Kadang seperti musuh bebuyutan. Anehnya Fritz tidak pernah berani bersuara tinggi kepadaku. Meski aku yang salah. Seperti yang saat ini terjadi. Aku ketiduran. Namun, tetap Felilx yang kena salah. Ada-ada saja alasan yang dibuat-buat Fritz untuk meluapkan amarahnya pada Felix. Walaupun begitu, aku tahu benar sahabatku itu, Fritz hanya marah di bibir saja. Hatinya tetap baik. Berkali-kali aku selalu mendamaikan mereka. Namun, tetap saja kelakuan mereka bagaikan Tom dan Jerry.

Terlebih ketika kami membahas isu-isu terkait keyakinan kami. Jika aku tidak menengahi keduanya, tentu bisa terjadi baku hantam. Bukan hal yang langka melihat perseteruan antara Fritz dan Felix. Bahkan beberapa kali aku mendapati mereka perang dingin hingga berhari-hari setelah membahas suatu tema yang begitu sensitif tentang sebuah doktrin agama.

“Katanya Tuhanmu itu tunggal, Fyan?” tanya Felix tempo hari.

“Memang benar, memangnya kenapa?”

“Tapi saat aku membaca terjemahan Al-Qur’an, beberapa kali aku menemukan penggunaan kata ‘kami’ ketika Tuhanmu menyebutkan dirinya. Bukankah itu berarti Tuhan dalam islam itu ada banyak?”

***

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Fix You
1014      599     2     
Romance
Sejak hari itu, dunia mulai berbalik memunggungi Rena. Kerja kerasnya kandas, kepercayaan dirinya hilang. Yang Rena inginkan hanya menepi dan menjauh, memperbaiki diri jika memang masih bisa ia lakukan. Hingga akhirnya Rena bersua dengan suara itu. Suara asing yang sialnya mampu mengumpulkan keping demi keping harapannya. Namun akankah suara itu benar-benar bisa menyembuhkan Rena? Atau jus...
Selepas patah
212      172     1     
True Story
Tentang Gya si gadis introver yang dunianya tiba-tiba berubah menjadi seperti warna pelangi saat sosok cowok tiba-tiba mejadi lebih perhatian padanya. Cowok itu adalah teman sebangkunya yang selalu tidur pada jam pelajaran berlangsung. "Ketika orang lain menggapmu tidak mampu tetapi, kamu harus tetap yakin bahwa dirimu mampu. Jika tidak apa bedanya kamu dengan orang-orang yang mengatakan kamu...
Toko Kelontong di Sudut Desa
5712      2017     3     
Fantasy
Bunda pernah berkata pada anak gadisnya, bahwa cinta terbaik seorang lelaki hanya dimiliki oleh ayah untuk anaknya. Namun, tidak dengan Afuya, yang semenjak usia tujuh tahun hampir lupa kasih sayang ayah itu seperti apa. Benar kata bundanya, tetapi hal itu berlaku bagi ibu dan kakeknya, bukan dirinya dan sang ayah. Kehidupan Afuya sedikit berantakan, saat malaikat tak bersayapnya memutuskan m...
Kau Tutup Mataku, Kuketuk Pintu Hatimu
5733      1908     0     
Romance
Selama delapan tahun Yashinta Sadina mengidolakan Danendra Pramudya. Laki-laki yang mampu membuat Yashinta lupa pada segudah masalah hidupnya. Sosok yang ia sukai sejak debut sebagai atlet di usia muda dan beralih menekuni dunia tarik suara sejak beberapa bulan belakangan. "Ayah sama Ibu tenang saja, Yas akan bawa dia jadi menantu di rumah ini," ucap Yashinta sambil menunjuk layar televisi ke...
The Last Blooming Flower
9166      2609     1     
Romance
Di ambang putus asa mencari kakaknya yang 20 tahun hilang, Sora bertemu Darren, seorang doktor psikologi yang memiliki liontin hati milik Ian—kakak Sora yang hilang. Sora pun mulai menerka bahwa Darren ada kunci untuk menemukan Ian. Namun sayangnya Darren memiliki kondisi yang membuatnya tidak bisa merasakan emosi. Sehingga Sora meragukan segala hal tentangnya. Terlebih, lelaki itu seperti beru...
Perhaps It Never Will
6151      1748     0     
Romance
Hayley Lexington, aktor cantik yang karirnya sedang melejit, terpaksa harus mengasingkan diri ke pedesaan Inggris yang jauh dari hiruk pikuk kota New York karena skandal yang dibuat oleh mantan pacarnya. Demi terhindar dari pertanyaan-pertanyaan menyakitkan publik dan masa depan karirnya, ia rela membuat dirinya sendiri tak terlihat. William Morrison sama sekali tidak pernah berniat untuk kem...
Dikejar Deretan Mantan
555      334     4     
Humor
Dikejar Deretan Mantan (Kalau begini kapan aku bertemu jodoh?) Hidup Ghita awalnya tenang-tenang saja. Kehidupannya mulai terusik kala munculnya satu persatu mantan bak belatung nangka. Prinsip Ghita, mantan itu pantangan. Ide menikah muncul bagai jelangkung sebagai solusi. Hingga kehadiran dua pria potensial yang membuatnya kelimpungan. Axelsen, atau Adnan. Ke mana hati berlabuh, saat ken...
Gray November
3841      1319     16     
Romance
Dorothea dan Marjorie tidak pernah menyangka status 'teman sekadar kenal' saat mereka berada di SMA berubah seratus delapan puluh derajat di masa sekarang. Keduanya kini menjadi pelatih tari di suatu sanggar yang sama. Marjorie, perempuan yang menolak pengakuan sahabatnya di SMA, Joshua, sedangkan Dorothea adalah perempuan yang langsung menerima Joshua sebagai kekasih saat acara kelulusan berlang...
Konspirasi Asa
2861      995     3     
Romance
"Ketika aku ingin mengubah dunia." Abaya Elaksi Lakhsya. Seorang gadis yang memiliki sorot mata tajam ini memiliki tujuan untuk mengubah dunia, yang diawali dengan mengubah orang terdekat. Ia selalu melakukan analisa terhadap orang-orang yang di ada sekitarnya. Mencoba untuk membuat peradaban baru dan menegakkan keadilan dengan sahabatnya, Minara Rajita. Tetapi, dalam mencapai ambisinya itu...
Seiko
640      478     1     
Romance
Jika tiba-tiba di dunia ini hanya tersisa Kak Tyas sebagai teman manusiaku yang menghuni bumi, aku akan lebih memilih untuk mati saat itu juga. Punya senior di kantor, harusnya bisa jadi teman sepekerjaan yang menyenangkan. Bisa berbagi keluh kesah, berbagi pengalaman, memberi wejangan, juga sekadar jadi teman yang asyik untuk bergosip ria—jika dia perempuan. Ya, harusnya memang begitu. ...