Loading...
Logo TinLit
Read Story - Palette
MENU
About Us  

Setelah kesepakatan mereka kemarin, Dimas meminta Dara untuk membantu Naga menyiapkan presentasinya. Naga sebenarnya ingin menolak, pemuda itu merasa tidak enak karena harus terus merepotkan Dara. Namun, Dimas bersikeras. Menurutnya, jika Naga membuat presentasinya sendiri, hasilnya akan sama seperti waktu pemuda itu pertama kali melamar ke Palette. Dimas memang bisa membantunya memberikan rekomendasi, tetapi, karena Naga ingin mengajukan ide baru, Dimas tidak lagi bisa membantunya. Setelah ini, Naga harus berjuang sendiri agar idenya diterima dengan baik.

“Jadi, lo mau bikin apa?” tanya Dara, to the point. Waktu mereka tidak banyak. Rapat evaluasi bulanan dewan direksi tinggal dua minggu lagi. Dalam waktu sesingkat itu, mereka harus menyiapkan presentasi serta sampel produk.

“Sebenernya ini bukan ide baru. Dulu gue pernah mau ngajuin ide ini. Lo tahu kan yang sempat rame beberapa waktu lalu di dunia fashion? Tas lukis, sepatu lukis, bahkan sampe casing hape yang dilukis secara custom.”

“Terus, lo mau bikin yang mana buat diajuin ke Palette?”

“Bukan dari ketiga item itu. Gue pengin ajuin ide gaun pengantin lukis.”

Dara membelalak. Ekspresi terkejut perempuan itu, Naga rekam baik-baik dalam ingatannya. Dara memang biasanya ekspresif, tapi ekspresi seperti ini jarang sekali Naga dapatkan secara langsung.

“Alasannya cukup klise sih, sebenernya,” lanjut Naga, membiarkan Dara masih dalam keterkejutan. “Pernikahan kan momen sakral, ya, kalau bisa kan sekali seumur hidup. Nah, gue mau di momen itu, ada satu item yang akan jadi icon dan bikin pernikahan itu nggak terlupakan seumur hidup. Baik buat pengantin, keluarganya, maupun para tamu undangan.”

Dara masih mematung, terjebak dalam rasa terkejut yang luar biasa. Naga kemudian terkekeh. Pemuda itu lantas lanjut berbicara,

“Menurut lo, apa Palette bakal nerima ide gue ini?”

Hm, gimana?” Dara tergeragap, kemudian gegas membuka laptopnya. “Karena gue yang akan jadi pemilik Palette di masa depan, gue pastikan ide ini nggak akan jatuh ke tangan perusahaan lain. Ayo, kita konsep presentasinya!”

Naga ngakak melihat Dara yang tiba-tiba merasa antusias. “Jadi, menurut lo, ide ini cukup menjual?”

“Ide ini sangat menjual. Kalau nggak menjual, gue sendiri yang akan mengusahakan penjualannya. Jadi, kita mulai presentasinya dari mana, Ga?”

To be honest, Ra,” Naga menggaruk kepalanya yang tiba-tiba terasa gatal. Sebuah pemikiran absurd mendadak melintas di kepala pemuda itu, gue udah keramas atau belum ya, minggu ini? “Gue nggak tahu harus mulai dari mana.”

Dara memijat pelipisnya. “Gue lupa, soal presentasi nilai lo E,” celetuknya. Perempuan itu lalu menyisihkan laptopnya, kemudian mengganti alat itu dengan pensil dan secarik kertas. “Jadi, kita bisa mulai dari latar belakang ide lo itu. Alasan yang lo bilang klise tadi, yet, sedikit sentimental, bakal masuk ke bagian ini.”

“Emangnya harus ya, alasan itu masuk ke presentasi? Gue kira, isi presentasi itu harusnya soal produk aja.”

“Sebuah produk yang memiliki nilai historis dan latar belakang cerita yang unik, akan lebih mudah menarik atensi customer. Sekarang, kita anggap dewan direksi Palette sebagai calon customer yang akan kita yakinkan bahwa produk yang sedang kita tawarkan memang bagus dari segi filosofi hingga pemilihan bahan. Nah, tentu saja penjelasan tentang bahan produk itu penting juga. Tapi, di awal banget, yang paling penting adalah produk kita harus memiliki filosofi yang bagus.”

Naga menatap Dara dengan takjub. Selama ini, dia tidak pernah terpikirkan sampai sejauh ini. Dia hanya menyesuaikan presentasinya dengan teori dalam buku. Tidak heran, jika presentasi yang dia tampilkan saat melamar di Palette dulu sangatlah textbook.

“Hal yang nggak kalah penting lagi dalam sebuah presentasi itu, storytelling. Lo harus bisa bikin kalimat-kalimat yang nggak terlalu panjang, tapi langsung kena pada intinya.” Dara menuliskan konsep presentasi yang sesuai dengan ide produk Naga pada kertas di depannya.

“Kalian ngapain?”

Sejak perselisihannya dengan Ayu beberapa waktu lalu, ini pertama kalinya Naga bertemu lagi dengan Ayu. Tidak sengaja, tentu saja. Dia dan Dara sedang berdiskusi di kafe dekat rumah sakit, kemudian tiba-tiba Ayu juga ada di tempat yang sama. Yah, menurut Naga itu hanya sebuah kebetulan. Toh, Ayu juga sedang bersama teman-teman kuliahnya. Terlalu naif jika Naga menganggap perempuan itu sengaja mencarinya hingga ke tempat ini.

Ayu berbicara sebentar dengan teman-temannya, kemudian mendadak duduk di antara Naga dan Dara. Memaksa Dara bergeser sedikit dari posisi awalnya.

“Heh, lo ngapain, sih?” Naga mendorong pelan tubuh Ayu yang menempel padanya. “Bukannya balik sama temen-temen lo, sana, malah nimbrung di sini.”

“Emang kenapa kalau gue di sini? Ada yang keberatan?”

Naga berani bersumpah. Pemuda itu melihat Ayu melirik sinis ke arah Dara. “Nggak gitu, Yu. Gue sama Dara lagi diskusi. Lo malah ganggu kalau di sini.”

“Oh, gitu.” Ayu bersedekap, kemudian menyandarkan punggungnya. “Coba sini, gue dengerin diskusi kalian. Gue curiga, kalian bukannya lagi diskusi, tapi malah ngobrolin hal yang nggak penting.”

Naga menatap Ayu tepat di matanya, dengan tatapan jenaka, pemuda itu menumpukan tangannya di dagu. “Obrolan yang nggak penting itu... kayak apa, misalnya?”

Ayu berdeham, kemudian menegakkan tubuhnya. “Y-ya, apa, kek. Mana gue tahu.” Perempuan itu lalu merebut kertas yang sedang dipegang Dara, membacanya sekilas, lalu mendengkus. “Lo mau bikin gaun pengantin, Ga? Pasti ini ide Mbak-Mbak ini, kan?”

“Itu ide gue,” sahut Naga cepat. “Kenapa? Emangnya gue nggak boleh bikin gaun pengantin?”

“Jadi, dari tadi obrolan kalian seputar ini? Kalian nggak malu kalau ada yang denger? Udah kayak calon pengantin yang lagi milih gaun aja.”

Dara tertawa mendengar Ayu yang mengomel panjang lebar. Naga tahu, perempuan itu pasti sudah menahan tawanya sejak tadi. Lagian, Ayu random banget. Datang-datang langsung merepet.

“Mbak, lo kan katanya nggak suka ya, sama Naga. Terus kenapa lo masih bantuin dia kayak gini? Lo mau mainin perasaan dia? Kenapa lo nggak cukup sama pacar CEO lo itu aja sih? Kenapa masih harus deketin Naga juga?” Ayu ternyata belum mau berhenti mengomel. Omelannya kali ini justru membuat Dara tertawa lebih kencang.

“Nggak ada yang mau mainin perasaan Naga, Yu. Gue bantuin dia murni karena pengin dia belajar bikin presentasi yang bagus dan menarik. Soalnya, nanti kalau udah kerja, tiap dia punya ide produk baru ya dia tetep harus presentasi kayak gini juga. Makanya, gue mau ngajarin dia.”

“Cuma bikin presentasi, kan? Gue juga bisa. Lo pulang aja deh, Mbak.”

Dara masih belum bisa menghentikan tawanya. Namun, perempuan itu tetap beranjak. “Gue telepon lagi nanti, Ga,” pamitnya sebelum meninggalkan Naga berdua dengan Ayu.

**

“Ra, sori soal yang tadi, ya.” Malamnya, justru Naga yang berinisiatif menelepon Dara lebih dulu. Pemuda itu merasa tidak enak karena Ayu dengan seenaknya mengusir Dara.

Nope.” Dara terkikik. Di tempatnya, Naga mencebik ketika mendengar kikikan itu. “Lo tuh harusnya lebih peka, Ga.

“Peka sama apa?” Naga menyahut dengan ketus. Menurutnya, pembicaraan ini agak tidak relevan dengan bahasan diskusi yang seharusnya mereka lanjutkan.

Peka sama perasaan ceweklah. Lo nggak sadar, udah dicemburuin kayak gitu tadi?”

“Maksudnya, Ayu?”

Siapa lagi, emangnya?” Kali ini, Dara benar-benar terbahak-bahak. “Sori, gue nggak tahan soalnya. Lucu banget Ayu kalau lagi cemburu gitu.”

“Cemburu, mata lo.” Tidak, Naga bukannya tidak menyadari hal yang dikatakan Dara tentang Ayu. Naga hanya tidak ingin melewati batasannya. “Ayu tuh nggak punya perasaan sama gue.”

Sok tahu. Dia suka sama lo. Sekali lihat aja, gue udah tahu.

“Kalau gitu, gue yang nggak punya perasaan sama dia.”

Berhenti denial sama semua hal, Ga. Kasih Ayu kesempatan buat bikin lo bahagia. Lo juga berhak ngerasain itu. Jatuh cinta yang beneran jatuh cinta, bukan sekadar kagum.

“Baik, Bu Dara, mari kita kembali fokus pada diskusi soal presentasi.” Naga harus segera mengambil tindakan untuk mengalihkan topik pembicaraan mereka malam ini. Karena, kalau tidak, Dara akan membongkar semua hal yang mati-matian dia tekan dan sembunyikan jauh di dasar hati. “Oh, iya, karena si resek Ayu mau bantuin juga, daripada nanti kalian berantem ujung-ujungnya karena rebutin gue, mending kita diskusinya by phone aja. Oke, kan?”

Dara tertawa lagi. Di ujungnya, Naga ikut tersenyum lebar.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (2)
  • idhafebriana90

    Nggak ada notifnya

    Comment on chapter TWICE
  • vanilla_hara

    Ini kalau nge-like muncul notif gak, sih? Biar Naga tahu gitu aku datang. 🤣

    Comment on chapter TWICE
Similar Tags
Luka Dan Perkara Cinta Diam-Diam
6572      2345     22     
Romance
Kenangan pahit yang menimpanya sewaktu kecil membuat Daniel haus akan kasih sayang. Ia tumbuh rapuh dan terus mendambakan cinta dari orang-orang sekitar. Maka, ketika Mara—sahabat perempuannya—menyatakan perasaan cinta, tanpa pikir panjang Daniel pun menerima. Sampai suatu saat, perasaan yang "salah" hadir di antara Daniel dan Mentari, adik dari sahabatnya sendiri. Keduanya pun menjalani h...
I am Home
524      363     5     
Short Story
Akankah cinta sejati menemukan jalan pulangnya?
SURGA DALAM SEBOTOL VODKA
8242      1834     6     
Romance
Dari jaman dulu hingga sekarang, posisi sebagai anak masih kerap kali terjepit. Di satu sisi, anak harus mengikuti kemauan orang tua jikalau tak mau dianggap durhaka. Di sisi lain, anak juga memiliki keinginannya sendiri sesuai dengan tingkat perkembangan usianya. Lalu bagaimanakah jika keinginan anak dan orang tua saling bertentangan? Terlahir di tengah keluarga yang kaya raya tak membuat Rev...
Rekal Rara
10924      3445     0     
Romance
"Kita dipertemukan lewat kejadian saat kau jatuh dari motor, dan di pisahkan lewat kejadian itu juga?" -Rara Gleriska. "Kita di pertemukan oleh semesta, Tapi apakah pertemuan itu hanya untuk sementara?" -Rekal Dirmagja. ▪▪▪ Awalnya jatuh dari motor, ehh sekarang malah jatuh cinta. Itulah yang di alami oleh Rekal Dirmagja, seorang lelaki yang jatuh cinta kepada wanita bernama Rar...
Jelita's Brownies
3680      1481     11     
Romance
Dulu, Ayahku bilang brownies ketan hitam adalah resep pertama Almarhum Nenek. Aku sangat hapal resep ini diluar kepala. Tetapi Ibuku sangat tidak suka jika aku membuat brownies. Aku pernah punya daun yang aku keringkan. Daun itu berisi tulisan resep kue-kue Nenek. Aku sadar menulis resep di atas daun kering terlihat aneh, tetapi itu menjadi sebuah pengingat antara Aku dan Nenek. Hanya saja Ib...
Sosok Ayah
896      494     3     
Short Story
Luisa sayang Ayah. Tapi kenapa Ayah seakan-akan tidak mengindahkan keberadaanku? Ayah, cobalah bicara dan menatap Luisa. (Cerpen)
Kamu
3183      1381     1     
Romance
Dita dan Angga sudah saling mengenal sejak kecil. Mereka bersekolah di tempat yang sama sejak Taman Kanak-kanak. Bukan tanpa maksud, tapi semua itu memang sudah direncanakan oleh Bu Hesti, ibunya Dita. Bu Hesti merasa sangat khawatir pada putri semata wayangnya itu. Dita kecil, tumbuh sebagai anak yang pendiam dan juga pemalu sejak ayahnya meninggal dunia ketika usianya baru empat tahun. Angg...
REGAN
8945      2783     4     
Romance
"Ketika Cinta Mengubah Segalanya." Tampan, kaya, adalah hal yang menarik dari seorang Regan dan menjadikannya seorang playboy. Selama bersekolah di Ganesha High School semuanya terkendali dengan baik, hingga akhirnya datang seorang gadis berwajah pucat, bak seorang mayat hidup, mengalihkan dunianya. Berniat ingin mempermalukan gadis itu, lama kelamaan Regan malah semakin penasaran. Hingga s...
Segitiga Bermuda
5688      1673     1     
Romance
Orang-orang bilang tahta tertinggi sakit hati dalam sebuah hubungan adalah cinta yang bertepuk sebelah tangan. Jika mengalaminya dengan teman sendiri maka dikenal dengan istilah Friendzone. Namun, Kinan tidak relate dengan hal itu. Karena yang dia alami saat ini adalah hubungan Kakak-Adik Zone. Kinan mencintai Sultan, Kakak angkatnya sendiri. Parah sekali bukan? Awalnya semua berjalan norm...
Too Late
7639      1964     42     
Romance
"Jika aku datang terlebih dahulu, apakah kau akan menyukaiku sama seperti ketika kau menyukainya?" -James Yang Emily Zhang Xiao adalah seorang gadis berusia 22 tahun yang bekerja sebagai fashionist di Tencent Group. Pertemuannya dengan James Yang Fei bermula ketika pria tersebut membeli saham kecil di bidang entertainment milik Tencent. Dan seketika itu juga, kehidupan Emily yang aw...