Tampan, kaya, adalah hal yang menarik dari seorang Regan dan menjadikannya seorang playboy. Selama bersekolah di Ganesha High School semuanya terkendali dengan baik, hingga akhirnya datang seorang gadis berwajah pucat, bak seorang mayat hidup, mengalihkan dunianya.

Berniat ingin mempermalukan gadis itu, lama kelamaan Regan malah sem...Read More >>"> REGAN (Chapter 6: DARI REGAN) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - REGAN
MENU
About Us  

Perempuan berambut sepunggung, tampak tergesa-gesa dengan sepatunya. Sang ayah telah berkali-kali menyebut namanya dari lantai bawah. Sebelum meninggalkan ruangan kesukaan, Ninda memutar tubuhnya menghadap ke cermin lalu merapikan sedikit seragamnya, kemudian rambutnya, dan yang terakhir mengumbar senyum manis untuk bayangannya.

“Ninda!”

“Iya, Yah!” balas Ninda tak kalah lantang dari ayahnya.

Ninda menuruni tangga dengan begitu cepat, netranya menatap ayahnya telah berjalan keluar dari rumah. Sementara itu, ibunya hanya menggelengkan kepala kesal melihat sikap anaknya untuk hari ini.

“Makan dulu rotinya.”

Tanpa berpikir panjang, Ninda meraih beberapa helai roti, lalu mencium tangan kanan ibunya. Selama diperjalanan hanya hening yang menyelimuti mobil, gadis delapan belas tahun itu tidak sanggup melihat wajah ayahnya yang pasti sangat kesal karena ulahnya untuk pagi ini. Setelah beberapa menit menempuh perjalanan ayahnya mengerem laju mobilnya dipersimpangan, memaksa Ninda untuk melihat ke laki-laki hebat itu.

“Kenapa berhenti, Yah?” tanya Ninda.

“Ayah minta maaf tidak bisa mengantar kamu sampai depan sekolah. Sekarang ayah, ada meeting.” Ayahnya menatap Ninda dengan rona kasihan.

“Tapi Yah, nanti aku telat loh,” ujar Ninda.

“Itu salah kamu sendiri bangun kesiangan. Pokoknya, ayah minta maaf—”

Ninda telah berlalu keluar dari mobil ayahnya. Meskipun dasar dari kekesalannya adalah kesalahannya sendiri. Dengan berat hati Ninda berjalan menempuh puluhan atau mungkin ratusan meter untuk sampai ke sekolah. Di bawah teriknya matahari, Ninda menggerutu kecil, pasalnya pagi-pagi tubuhnya sudah kegerahan seperti ini.

“Halo cantik? Udah delapan belas tahun masih jalan aja, ayo naik.” Motor ninja merah berhenti di sampingnya, tapi tidak membuat gadis itu menoleh sedikit pun kepada laki-laki yang menawarkan tumpangan kepadanya.

“Nanti kesiangan loh.”

“Bodo amat!” Ninda terus melangkah tidak peduli dengan laki-laki pemilik predikat playboy di sekolahnya, Regan.

“Dasar Mak Lampir!” Regan melesat jauh dari hadapan Ninda yang tengah memutar bola matanya.

Kemarin Regan telah membuat dirinya membeku dengan aksi dan pengakuannya. Namun, setelah dipikir-pikir tadi malam, Ninda bertekad untuk menunggu pembuktian bahwa apa yang diucapkan Regan bukanlah main-main. Playboy, kata itu telah melekat dalam diri Regan. Itu adalah alasan Ninda menunggu bukti kesungguhan dari laki-laki itu.

Seperti dugaannya, ia akan kesiangan untuk hari ini. Ninda menghela napas kasar, melihat gerbang sekolah telah tertutup bahkan Pak Cokro telah memaparkan ketegasan di wajahnya.

“Masuk!”

Ninda memutar bola matanya.

“Siapa nama kamu?” tanya Pak Cokro sambil menggenggam alat tulis.

“Ninda Aprillia, kelas dua belas IPS satu,” jawab Ninda pasrah.

“Ikut bapak,” kata Pak Cokro seraya beranjak dari mejanya.

Baru saja mereka melangkah, tiga orang siswa menyeru Pak Cokro yang sedang memainkan kunci gembok gerbang. Pak Cokro dan Ninda menoleh ke belakang bersamaan. Tiga sosok yang sudah tidak asing di mata mereka, menampakkan kesantaian dengan deretan gigi putih yang berseri di mulutnya.

“Regan?” gumam Ninda, perlahan dahinya mengerut heran melihat tiga teman sekelasnya. Padahal Regan lebih dulu pergi ke sekolah, tapi kenapa dia bisa kesiangan.

Pak Cokro menghela napas pendek, melihat tiga siswa yang telah menjadi langganan kesiangan. Siapa lagi kalau bukan Regan, Rama, dan Gema. Tidak habis pikir, kenapa tiga siswa di hadapannya tidak pernah insaf atas kebiasaan negatifnya ini.

“Besok, enggak usah ke sekolah, mending tidur aja di rumah. Percuma ke sekolah juga, yang ada orang tua kalian malu melihat sikap anaknya yang ‘c’ semua,” celoteh Pak Cokro di sela-sela membuka kunci gerbangnya.

Regan tidak peduli dengan Pak Cokro, malah ia telah berlari menghampiri Ninda yang tengah melipat tangan di dadanya di front office. Melihat hal itu, Pak Cokro membulatkan mata mengekori tubuh Regan yang berhenti di depan Ninda. Sedangkan, Rama dan Gema berjalan santai menghampiri Regan, meninggalkan Pak Cokro yang kebingungan dengan ulah mereka.

“Udah, sekarang kalian ikuti saya.” Pak Cokro telah melangkah di hadapan mereka berempat menuju lapangan utama.

“Enggak di data dulu, Pak?” tanya Gema.

“Enggak usah, kalian udah jadi langganan. Jadi kalian udah populer se-guru BK. Oke, sekarang kalian lari tiga keliling setelah itu, kalian ke ruang BK.”

“Satu keliling aja, Pak?” tawar Ninda merasa keberatan dengan hukumannya.

“Tidak bisa, udah cepetan mulai.” Pak Cokro mundur beberapa langkah untuk memantau mereka menjalani hukuman.

Mereka langsung berlari mengelilingi lapangan utama yang luas. Regan memberikan kode kepada kedua temannya, agar menaikkan volume lariannya. Kemudian, ia mengimbangi larinya dengan Ninda.

“Kan gue udah bilang, naik ke motor gue, jadinya lo kena hukuman. Kenapa lo bisa kesiangan?” tanya Regan berbasa-basi.

“Gak usah kepo.” Ninda masih fokus dengan rima lariannya.

“Kepo adalah awal dari pendekatan, dan sekarang gue pengen pendekatan sama lo.” Regan menebar senyum kepada Ninda yang masih mengabaikannya.

“Tapi guenya gak mau di deketin e'lo,” gubris Ninda berusaha mempercepat lariannya.

“Gak usah maksain lari cepat, nanti lo sakit perut.” Regan masih berusaha mengobrol dengan Ninda meskipun dibalas pengabaian.

“Sejak kapan lo perhatian sama gue?”

“Lo udah lupa ya? Kemarin gue kan udah bilang, kerjaan gue sampai kapan pun mencintai e'lo dengan tulus. Nah, perhatian ini adalah bagian dari kerjaan gue,” jelas Regan.

Akhirnya, Ninda menatapnya meskipun dengan tatapan tajam ke arahnya. “Emang gue siapa—”

“Lo pacar gue. Gue punya sesuatu buat lo, temui gue di tempat ini jam delapan malam.” Setelah memberikan secarik kertas kepada Ninda, Regan mempercepat langkahnya mengakhiri hukuman.

O0O

Ninda, Ana, dan Evi mendudukki kursi yang tersisa di kantin ini. Suasana bak pasar kota, menyambut kedatangan mereka, bahkan hawa gerah pun turut meramaikannya.

“Bi Dara! Biasa ususnya tiga porsi, sama es tehnya juga!” teriak Evi.

“Tumben si Regan nggak buat onar di kelas, biasanya dia langsung gercep. Eh, ngomong-ngomong kenapa lo bisa kesiangan, Nin?” Ana membuka percakapan di meja kantin.

“Ya, gue bangun kesiangan,” jawab Ninda seadanya.

“Eh, kalian tau gak semalam Regan ajak gue makan malam, tapi gue tolak,” ujar Ana membuat Evi membeliakkan kedua bola matanya.

“Oh my god! Ajakkan cowok seganteng Regan, lo tolak? Cukup angin yang ditolak, Reganteng mah jangan.”

“Apaan sih. Gue ogah sama cowok playboy kayak dia, mending gue sama David, si Ketos. Secara dia itu cool, gak acak-acakan kayak si Regan.” Ana segera menepis ucapan Evi. Walaupun sebenarnya, perihal perasaan enggak bisa dibohongi. Malam tadi, Ana sangat gugup saat mendapati ajakkan Regan. Karena gengsi menguasai, mau tidak mau ia harus menolaknya dan memertahankan tekad untuk satu orang, yakni David.

“Lo gak usah kepedean deh An, emang si David mau sama lo? Sadar diri lah, si David lebih sering di jodoh-jodohin sama si Bebi atau Kezia.” Ninda terkekeh begitu juga dengan Evi.

Ana bungkam. Ucapan teman sebangkunya memang benar, David sering dijodohkan dengan Bebi atau Kezia. Tapi, tidak sedikit pun berita seperti itu membuat rasanya runtuh. Hanya saja, kehadiran Regan membuat perasaannya terbelah, terlebih cowok playboy itu memiliki pesona yang lebih menggiurkan dari David.

Akhirnya pesanan mereka datang; tiga porsi usus plus dengan es tehnya. Tanpa aba-aba, Evi langsung menyeruput es tehnya dengan mata yang berbinar.

“Gue gak peduli, di hati gue cuma ada dua laki yang gue cintai. Pertama David, kedua Pak Jaya, titik!” Ana melahap usus yang dibaluri sambal miliknya.

“Kalo gue tetap Regantengku unceh!” sahut Evi semangat empat lima.

“Vi, Vi, lo itu ya Regan terus, udah tau dia enggak suka sama lo, buktinya lo belum pernah dia gombalin,” ujar Ninda di tengah-tengah menyeruput minumannya.

Lima belas menit telah berlalu meninggalkan suasana pengap di kantin. Mereka telah duduk di bangkunya masing-masing, sampai Evi berseru kala melihat bangku Regan kosong.

“Hei gaies! Regan ke mana tumben bangkunya sepi?” seru Evi.

“Regan dispen, katanya ada urusan keluarga.” Rama yang menjawab, pasalnya yang lainnya sibuk dengan game online.

Mendengar kabar seperti itu, Ninda terdiam sejenak sambil melihat kembali alamat yang tertera di secarik kertas yang diberikan oleh Regan kepadanya tadi pagi.

Kafe Bintang Biru, Jalan Bratayudha samping Hotel Crown.

O0O

Regan berhenti di depan sebuah rumah bernuansa monokrom, banyak sekali bunga yang menghiasi rumah ini. Dari depan gerbang, kedua bola mata Regan menatap setiap sudut rumah tersebut, sampai keluar seorang pria berkumis sambil membawa satu bunga anggrek. Pria itu tampak terkejut, saat tatapannya mengarah kepada Regan, dengan kerutan di dahinya dia menghampiri Regan.

“Ada yang bisa saya bantu?” tanya pria itu.

“Hm, boleh saya masuk nggak?”

Pria itu terdiam sejenak, kemudian membukakan pintu gerbang untuk Regan. Mereka duduk di teras rumah sambil menikmati keindahan bunga anggrek yang menghiasi area rumah ini.

“Kamu siapa?” tanya pria itu, membuka kembali percakapan.

“Aku Regan Megantara, temannya Ninda.” Regan mengenalkan dirinya dengan senang hati.

Pria dengan kumisnya yang tebal menatap Regan dengan rona kebingungan. Melihat hal itu, Regan menghela napas pendek lalu menggeledah tasnya dan menunjukkan kartu siswa kepada lawan bicaranya.

“Aku sekolah di GHS, begitu juga Ninda. Oke, aku hanya ingin tau apa kesukaannya Ninda,” jelas Regan to the point.

Setelah menatap kartu siswa, pria itu menunjukkan deretan giginya kepada Regan. Perlahan tatapannya mengarah ke atas, mengumpulkan semua data kesukaannya Ninda.

“Non Ninda itu suka bunga anggrek, suka lagu korea, yang betees, betees gitu. Terus dia itu, sering teriak-teriak sayangheo, saranghae, entahlah pokoknya gitu.” Tiba-tiba dia terdiam, “tunggu-tunggu, kok kamu udah pulang, padahal ini baru jam sebelas siang. Kamu bolos?”

“Demi Ninda aku rela bolos, makasih ya infonya Pak—”

“Tatang Mardi Pani atau Tampan.” Pak Tatang menampakkan deretan giginya dengan bahagia, sementara Regan mengangkat jempolnya kepada Pak Tatang.

“Makasih Pak Tampan.” Regan beranjak dari hadapan Pak Tatang.

“Siap.” Pak Tatang masih memertahankan senyumnya yang membentang tanpa batas.

Regan dengan motornya menjauh dari depan rumah Ninda menuju kafe Bintang Biru. Tempat di mana Regan akan mengakhiri permainannya. Sebelum ke sana, Regan mengunjungi banyak toko bunga di pinggiran jalan. Ia membeli beberapa bunga anggrek, untuk menjadi hiasan di meja kafe.

Saat Regan memutuskan untuk dispen, ia langsung menghubungi Om Jamal yang merupakan ayah temannya waktu SMP. Beliau merupakan pemilik kafe tersebut, tanpa menunggu lama Regan langsung mendapatkan balasan darinya. Ya, menurutnya itu ide yang bagus.

Setelah semua bahan-bahan yang dibutuhkan terkumpul, Regan langsung ke kafe Bintang Biru. Dengan bantuan beberapa pelayan, Regan mulai mendekor satu bangku yang berada di ruangan terbuka, dengan air mancur yang melatari bangku tersebut.

“Regan?” sahut Om Jamal sambil berjalan menghampiri Regan.

“Eh, Om.” Regan menyalami Om Jamal sopan.

Bagaimana pun sikap Regan saat di sekolah, tetap saja ia memiliki sopan santun terhadap orang yang lebih tua darinya meskipun pilih-pilih. Toh, saat di sekolah ia selalu berceletuk kepada guru yang menyeramahinya.

“Ada acara apa sampai sesibuk ini, Gan?” tanya Om Jamal.

“Biasalah Om, acara remaja.” Regan tersenyum simpul.

Om Jamal hanya mampu tersenyum menghadapi Regan yang tidak berubah sejak SMP-nya.

“Eh, Om, kalo kabar Ardi gimana?” Regan teringat dengan teman SMP-nya yang menetap di Semarang.

“Alhamdulillah, sehat. Katanya kapan bisa bertemu lagi, rindu ngobrol sama kamu.”

Regan tersenyum. “Kapan ya, kalo udah kelas dua belas memang lagi sibuk-sibuknya. Persiapan ujian, dan praktik.” Ingin sekali Regan tertawa puas, pasalnya apa yang diucapkannya keluar dari fakta dirinya. Toh, jika ini berhasil Regan tidak perlu memikirkan tugas-tugas, biarkan saja Rama yang mengurusnya.

Om Jamal pamit, katanya ada keperluan untuk mengecek pembangunan kafe di daerah utara ibukota ini. Regan kembali mengatur beberapa bunga anggrek lagi, samar-samar para pengunjung di sini mulai berceloteh menanyakan ada acara apa di sini.

Regan menghela napas lega saat semuanya telah teratur sesuai dengan apa yang dipikirannya. Setelah itu, Regan pulang karena waktu hanya tinggal tiga jam lagi menuju pukul delapan malam. Sebelum, benar-benar pergi dari tempat ini Regan memberikan pesan singkat kepada Ninda hanya untuk mengingatkan.

Regan membeberkan senyum. “Ninda, tunggu kejutan gue malam ini.”

O0O

Ninda merebahkan tubuhnya di atas kasur, tampak dirinya sedang mengatur napasnya. Hingga denting ponsel berhasil membuat dirinya mendesah, jarak tas yang hanya beberapa langkah darinya seolah-olah berjarak cukup jauh.

“Regan?”

Jangan lupa malam ini, jam delapan malam. Datang ya, kalo enggak, gue akan jemput lo, love you.

Ninda terdiam sejenak, memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi di sana nanti. Tapi, bukankah ini yang dia tunggu-tunggu? Pembuktian dari laki-laki dengan predikat playboy itu. Sebenarnya ia ingin menolak undangan Regan, tapi ia juga sangat penasaran apa yang akan dilakukan oleh teman playboynya itu. Akhirnya, Ninda membalas pesan Regan.

Oke,  jangan lupa dandan yang cantik. Jangan kayak mak lampir, cukup sikap lo yang kayak mak lampir, muka lo nggak usah.

Enggak di dunia nyata, di dunia maya Regan selalu mengejeknya dengan sebutan ‘Mak Lampir’. Dan ini merupakan alasan kenapa Ninda tidak suka dengan Regan selain dari playboy. Tanpa membalas pesan Regan, Ninda kembali menjatuhkan tubuhnya di atas kasur. Di tatapnya langit-langit kamar, membiarkan rasa tak karuan berpetualang di hatinya.

Tepat jam tujuh malam Ninda mulai bersiap-siap untuk menemui cowok playboy itu. Dengan balutan jeans dan dress berwarna putih, Ninda mulai memoles wajahnya dengan berbagai macam benda halus. Terakhir, Ninda menuntun lipstik tipis di kedua belah bibirnya.

Lima belas menit Ninda mempercantik tubuhnya di depan cermin. Sekarang, ia meraih jaketnya lalu pergi. Tentunya dia sudah izin terlebih dahulu kepada orang tuanya.

Sambil berjalan menuju halaman luar, Ninda mulai memesan taksi online. Puluhan pesan dari Regan ia abaikan, biarlah dia menunggu tanpa kepastian. Sebagai balasan atas ejekkan ‘Mak Lampir’ kepadanya.

Detik berikutnya, taksi pesanannya datang. Segera Ninda masuk ke dalam mobil tersebut, selama di perjalanan hanya hening yang menyelimuti mobil ini. Pikiran Ninda disibukkan dengan berbagai macam alasan kenapa Regan mengajaknya untuk bertemu, dan tadi siang, dia menghilang.

Akhirnya taksi ini berhenti tepat di depan sebuah kafe bernuansa klasik, di halamannya sudah dipenuhi dengan deretan motor, jangan lupakan orang-orang yang berlalu masuk dan keluar dari kafe tersebut. Setelah memberikan ongkos kepada sopir taksi, Ninda sempat mengedarkan pandangannya. Detik berikutnya, seorang pelayan kafe menghampirinya dan mengajaknya untuk masuk.

“Selamat malam,” sambut pelayan itu sopan.

“Selamat malam,” jawab Ninda, menatap penuh ke arah pelayan tersebut.

“Seseorang menyuruhku untuk menyilakan Anda, untuk masuk ke dalam kafe Bintang Biru. Mari,” jelas pelayan itu menyilakan Ninda untuk berjalan.

“Seseorang siapa?” tanya Ninda penasaran.

“Dia akan datang, ketika Anda duduk di bangku nomor satu di kafe ini,” jawab pelayan itu dengan senyumnya yang manis.

Ninda menghela napas pendek, kemudian masuk ke dalam kafe tersebut diikuti oleh pelayan itu. Baru saja kakinya menginjak ruangan pertama, nuansa hangat langsung menyambut kedatangannya. Di tambah instrumen musik yang mengalun, sungguh tenang kafe ini.

Di tengah lampu-lampu yang menggantung di atas kepalanya, Ninda mulai melangkah menuju bangku nomor satu. Kesan pertama yang Ninda dapatkan dari bangku nomor satu adalah terkejut bukan main. Karena alur yang menuntun ke bangku tersebut dihiasi dengan beberapa bunga anggrek, bunga kesukaannya.

“I-ini, eng-gak sal—” Pelayan itu telah pergi melayani pengunjung kafe ini.

Sekarang Ninda sangat bingung harus apa di sini, hendak duduk tapi takut salah. Yang jelas Ninda sangat terpukau dengan pemandangan di hadapannya. Deretan bunga anggrek, satu bangku yang rapi, dan jangan lupakan air mancur kecil yang melatari bangku tersebut.

Di saat Ninda menatap bangku itu, tiba-tiba saja seseorang memeluknya dari belakang. Tentu saja, Ninda berontak agar pelukan itu lepas dari tubuhnya.

“Lo memang cantik, Nin. Silakan duduk.” Dengan balutan kemeja putih Regan duduk di salah satu kursi.

“Makasih! I-ini lo yang bikin?” tanya Ninda masih bertahan di tempatnya.

“Bisa gak, lo duduk dulu. Setelah itu gue bakal ceritakan semuanya.”

Dengan ragu, Ninda mulai duduk di kursi di hadapan Regan. Dengan sikapnya yang sok, Ninda berusaha untuk biasa saja seperti di sekolah.

“Lo mau gak jadi pacar gue?” Bagaikan benturan kapal Titanic dengan gunung es, Ninda tersentak mendengar tutur kata dari mulut Regan.

“A-pa?”

“Gini, gue enggak suka basa-basi tentang hati. Lo mau gak jadi pacar gue, Nin?” Regan mengulang kembali ucapannya sambil menatap serius ke arah Ninda.

Ninda masih bergeming.

“Gue ngelakuin semua ini hanya buat lo, gue tau lo suka sama bunga anggrek dari Pak Tampan. Dari siang sampai sore, gue menghias bangku ini hanya buat lo. Dan gue hanya mau ngingetin, sejak kemarin sampai saat ini gue benar-benar serius, tidak ada unsur main-main. Nin, lo mau nggak jadi pacar gue?”

Ninda mengubah posisi duduknya yang mendadak tidak nyaman, sampai akhirnya matanya beradu pandang dengan Regan.

“Kenapa tiba-tiba saja lo berubah kayak gini?” Ninda masih tidak percaya dengan Regan, pasalnya ini sangat ganjil sekali. Tiba-tiba saja, seorang playboy se-GHS insaf dengan begitu cepat. Apakah ini serius?

“Lo nggak percaya sama gue?” Ninda mengangguk samar, “Oke, gue bakal buktikan kalo apa yang gue lakuin sama lo itu serius. Tapi, gue butuh jawaban lo sekarang, tenang saja besok gue bakal buktiin sampai lo benar-benar percaya sama gue.”

Ninda terdiam sejenak, hingga akhirnya ia menganggukkan kepalanya meskipun masih terasa canggung. “Gue mau jadi pacar lo, tapi kalo besok lo gagal buat gue percaya kita putus!”

Regan tersenyum merekah lalu mencubit pipi Ninda senang sekali. “Waktunya merayakan hari bahagia ini. Oh, iya mulai saat ini kita akan berbicara aku-kamu bukan lo-gue kecuali dengan teman-teman kita. Setiap momen harus diabadikan, kita harus foto bareng dulu.” Regan memanggil pelayan, dan menyuruhnya untuk memotret mereka berdua. Setelah mendapatkan beberapa jepretan, mereka berdua memesan makanan, juga minumannya.

“Lo—hm maksudku kamu lagi ngapain?” tanya Ninda sedikit canggung.

“Karena kita udah resmi jadian, aku ingin semua anak GHS tahu. Agar cewek-cewek yang melirikku, sadar diri bahwa aku udah ada yang punya,” jelas Regan cengengesan.

“Yang harusnya sadar diri itu kamu, bukan mereka.”

Ting!

Ponsel Ninda berdenting tanda notifikasi masuk. Saat membuka pola ponselnya, tatapannya langsung membulat melihat akun dan postingannya.

“Itu akun spesial kita berdua.”

O0O

 

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
U&I - Our World
329      222     1     
Short Story
Pertama. Bagi sebagian orang, kisah cinta itu indah, manis, dan memuaskan. Kedua. Bagi sebagian orang, kisah cinta itu menyakitkan, penuh dengan pengorbanan, serta hampa. Ketiga. Bagi sebagian orang, kisah cinta itu adalah suatu khayalan. Lalu. Apa kegunaan sang Penyihir dalam kisah cinta?
PELANGI SETELAH HUJAN
419      293     2     
Short Story
Cinta adalah Perbuatan
Dearest Friend Nirluka
59      54     0     
Mystery
Kasus bullying di masa lalu yang disembunyikan oleh Akademi menyebabkan seorang siswi bernama Nirluka menghilang dari peradaban, menyeret Manik serta Abigail yang kini harus berhadapan dengan seluruh masa lalu Nirluka. Bersama, mereka harus melewati musim panas yang tak berkesudahan di Akademi dengan mengalahkan seluruh sisa-sisa kehidupan milik Nirluka. Menghadapi untaian tanya yang bahkan ol...
Heya! That Stalker Boy
507      299     2     
Short Story
Levinka Maharani seorang balerina penggemar musik metallica yang juga seorang mahasiswi di salah satu universitas di Jakarta menghadapi masalah besar saat seorang stalker gila datang dan mengacaukan hidupnya. Apakah Levinka bisa lepas dari jeratan Stalkernya itu? Dan apakah menjadi penguntit adalah cara yang benar untuk mencintai seseorang? Simak kisahnya di Heya! That Stalker Boy
Snow
2449      810     3     
Romance
Kenangan itu tidak akan pernah terlupakan
Pesona Hujan
885      467     2     
Romance
Tes, tes, tes . Rintik hujan kala senja, menuntun langkah menuju takdir yang sesungguhnya. Rintik hujan yang menjadi saksi, aku, kamu, cinta, dan luka, saling bersinggungan dibawah naungan langit kelabu. Kamu dan aku, Pluviophile dalam belenggu pesona hujan, membawa takdir dalam kisah cinta yang tak pernah terduga.
27th Woman's Syndrome
9661      1807     18     
Romance
Aku sempat ragu untuk menuliskannya, Aku tidak sadar menjadi orang ketiga dalam rumah tangganya. Orang ketiga? Aku bahkan tidak tahu aku orang ke berapa di hidupnya. Aku 27 tahun, tapi aku terjebak dalam jiwaku yang 17 tahun. Aku 27 tahun, dan aku tidak sadar waktuku telah lama berlalu Aku 27 tahun, dan aku single... Single? Aku 27 tahun dan aku baru tahu kalau single itu menakutkan
HEARTBURN
328      235     2     
Romance
Mencintai seseorang dengan rentang usia tiga belas tahun, tidak menyurutkan Rania untuk tetap pada pilihannya. Di tengah keramaian, dia berdiri di paling belakang, menundukkan kepala dari wajah-wajah penuh penghakiman. Dada bergemuruh dan tangan bergetar. Rawa menggenang di pelupuk mata. Tapi, tidak, cinta tetap aman di sudut paling dalam. Dia meyakini itu. Cinta tidak mungkin salah. Ini hanya...
Nina and The Rivanos
8466      1903     12     
Romance
"Apa yang lebih indah dari cinta? Jawabannya cuma satu: persaudaraan." Di tahun kedua SMA-nya, Nina harus mencari kerja untuk membayar biaya sekolah. Ia sempat kesulitan. Tapi kemudian Raka -cowok yang menyukainya sejak masuk SMA- menyarankannya bekerja di Starlit, start-up yang bergerak di bidang penulisan. Mengikuti saran Raka, Nina pun melamar posisi sebagai penulis part-time. ...
The Ruling Class 1.0%
1161      474     2     
Fantasy
In the year 2245, the elite and powerful have long been using genetic engineering to design their babies, creating descendants that are smarter, better looking, and stronger. The result is a gap between the rich and the poor that is so wide, it is beyond repair. But when a spy from the poor community infiltrate the 1.0% society, will the rich and powerful watch as their kingdom fall to the people?