Ninda menghela napas pendek, saat matanya menangkap akun spesial yang dibuat oleh Regan. Banyak komentar yang memenuhi postingan tersebut, bahkan follower-nya pun semakin bertambah. Bersamaan dengan menjatuhkan tubuhnya ke atas kasur, Ninda juga melempar ponselnya ke sembarang arah di kasurnya. Ia harus siap menjadi gula, yang akan dikerumuni oleh banyak semut esok hari, entah itu semut jahat, atau pun semut baik. Oke! Dia sudah siap!
Sudah pukul sepuluh malam, Ninda masih dalam posisi yang sama; menatap langit-langit kamar dengan pikiran yang terus dihantui kejadian yang akan terjadi besok pagi. Kembali, Ninda membuka instagramnya. Dan benar saja, semakin banyak orang-orang yang menyebut namanya di kolom komentar postingan itu. Sekilas ia membaca beberapa komentar, dan berhasil membuat dirinya memutar bola matanya sebal.
Untuk kesekian kalinya, Ninda mengembuskan napasnya. Baru kali ini, ia dihujat di Instagram dengan berbagai macam kalimat menyesakkan. Namun, Regan langsung bertindak kepada mereka yang tidak menyetujui hubungannya. Dari sini, Ninda tersenyum hambar, hatinya masih belum bisa percaya bahwa dirinya akan berpacaran dengan Regan.
“Aku harap kamu tidak ingkar janji, Gan. Aku menunggu keseriusanmu besok,” gumam Ninda sambil menarik selimutnya.
Dalam hitungan detik, ruangan yang dipenuhi dengan potret kebersamaan dan berbagai macam kebahagiaannya seketika gelap. Baru saja, Ninda hendak menutup matanya suara denting ponsel membuat dirinya memutar tubuhnya dan meraih ponsel yang tergeletak di sampingnya.
Selamat malam, jangan lupa mimpiin aku....
Ninda tersenyum membaca pesan dari Regan, cekatan ia membalas pesan Regan. Setelah itu, ia memejamkan matanya. Karena tidak mungkin, kalau besok akan baik-baik saja baginya, maka dari itu ia akan membutuhkan banyak energi untuk menghadapi besok di sekolah.
Awal pertemuan dengan Regan, Ninda sempat jatuh cinta karena dia tampan. Tapi seminggu pertama, Regan sudah menjadi perbincangan guru karena sikapnya yang brandalan. Dari sana Ninda berusaha untuk tidak jatuh cinta lagi sama dia karena sikapnya seperti itu. Hingga Ninda lupa bahwa sikap manusia bisa berubah kapan saja, dan ini yang terjadi kepadanya. Meskipun ia tahu, semua ini pasti ada faktor pendukungnya. Dan ia tidak tahu apa alasan Regan melakukan ini kepadanya.
O0O
Dengan balutan seragam batik, Ninda mengumbar senyum kepada bayangannya sendiri. Setelah itu, Ninda beranjak ke lantai dasar untuk sarapan bersama keluarganya. Namun, ia mengurungkan niatnya saat mendengar percakapan antara ibu dan ayah di ruangan yang tidak jauh dari kamarnya.
Samar-samar Ninda mulai menguping obrolan mereka yang terdengar sendu. Heran, itulah yang kini menyelimuti dirinya. Ninda berusaha mengintip dari balik pintu kamar orang tuanya, tampak ibunya mengelus-elus pundak sang ayah yang duduk di samping ibu.
“Yah, nanti kita cari jawabannya.” Kata Tira—ibunya Ninda.
“Kalo memang benar, nanti kamu sama Ninda gimana?” Sosok laki-laki bertubuh tegap berbalut kemeja lengan panjang itu terlihat risau.
Ninda tersentak mendengar percakapan mereka, apa maksud dari ucapan ayahnya yang terdengar begitu berat. Dengan ragu, Ninda mengetuk pintu kamar orang tuanya, dan berhasil membuat mereka sedikit terkejut.
“Yah, Bu?”
“Eh, kamu Nin. Ayo Yah, kita sarapan nanti telat loh,” ujar Tira mengakhiri obrolan sensitif dengan suaminya.
Selama di meja makan hanya keheningan yang menyelimuti mereka, semuanya sibuk dengan pikirannya masing-masing. Ingin sekali Ninda menanyakan keheranannya kepada mereka, tapi ia merasa ini bukanlah waktu yang tepat.
“Ayo, Yah!” ajak Ninda seraya beranjak dari meja makan.
Bukan hanya di meja makan, selama perjalanan pun mobil yang diisi oleh Ninda beserta ayahnya terasa sangat membosankan. Ninda ingin berucap membahas percakapan antara ayah dan ibunya, tapi setelah melihat raut wajah ayah, Ninda mengurungkan niatnya untuk bertanya. Sampai mereka tiba di depan sekolah yang telah dilalui oleh banyak siswa-siswi.
Bersamaan dengan turunnya dari mobil, Ninda menghirup udara sedalam-dalamnya kemudian mengempaskannya secara perlahan. Dan benar saja, tatapan orang-orang di sini sudah berbeda, ada yang berseri ada juga yang menyorot tajam. Ninda berusaha tidak peduli terhadap mereka, ia melangkah memasuki area sekolah. Seakan-akan tidak ada kejadian apa pun dalam beberapa jam yang lalu.
Di saat Ninda melewati lorong kelas sebelas, tiba-tiba saja seseorang menghentikan langkahnya. Hal itu membuat Ninda sedikit terkejut dengan aksi adik kelasnya yang menghalangi jalan sambil memegang sebuket bunga warna-warni.
“Kak, ini, tolong kasih sama kak Regan.”
“Maksudnya?”
“Itu ucapan terima kasih, karena telah membuat hati gue baper hampir dua tahun ini.” Cewek itu berlalu dari hadapan Ninda dengan raut wajah tertekuk.
Ninda mengedikkan bahunya, kemudian melanjutkan perjalanannya menuju kelas. Seperti dugaannya, di sepanjang lorong, telinga Ninda terasa panas mendengar obrolan orang-orang yang terus membicarakan hubungannya. Namun, tidak sedikit pun Ninda peduli dengan ucapan-ucapan menyebalkan yang keluar dari mulut mereka.
Baru saja satu langkah memasuki kelasnya, Ninda telah disambut oleh tepuk tangan dari Ana dan yang lainnya.
“Gue nggak nyangka lo bisa jadian sama Regan. Gue pikir lo itu benar-benar benci sama dia, ternyata apa yang diucapkan di film-film itu benar, benci sama cinta beda tipis.”
Ninda membuang muka dari Ana. “Serah deh! Telinga gue udah hampir kebakar dengar ucapan kayak gini.” Ninda duduk di bangkunya dan memasang earphone.
“Kemarin lo yang bilang lo itu benci sama dia tapi sekarang jadian,” ujar Ana sambil menatap Ninda yang sibuk dengan ponselnya. “Ini dari Regan?” sambung Ana sambil meraih sebuket bunga di sampin Ninda.
“Bukan. Itu dari adik kelas buat Regan,” jawab Ninda.
Ana terbelalak mendengar ucapan Ninda. “Kenapa sih, lo mau jadi pacar Regan, udah tau dia itu cowok gak waras, lah lo malah jadian. Udah lo putus aja deh, jangan sampai lo jadi korban,” jelas Ana panjang lebar.
Detik berikutnya, Regan, Rama, dan Gema hadir di kelas. Regan langsung menghampiri Ninda yang terdiam di bangkunya, sementara Rama dan Gema duduk di bangkunya. Seperti biasa, Gema langsung beraksi menyebarkan virus game ke pengisi kelas.
“Nin?”
Ana memutar bola matanya melihat Regan yang tiba-tiba menyenggolnya, lalu duduk di samping Ninda. Ana duduk di bangkunya sambil meraih sebuket bunga yang bertengger di mejanya. Tatapannya diam-diam memerhatikan tingkah laku Regan kepada Ninda. Begitu manis. Namun segera ia tepis dan kembali bangkit menghadap pasangan baru itu.
“Lo tuh ya, kalo mau jadi pacar Ninda, selesain dulu sama pacar yang lain. Nih, bunga dari adik kelas buat lo,” ujar Ana sambil memberikan sebuket bunga kepada Regan.
Regan mengerutkan dahinya heran.
“Oh, iya gue lupa, pacar lo kan banyak, jadi mana mungkin ingat sama adik kelas yang ini.” Ucapan Ana memang sangat mengerikan, tapi tidak sedikit pun Regan terusik dengan ucapannya.
“Miss Poles, mending lo duduk aja, bentar lagi Pak Jaya masuk.”
Regan mengelus punggung Ninda dengan lembut, kemudian tangannya merangkak membelai rambutnya. “Nanti kita pulang bareng, ya. Kamu enggak usah sedih, yang jelas aku milikmu selamanya. Love you!”
Ninda menganggukkan kepalanya. “Kamu harus ingat janji kamu, Gan.”
Regan tersenyum kepadanya lalu beranjak dari bangku Ninda. Saat kakinya hendak melangkah, Evi datang dengan ekspresi wajah yang sangat menyedihkan. Mulutnya mengerucut dan maju. Tidak lupa tangannya melipat di dadanya, sorot matanya pun terfokus kepada laki-laki yang kini menatapnya malas.
Ana yang diam-diam memerhatikan kedekatan Regan dan Ninda seketika terperanjat mendengar hentakan kekesalan yang ternyata berasal dari teman sebangkunya. “Evi?”
“Regan! Kok, lo jahat sih! Kan lo tau gue ini jatuh cinta sama lo! Dan lo Ninda, katanya lo itu enggak suka sama Regan, tapi sekarang lo malah jadian! Lo Munafik Nin!” ujar Evi blak-blakkan, membuat seluruh pengisi kelas menatap ke arahnya, terkecuali Gema yang asyik sendiri dengan gamenya.
Ninda terkejut bukan main, ucapan yang dilontarkan Evi berhasil membuat hatinya tersentuh. Tapi, Ninda bodoh amat atas apa yang diucapakan oleh temannya itu. Karena malas dengan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi selanjutnya, Ninda memasang earphonenya lagi dan menenggelamkan kepalanya.
Puas, Regan mendengar curahan hati Evi, ia melangkah menghadapinya dengan sebuket bunga yang tergenggam di tangan kanannya. Regan turut melipat kedua tangan di dadanya. Sorot matanya lebih tajam dibandingkan Evi, tapi perlu kalian ketahui meskipun tajam tapi memikat.
“Tapi gue enggak jatuh cinta sama lo, gimana?”
Evi terdiam. Mata yang dulunya menatap tajam, kini terlihat sayu. Tangan yang dulunya terlipat di depan dada kini terlepas.
“Nih!” Regan memberikan sebuket bunga kepada Evi. “Lo gak boleh benci sama Ninda. Kalo sama gue, bodo amat!” pungkasnya.
Regan kembali ke bangkunya. Lagi-lagi Regan mengelus rambut Ninda yang lurus. “Love you!”
O0O
Ninda telah berdiri di halte sekolah, sambil menatap ke sebelah kanannya. Sebenarnya, Ninda sangat kesal dengan orang-orang yang duduk di belakangnya, topiknya sama seperti tadi pagi. Mereka bilang dirinya tidak cocok berpacaran dengan Regan.
“Heh, kalian! Masih belum cape juga gibahin gue? Lo sirik sama gue? Harusnya kalian itu sadar diri, kenapa Regan bisa jatuh cinta sama gue?” seru Ninda dengan sedikit emosi.
Orang-orang di sana memutar bola matanya malas.
“Dasar Mak Lampir!” seloroh mereka sambil beranjak dari tempatnya.
“Kalian aja yang Mak Lampir, bisanya gibahin orang!”
Tiba-tiba Regan datang dengan motor ninja merah, ia menatap heran ke arah Ninda yang terlihat kesal.
“Kenapa?”
“Tuh, pacar kamu pada nyinyir!” kata Ninda sambil naik ke motornya.
“Pacar aku kan hanya kamu,” balas Regan.
“Udah, ayo pulang!” Ninda masih sangat kesal dengan orang-orang yang terus membicarakannya.
Regan dan Ninda meluncur meninggalkan sekolah, keduanya tidak berkutik selama perjalanan menuju rumah Ninda. Yang seharusnya menjadi momen romantis di hari pertama mereka pacaran, Ninda malah ketus tidak menghiraukan laki-laki yang kini menjadi pacarnya. Segera Regan turun dan mengekori Ninda masuk ke rumahnya.
“Assalamualaikum Bu?”
“Wa Alaikumsalam, Nin itu siapa?” tanya ibu.
“Siapa?” Ninda mengerutkan dahinya, lalu memutar tubuhnya. Ditatapnya Regan yang tengah mengumbar senyum sembari melambaikan tangan pelan ke arahnya. Ninda menghela napas pendek, “Dia Regan te—”
“Hm, jadi gini tante.” Regan menghampiri ibunya Ninda, sang pemilik ibu membulatkan matanya tidak mengerti apa yang akan Regan lakukan.
“Aku Regan Megantara, pacarnya Ninda. Hm, kalo misalkan beberapa hari ke depan Ninda suka keluar, nah itu keluarnya sama aku. Boleh kan tante, aku jadi pacarnya Ninda?” Regan menatap penuh ke arah Ninda yang membeku di tempat. “Ibu tidak usah khawatir, Ninda akan aman bersamaku, secara aku benar-benar mencintainya.”
Tira menatap Ninda, kemudian tersenyum menatap Regan yang duduk disampingnya. “Enggak apa-apa, asalkan kamu berjanji akan menjaga Ninda,” kata ibu.
“Siap! Dengan ini, Regan Megantara berjanji akan menjaga anak Ibu, baik fisiknya maupun hatinya,” ujar Regan.
Tira tertawa melihat aksi yang dilakukan oleh Regan. “Kamu mau minum apa?” tanya Tira.
“Teh manis aja.”
Tira menatap Ninda sambil mengulas senyum, “Nin, pacarmu haus, tolong kasih teh manis.”
Ninda terbelalak. “Kenapa harus aku, kan bi Ika ada,” sahut Ninda sambil membuang muka setelah terhipnotis oleh kejadian di depannya.
Hati Ninda benar-benar sangat senang melihat pembuktian Regan bahwa dia mencintainya. Sudahkah dirinya menerima Regan sepenuhnya?
“Ini kan pacar kamu, kasihlah yang spesial.”
Dengan malas, Ninda memutar tubuhnya dan berlalu dari hadapan ibu dan juga laki-laki aneh yang berstatus pacarnya itu. Ninda melepas dan menyimpan tas gendongnya ke atas meja makan. Jujur saja Ninda sangat kesal dengan sikap Regan, dan kenapa ibunya mengiyakan ucapannya.
“Aku udah membuktikan keseriusanku, Nin. Bagaimana? Aku gentle kan?” kata Regan sambil duduk dan menarik gelas yang sedang diisi gula oleh Ninda. “Segini juga cukup, kan ada kamu.”
“Kalau berjanji sama ibu udah, kalau sama aku?” Ninda menuangkan air panas ke dalam gelas yang berisi gula dan teh celup itu.
“Apa pun perintahmu, akan aku lakukan, kalau aku mampu mewujudkannya.”
“Serius?” Ninda hanya ingin memastikan apa yang Regan ucapkan bukanlah main-main.
Regan menganggukkan kepalanya. “Aku serius. Sekarang kamu harus berjanji kepadaku, tidak lagi bersikap ketus, dan jangan jauh dari aku. Yang terpenting cintai aku setulus-tulusnya.”
Ninda terdiam cukup lama. Benarkah ini Regan? Cowok yang terkenal karena keplayboyannya? Detik berikutnya Ninda menganggukkan kepalanya seraya tersenyum penuh hayat.
Regan meraih tangan Ninda lalu mengecupnya lembut, “aku mencintaimu.”
O0O