Bel pulang telah berbunyi, membuat gaduh seantero Ganesha High School. Para murid, berhamburan keluar kelas dengan riuh kebahagiaan. Tampak, sebagian kelas XII IPS 1 sibuk memasukkan peralatan sekolahnya. Sampai dua cowok berpenampilan agak kusut, dengan derai peluh di wajahnya muncul di ambang pintu kelas, membuat pengisi kelas terdiam sejenak menatap dua cowok tersebut.
Rama menghampiri mereka sambil tersenyum tipis. “Udah proyek di mana?” tanya Rama dengan tawa mengejek. “Kalian berdua parah banget jadi orang, yang satu terjebak game online, yang satu lagi terjebak game offline.” Rama kembali tertawa.
“Nggak apa-apa, yang penting gue puas. Sabtu besok gue turnamen, doain biar menang duit!” ujar Gema sambil berlalu melewati Rama.
“Gue cuma mau bilang, lusa lo harus siap dengan semua tugas sekolah gue.” Regan berlalu dari hadapan Rama menghadap Ana.
Ana masih sibuk dengan peralatan sekolahnya. Tanpa menatap ke arah Regan yang tiba-tiba hadir dibelakangnya, Ana langsung menyambut dengan ketus.
“Apa?”
“An, mau gak lo pulang bareng sama gue?” tanya Regan.
“Mending sama aku Gan,” timpal Evi cepat.
“Gue nanya Ana bukan lo, Vi. An? Mau kan?” ujar Regan.
Ana menggendong tasnya lalu menghadap Regan. Dengan tatapan malas, serta senyum tipis yang menyertainya, Ana berdecih. “Gan, Gan. Sejak kapan lo jadi seperti ini? Biasanya lo itu gak pernah seperti ini. Ingat ya, sampai kapan pun gue enggak akan pernah mau jalan sama lo.” Ana beranjak dari hadapan Regan dengan sedikit menyenggolnya.
“Tapi gue kan bawa motor,” balas Regan yang dibalas dengan lafal penolakan dari mulut Ana.
Regan menaikkan bahunya. Baru saja ia memutar tubuhnya, Ninda telah berlalu dari hadapannya tanpa menoleh sedikit pun. Regan menghela napas pendek kemudian tersenyum, dan berjalan menuju bangkunya. Regan menjatuhkan tubuhnya, seraya meraih buku lalu mengipaskan ke wajahnya.
Setelah diperhatikan sejauh ini, hanya Ninda yang merespons ‘baik’ setiap aksi yang dilakukannya. Regan semakin yakin, bahwa Ninda yang akan menjadi garis finis dalam permainan ini. Sekarang, yang perlu Regan pikirkan adalah waktu yang tepat untuk memastikan garis finisnya.
Regan telah menaiki motor ninja merahnya. Dengan tatapan yang tajam, Regan menarik gas dan mengatur kuplingnya. Kaki kirinya begitu lihai dalam mempermainkan persneling. Jarak yang ditempuh oleh Regan cukup jauh, dan cukup padat di jalanan. Hal itu membuat Regan harus berkali-kali menghela napas kasar melihat keadaan jalanan ibukota yang seperti ini.
Rumah bak istana kerajaan adalah pelabuhan yang dituju olehnya. Pak Yayan yang ditugaskan untuk menjaga tanaman hias halaman rumah, menyambut kedatangan putra sulung dari keluarga Megantara. Pemilik perusahaan tas dan kuliner yang mendunia, dengan puluhan pabrik dan restoran tersebar di Indonesia dan negara asia tenggara lainnya.
Bukan hanya Pak Yayan, Bi Surti pun menyambut kedatangannya. Seperti biasa beliau menyiapkan makanan untuknya sekaligus merawat ibunya yang sedang terbaring lemah di kamar. Inilah yang membuat Regan menjadi tidak terlalu peduli terhadap sekolahnya. Ayahnya sibuk mengurus perusahaan, bahkan sekarang beliau ada di Yogyakarta untuk meninjau pembangunan pabrik di sana.
Regan merasa hidupnya sangat monoton, tidak ada belaian kasih sayang sang ayah. Dan kini ibunya sakit parah. Selain perdebatan sebagai pemicu turunnya kesehatan beliau, hal ini juga di disebabkan karena ibunya pemikir keras—terlihat beliau sering melamun jarang berbicara apalagi tersenyum.
Saat dirinya melintas melewati kamar sang ibu, sekilas netranya menangkap perempuan hebat sedang tertidur dengan balutan selimut. Samar-samar Regan mengembangkan senyum untuk ibunya.
Semenjak Regan memasuki SMA, orang tuanya sering bertengkar sampai mengeluarkan kata-kata kasar bernada kutukan. Dari sana kondisi ibunya tiba-tiba down. Ketika Regan duduk di kelas sebelas pun sama, akibat dari perdebatan tersebut perpisahan terjadi di antara keduanya. Seminggu sepeninggalan ayah, kondisi ibunya benar-benar menurun drastis dan berakhir di ruang rawat inap rumah sakit selama beberapa hari.
Pikiran Regan sangat kacau, melihat orang tuanya sering bertengkar. Tidak ada lagi perhatian, tidak ada lagi kebersamaan, tidak ada lagi kebahagiaan, semuanya berjalan layaknya orang asing yang berseliweran di hotel.
Bi Surti menyiapkan minum dan beberapa makanan ringan ke kamar Regan yang memiliki fasilitas hotel bintang lima. “Kak, ini camilannya.”
“Makasih Bi. Kondisi ibu gimana?” tanya Regan.
“Alhamdulillah, sekarang ibu udah mau bicara lagi, dan pokoknya sekarang kondisi ibu udah ada peningkatan,” jelas Bi Surti.
“Bi, kalo ada apa-apa bilang ya, dan kalo ibu minta apa-apa tolong kasih. Masalah uang, Bibi tinggal bilang aja. Dan,” Regan menghela napas pendek, “Bi, terima kasih udah jagain ibu.”
Bi Surti menganggukkan kepalanya sambil tersenyum. “Iya, enggak apa-apa. Kalo begitu bibi permisi dulu.”
Sepeninggalan Bi Surti, Regan merebahkan tubuhnya di atas kasur. Tidak terbayang olehnya, keluarga yang dulunya penuh kasih sayang kini runtuh begitu saja. Regan tidak menyalahkan siapa pun, yang jelas dia benar-benar benci dan kecewa dengan orang tuanya.
Regan meraih ponselnya, tanpa berpikir panjang ia langsung menekan ikon game PUBG di layar ponselnya. Ia mulai mengundang Gema dan juga Rama untuk main bareng. Bisa dibilang, hanya mereka yang selalu menghiburnya selama ini.
Setelah berjam-jam Regan bersitatap dengan ponselnya, ia menyudahi main PUBG bersama teman-temannya. Pikirannya, malah mengingatkan tentang game yang Rama berikan untuknya. Cekatan, ia mengirim pesan kepada Ana yang berisi ajakan untuk makan malam, malam ini.
Menunggu selama beberapa jam, hingga pukul sepuluh malam tidak ada balasan darinya. Namun, detik berikutnya cewek itu membalasnya.
Ups! Udah jam sepuluh, sorry ya!
Regan menghela napas pendek. Lalu ia melempar ponselnya ke sembarang arah, di sini pikirannya mulai berkutat tentang dua cewek yang telah fiks untuk menjadi garis finisnya.
Oke, jika Ninda menyetujui acara makan malam besok, akan gue usahakan, besok adalah akhir dari permainan ini. Tekadnya.
Regan memasang earphone, sebuah lagu dari John Legend berhasil membawa dirinya terbang mengarungi alam mimpi yang entah di mana ia akan berlabuh.
O0O