Perapian menyambut hangat pertemuan ini, Mbah Kakung juga ikut hadir sekedar untuk mendengarkan orang muda berkutik pada perkara dunia yang menurutnya tidak penting. Suara gemeletuk arang dan bara api terdengar samar, kalah dengan derasnya gemercik hujan yang tampiasnya membuat basah pintu dan jendela.
“Aku khawatir masalah ini akan panjang...” kekhawatiran kami semua sama. Pak Wicak menyambangi rumah mbah kakung, sengaja agar bisa berdiskusi dengan Aku, Sabang, Guna dan El.
“Uji dari lab forensik menunjukan hasil yang ganjil tentang tulang manusia yang kita temukan kemarin, Pak. Ada ketidakcocokan antara rahang gigi dan tukang panggul yang kami analisis, seperti berasal dari dua individu yang berbeda. Tapi mungkin aku akan coba mendiskusikannya dengan Eoni lebih jauh tentang siapa sebenarnya dia atau mereka.” El mulai menyinggung tentang hasil penelitiannya yang entah bagaimana ceritanya tiba-tiba ia meminta perpanjangan waktu pengkajian.
Pak Wicak terlihat manggut-manggut, ia pandai menolerir sesuatu selama anak buahnya serius dalam bekerja.
Hujan di luar nampaknya tidak mengalahkan konsentrasi dalam percakapan ini, meskipun pohon-pohon menjadi ramai karena berjumpa dengan badai, tapi kami yang di dalam tidak sekalipun menghiraukannya, sebab bencana yang dibuat oleh alam sama mengerikannya atau bahkan lebih mengerikan dengan bencana yang dibuat manusia.
“Nadif, tolong kau kawal berita dan report dari media cetak maupun digital, buat klarifikasi yang aman agar projek ini tidak terlalu mengundang perhatian.” Aku sudah tahu pasti Pak Wicak akan mengandalkanku untuk hal ini.
Petir di luar menggelegar beberapa kali membuat ayam peliharaan Mbah Kakung terkejut dan meringkuk takut di pojok kandang.
“Sekarang giliran kalian, paparkan cerita versi apapun itu tentang kecurigaan-kecurigaan kalian selama ekspedisi ini berjalan. Aku yakin otak muda kalian masih lebih fresh untuk mencerna masalah seperti ini. Sebab, dugaan-dugaan yang tidak perlu sudah tertalu banyak memenuhi kepalaku.” Itu benar, aku merasa Pak Wicak terlihat bertambah tua dengan cepat semenjak pra-ekspedisi.
Aku yang membuka kata.
“Aku tidak pernah menaruh kecurigaan pada siapapun di sini. Aku pikir dan aku harap, training kita sebelum penerjunan sudah membangun bonding yang ideal antara anggota satu sama…”
“Kau terlalu berpikiran positif, kawan. Hentikan itu,” Guna menyela pembicaraanku, aku tahu kadang sikapku yang satu ini memang memuakkan di saat-saat tertentu.
“Guna, biarkan Nadif dengan isi kepalanya.” Pak Wicak membelaku.
Aku paham mengapa mereka tidak sabaran untuk perkara ini, sudah puluhan malam sering kita habiskan hanya untuk membicarakan topik yang itu-itu saja. Baru kali ini kami punya momen untuk meluapkan semuanya di depan orang yang tepat dan penting.
“Aku tak sedikitpun berharap jika pelaku yang membuat kita kesusahan dan kehilangan banyak hal adalah bagian dari kita sendiri, aku sungguh tidak ingin, maka biarkan aku menjelaskan. Aku memang tak pernah setuju jika dahulu orang-orang pernah mencurigai Sabang sebagai orang yang harus kita waspadai, dan kecurigaan itu ternyata tidak terbukti sama sekali. Namun aku punya argumen lain yang mungkin bisa lebih dipertimbangkan, walaupun aku tidak berharap dugaanku benar. Ini adalah tentang Pak Jayadi dan Mas Aji, aku menyimpan banyak keluhan tentang mereka berdua, baik itu secara hubungan pertemanan maupun kerja. Untuk beberapa berita yang setiap minggu aku kirim ke media cetak dan elektronik, mereka selalu mengoreksi beberapa redaksi yang mereka rasa kurang pas, padahal anggota yang lain tak merasa bermasalah dengan itu. Aku tak tahu apakah itu hanya dalihnya saja untuk mengetahui kemajuan projek atau ada maksud lain yang tidak aku mengerti. Tapi mereka selalu menggali informasi-informasi baru lewat narasiku.
“Aku juga merasa ada beberapa kegiatan ganjil yang dilakukan oleh mereka. Yang paling terbaru adalah kemarin lusa, hari di mana aku potong rambut. Aku melihat mereka berdua tengah melakukan pertemuan dengan orang yang menurutku mencurigakan dan sudah sepatutnya kita cari kepastian pada orangnya sekedar untuk bertanya kepentingan apakah yang mereka lakukan itu. Saat kejadian ada Eoni juga, dan ia punya analisis yang lebih mantap dari sekedar hipotesisku. Esok jika perlu akan aku tanyakan.” Saat menyinggung perkara gadis itu Sabang melirikku. Aku tahu, ia tak ingin sang gadis terlibat dalam masalah pelik ini.
Aku menceritakan seluruh isi kepalaku dan peristiwa ganjil yang kerap aku temui, tidak hanya pada satu dua orang, aku juga sempat menjelaskan beberapa hal yang tidak aku sukai pada kebiasaan Pak Wicak yang membuatnya bisa saja dicurigai, meskipun aku paham betul Pak Wicak tidak akan sejahat itu. Pasalnya Pak Wicak kerap kali meninggalkan tempat ekspedisi dengan alasan menyambangi projek ekskavasi situs lain secara tiba-tiba dan kadang jadwalnya tidak aku ketahui. Aku tentu tidak akan berfikir yang tidak-tidak tentang Pak Wicak, aku hanya tidak ingin orang lain melakukannya.
Setelah aku, giliran Guna yang meluapkan isi kepalanya. Aku rasa sesi ia bercerita adalah yang paling panjang dibanding aku dan Sabang. El tidak terlalu banyak berkontribusi pada diskusi ini, seperti yang aku bilang di awal, ia adalah ahli forensik yang amat ahli dengan bidangnya. Dia tidak terlalu menaruh antusias yang besar tentang hilangnya benda purba atau warisan nenek moyang.
Malamnya alam lebih tenang, hujan berhenti setelah Mbah Kakung bergumam “..redalah reda,” dari kamarnya yang terang remang-remang.
Pukul satu dini hari, seluruh sudut pandang selesai. Pak Wicak tidak banyak mengoreksi atau menyela keluhan kami. Namun gurat paras dan wajahnya menunjukkan hal lain seolah memberitahu bahwa ia sedang mencemaskan banyak hal.
Setelah satu teko air bening hangat tandas dan lima gelas kopi tinggal ampasnya, Pak Wicak menutup hari. “Terima kasih banyak anak-anakku, aku rasa aku bisa mengandalkan kalian, aku butuh pikiran jiwa muda seperti kau-kau ini. ingat! Tidak semua yang terlihat tidak ada, bukan berarti tidak nyata. Dan ketika ia terasa ada, tidak otomatis ia bisa dipastikan nyata. Dunia ini selalu dipenuhi dengan ketidaktahuan. Aku ingin kalian selalu berhati-hati baik dari apa yang kalian ketahui maupun yang tidak.”
Ini hari yang panjang, kita semua harus istirahat.