Sore itu David duduk di tepi pantai Marunda, menatap sisa-sisa bangunan rumah nelayan yang porak-poranda dihajar ombak besar. Pantai Marunda semakin terkikis akibat abrasi. Hutan mangrove penahan ombak sudah langka, ditambah dengan penggalian pasir laut di lepas pantai Teluk Jakarta, membuat arus laut leluasa menggerus Marunda, menenggelamkan puluhan rumah di bibir pantai.
David teringat perdebatan dengan mamihnya, kemarin malam. Waktu itu David bicara soal pengakuan Vicky. Mamihnya bilang itu bohong. Lantas David bertanya soal si bule yang mirip Arnold Zegar-Zeger.
“Sebetulnya mau apa orang itu mencari mamih di pasar Marunda?”
Rosyidah angkat bahu. “Dia itu cuma orang yang salah alamat.”
David tak percaya, dia mendesak mamihnya. Akhirnya Rosyidah marah, dan menampar anaknya. Perdebatan itu terdengar oleh Haji Kodier, sehingga dia dan istrinya segera datang, khawatir terjadi hal-hal yang buruk.
“Kagak ada apa-apa Pak Haji. Cuma tadi aye kelepasan marahin David. Tapi dia kagak kenapa-napa kok.” ucap Rosyidah.
David menatap mamihnya dengan hati berontak, dia ingin kebenaran. Akhirnya dia bicara, “Saya kesel Babe ... ada bule yang membuntuti mamih. Saya pikir bule itu mungkin ... mungkin suka sama mamih saya.”
“Oooh ... bule yang itu, ya?” ucap Bu Haji, “Memang aye pernah lihat ada bule yang memperhatikan rumah kontrakan kite, aye kira tuh bule pengin ngontrak di mari. Tapi masak sih? Kelihatannya tuh bule orang kaya, soalnya dia ke daerah sini naek mobil bagus. Jadi bule itu ngejar-ngejar lu, Rosi?”
“Kagak Bu Haji, aye kagak kenal.” Rosyidah melotot pada anaknya.
“Tapi kenapa mamih kayak yang ketakutan melihat bule itu?” tanya David.
“Mamih nggak takut!” tukas Rosyidah.
Haji Kodier menatap tajam pada Rosyidah, “Rosi, tolong bilang yang jujur sama kita, apakah bule itu ... bapak dari anakmu?”
“Bukan Pak Haji ... bapaknya David mah sudah lama meninggal. David juga tahu wajah bapaknya.”
“Bener begitu, Dapit?” Babe Haji Kodier menatap David.
“Iya Be, papi aye meninggal waktu umur aye delapan tahun. Waktu kecil aye diasuh sama kedua orang tua kandung, jadi aye tahu wajah papi aye.”
Bu Haji bertanya lagi, “Rosi, siapa itu bule? Kenapa menguntit lu? Apakah dia itu masih kerabatnya bapak si Dapit? Kalau iya, lu kudu ngasih tau sama anak lu, supaya dia kagak kehilangan jejak nasab dari bapaknya.”
Haji Kodier membujuk, “Rosi, dosa gede kalau menggelapkan asal-usul anak kandung lu sendiri. Bilang sama Dapit sekarang juga, siapa si bule itu?!”
Rosyidah menangis. Namun akhirnya, keluarlah seluruh pengakuan Rosyidah tentang masa lalu dirinya dan David. Bahwa setelah pemberitaan kematian Gregory, keluarga Smith sudah mengutus orang ke Indonesia untuk mencari anak Gregory. Rosyidah takut sekali jika David direbut dari tangannya. Dia segera pergi, berpindah-pindah.
Kepada David, Rosyidah mengatakan bahwa orang-orang bule yang mendatanginya itu adalah mafia narkotika, para penjahat. Selama bertahun-tahun David percaya bahwa ada mafia narkotika yang mengejar dirinya dan mamihnya. Rosyidah mengubah identitas David, menghapus nama Smith, supaya tidak terlacak. Setelah pindah ke Marunda, Rosyidah merasa aman dari pencarian oleh keluarga Smith.
Ternyata di awal tahun ini keluarga Smith berusaha mencari lagi. Pria yang mirip Arnold Zegar-Zeger adalah pengacara yang diminta bantuan oleh keluarga Smith untuk kembali melacak keberadaan David Bastion Smith. Rosyidah takut kehilangan anaknya, sampai-sampai dia bilang pada Arnold, bahwa David sudah lama meninggal, kena wabah DBD. Itulah yang dikatakan oleh Rosyidah saat terakhir kali Arnold menemuinya di Pasar Marunda. Saat itu Arnold tak percaya. Namun obrolan tak bisa berlanjut, karena keburu diganggu sama Aderoy yang pengin pamer tato.
David kecewa dengan kebohongan mamihnya. Tanpa bicara, dia langsung pergi meninggalkan rumah.
“David, mau ke mana? Jangan pergi! Maapin mamih!”
“Tenanglah Rosi.” bujuk Bu Haji, “Nanti biar Udin yang nyusul Dapit. Paling juga anak lu pergi ke pantai, kagak bakalan jauh-jauh.”
David berjalan-jalan di pantai dengan telanjang kaki, merasakan jilatan ombak pada kakinya. Lalu dia melihat Udin berlari ke arahnya. Menyusul di belakang Udin, ada Christiano dan Vicky, juga pria bule itu, yang mirip Arnold Zegar-Zeger.
“Nah bener kan, kalau lagi bete lo pasti ada di sini.” ujar Udin, “Vicky datang ke rumah lo. Mamih bilang dia boleh ketemu lo, cari aja di pantai.”
David menatap Vicky, lalu beralih pada Arnold Zegar-Zeger. Pria bule itu mengajak bersalaman, memperkenalkan dirinya sebagai kerabat dari mommy-nya Vicky. Namanya Paul, bukan Arnold Zegar-Zeger.
“Kamu tidak senang kalau aku ini sepupu kamu?” tanya Vicky.
David menunduk sejenak, berpikir harus menjawab apa. Ya Tuhan, kenapa ... Vicky harus menjadi sepupu gue?! Tapi itulah kenyataan yang harus gue telan.
Akhirnya David tersenyum, lalu bicara, “Tentu saja saya senang, ini kejutan sekali.”
Vicky lalu bertutur, bahwa keluarga Smith punya dua anak lekaki, Samuel dan Gregory. Mulanya Gregory bekerja di Amerika, sebagai ahli kimia di sebuah pabrik farmasi. Namun kemudian, ada tawaran untuknya bekerja di luar negeri. Orang tuanya ingin Greg tetap di negerinya, namun Gregory berkeras pergi ke Asia, entah karena tawaran gaji yang lebih besar, atau keinginan bertualang ke negara lain.
Mulanya Gregory tinggal untuk bekerja di Vietnam, Malaysia, Singapura, kemudian beralih ke Indonesia hingga beberapa tahun. Dan berakhir dengan kematiannya 9 tahun lalu, dalam penyerbuan polisi terhadap sebuah pabrik cat yang sebenarnya adalah pabrik narkoba.
Polisi Indonesia yang pada awalnya mengirim jenazah Gregory ke RS. Polri, mendapatkan alamat Gregory dari dompetnya. Lalu staf konsulat Amerika mengirim jenazah dan beberapa barang milik Gregory ke Amerika. Salah satu barang tersebut adalah selembar foto Gregory bersama Rosyidah dan David Bastion Smith, dengan latar belakang tugu Monas. Saat itulah keluarga Smith tahu bahwa Greg punya anak di Jakarta. Ayah Greg minta bantuan pegawai di kedubes Amerika di Jakarta untuk melacak keberadaan cucunya. Namun tak berhasil.
Sementara itu, kakak kandung Greg yang bernama Samuel Smith juga menikah, punya tiga anak, punya pekerjaan yang layak. Namun empat tahun lalu Samuel beserta istri dan kedua anaknya tewas dalam kecelakaan pesawat saat mereka hendak liburan musim panas ke daerah wisata. Ketika musibah itu terjadi, Vicky tidak sedang bersama orang tuanya, dia sedang ikut perkemahan remaja yang diadakan oleh sebuah gereja.
Kecelakaan tragis yang dialami keluarganya, menghempaskan Vicky menjadi yatim piatu, hanya punya grandpa dan grandma. Kemudian grandpa juga meninggal, dengan berwasiat agar melanjutkan pencarian terhadap cucu laki-lakinya. Grandpa Smith merasa yakin bahwa cucunya itu masih hidup, dan kelak bakal bisa saling bantu dan saling mendukung dengan Victoria. Grandma Smith juga sangat ingin bertemu dengan cucu laki-lakinya itu.
Tiga tahun lalu, Vicky dan neneknya datang ke Jakarta untuk memulai sebuah pencarian. Vicky tinggal di rumah kerabat mommy-nya, sementara Grandma Smith memilih tinggal di panti werdha.
Paul yang mirip Arnold Zegar-Zeger itu bersedia membantu melacak keberadaan Rosyidah, jika Rosyidah sudah ditemukan, akan mudah menemukan David Bastion. Ternyata biarpun Rosyidah sudah ditemukan di Marunda, tak mudah mengorek keterangan dari mulutnya. Rosyidah bahkan sempat mengaku bahwa anaknya dari Gregory sudah meninggal. Paul tak percaya, lalu kembali mengintai. Dia melihat Christiano, dan mengira itulah anak Greg.
Merasa percuma menanyakannya pada Rosyidah, kemudian Paul memilih jalan pintas dengan menangkap Christiano, ambil sampel darahnya untuk uji DNA, sebagai pembanding adalah sample DNA yang pernah diambil dari Grandpa Smith. Namun ternyata tidak identik.
“Jadi waktu gue diculik itu, ternyata buat ngambil sedikit darah gue, buat dicocokin dengan DNA punya kakeknya Vicky.” Christiano menjelaskan.
“Saya minta maaf bikin kamu kaget.” ujar Paul kepada Christiano, “Tapi waktu itu sebetulnya teman saya sudah bicara baik-baik sama kamu, hanya kamunya curiga, terus kamu memukul teman saya itu. Akhirnya kamu diambil paksa, masukin ke mobil. I’m sorry kalau kejadian itu bikin kamu takut.”
“Ah, saya sih kagak takut, biasa aja lagi.” jawab Christiano.
David menyenggol temannya. “Waktu itu lo kan, sampai bolos sekolah, sampai mau nangis, mau lapor ke Komnas HAM atawa KONTRAS, saking lo ketakutan ....” David tertawa. Christiano menonjok pelan perut David.