Read More >>"> LATHI (MASA LALU) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - LATHI
MENU
About Us  

Monik berteriak. Dahinya terasa nyeri akibat benturan tak disengaja dari pintu yang dibuka tadi. Sementara itu, pria yang membuka pintu cepat-cepat meminta maaf. Pria itu menyoja. Setelahnya, si pria terus menerus menanyakan keadaan Monik. 

 

“Sekali lagi, maafkan saya, Nona. Kamu nggak apa-apa, kan?”

 

“Ya … lumayan. Sakit.”

 

“Saya sungguh nggak sengaja. Saya minta maaf.”

 

“It’s oke. Nggak apa-apa. Saya baik-baik aja, Pak.”

 

“Jangan panggil saya, Pak. Saya belum menikah. Nama saya Rey. Nama kamu siapa?”

 

“Saya Monik. Saya permisi dulu.”

 

“Ya. Hati-hati di jalan.”

 

Monik berbalik hendak melanjutkan perjalanan. Namun, langkahnya terhenti ketika melihat seorang perempuan dengan rambut lurus sepunggung baru saja turun dari mobil berwarna putih. Perempuan itu pun terkejut ketika melihat Monik. Darah Monik tersirap ketika mata mereka saling bertatapan. Bayang-bayang masa lalu ketika Amora melakukan perundungan terhadapnya membuatnya tiba-tiba merasa tidak nyaman. 

 

“Hai, Monik. Lama kita nggak jumpa,” sapa Amora dengan senyum mengintimidasi yang sangat dibenci oleh Monik sejak dulu. “Gimana kabarmu?”

 

“Aku baik-baik saja, Amora. Nggak usah terlalu basa-basi sama aku. Aku permisi dulu.”

 

“Syukurlah kalau kamu baik-baik saja, Monik.”

 

“Ya, aku akan tetap baik-baik saja apa pun yang terjadi.”

 

Raut wajah Amora berubah. Perempuan itu tiba-tiba menampakkan kemarahan yang sebelumnya tidak diperlihatkannya. Terlebih ketika Monik menaiki mobil berwarna biru metalik tanpa menyapanya. Amora merasa diremehkan oleh orang yang pernah dirundungnya. 

 

Sementara itu, Monik melajukan kendaraannya dengan kecepatan tinggi. Perasaan takut dan marah bercampur aduk menjadi satu. Ya, hingga bertahun-tahun setelah peristiwa perundungan yang pernah menimpanya, dia masih saja takut menghadapi Amora. Akan tetapi, sebisa mungkin dia tidak ingin memperlihatkan perasaan itu pada Amora. 

 

Monik ingat betul bagaimana Amora berusaha merusak mentalnya ketika dirinya masih duduk di bangku kelas dua SMA. Saat itu, Amora adalah anak baru yang begitu dicintai oleh guru-guru di sekolah. Setiap kali berbuat kesalahan, Amora tidak pernah mendapatkan teguran apalagi sanksi. Sangat berbeda dengan murid-murid lain yang bukan dari kalangan orang-orang terpandang, termasuk dirinya. 

 

Di suatu pagi, di bulan Oktober, Amora dengan sengaja menyalakan korek api, lalu membakar rambut Monik. Namun, Monik cukup beruntung karena dia dengan cepat mematikan api itu sebelum menyebar ke seluruh tubuhnya. Sayang, kejadian itu membuat Monik mau tidak mau harus memotong rambutnya yang terbakar.

 

Kesakitan demi kesakitan yang dirasakan oleh Monik tak berhenti sampai di situ. Amora dan gengnya yang sesama orang kaya seakan-akan tidak puas dengan apa yang dilakukan mereka kepada Monik. Mereka bahkan mendatangi ibu Monik yang orang tua tunggal itu ketika sedang dalam perjalanan pulang ke rumah. 

 

Saat itu, hari hampir malam. Ibu Monik menaiki motor tuanya setelah seharian berjualan sayur di pasar. Tiba-tiba dari arah berlawanan, sebuah mobil yang dikendarai oleh Amora berjalan cepat sehingga hampir menabrak motor sang ibu. Ibu Monik cukup beruntung karena bisa menguasai kendaraan yang tengah dinaiki. 

 

Kala itu Monik cukup terhibur ketika sang ibu berhasil membalas perbuatan Amora dan teman-temannya. Dengan satu bentakan saja, geng Amora kocar-kacir. Mereka bahkan tak lagi bisa merundung ibu Monik. Meski demikian, itu tidak berlaku bagi Monik. Perbuatan ibu Monik justru menjadi alasan bagi Amora untuk melakukan perundungan dengan lebih kejam. 

 

Kini Monik menepikan mobilnya. Dia memukul-mukul setir mobil, lalu menangis sekeras mungkin. Setelah bertahun-tahun lamanya mencoba bangkit, nyatanya itu belum cukup membuat sakit hatinya terobati. Intimidasi-intimidasi yang pernah diberikan oleh Amora begitu membekas dan sulit untuk sembuh. Itu seperti luka yang membusuk dan tak kunjung mendapatkan pengobatan yang tepat. 

 

Tangisnya terhenti ketika ponselnya berdering. Monik buru-buru menghapus air matanya, lalu menerima panggilan video itu. Dia tidak ingin orang yang kini meneleponnya tahu bahwa luka itu kembali muncul. 

 

“Hai, Ma.”

 

“Monik, ayo makan malam di luar.”

 

“Mama mau makan malam di mana?”

 

“Mama pengen makan sapo tahu yang ada di restoran Xin-Xin. Kamu mau nggak anter Mama?”

 

“Ya, Ma. Tunggu Monik pulang, ya. Mama siap-siap dulu.”

 

Wajah bahagia sang ibu adalah segala-galanya bagi Monik. Jadi, dia berusaha sekuat tenaga bagaimana menghasilkan banyak uang untuk menyenangkan hati sang ibu. Beberapa tahun lamanya, dia mengambil sebuah jurusan Public Relation di perkuliahan untuk mengembangkan kemampuan berbicaranya dan negosiasi. Pengalaman-pengalaman di masa lalu yang dialami oleh sang ibu kemudian membuatnya mencoba menemukan teori-teori yang berkaitan dengan hubungan pacaran dan pernikahan. 

 

Monik menarik napasnya dalam-dalam. Dia tersenyum, mencoba memasukkan afirmasi-afirmasi positif, lalu melaknjutkan perjalanan. Hanya butuh waktu lima belas menit untuk sampai di rumahnya. Akan tetapi, ketika dia akan memarkirkan kendaraannya di halaman rumah, dia dikejutkan dengan seorang laki-laki paruh baya yang berdiri di depan rumahnya. 

 

Laki-laki itu tampak tidak asing baginya; tubuh tinggi, berkacamata, berpakaian rapi, dan masih terlihat tampan meski ada beberapa kerutan. Pria paruh baya itu berdiri mematung di depan rumah Monik dan tidak melakukan apa pun, hanya bersandar pada mobil berwarna hitam yang terparkir juga di halaman rumah gadis tiga puluh tahun itu.

 

“Selamat sore, Anda mencari siapa?” tanya Monik setelah keluar dari mobilnya. 

 

Laki-laki itu tertegun. Matanya bahkan tidak berkedip ketika melihat Monik. 

 

“Bapak, maaf. Bapak mencari siapa?” 

 

Pertanyaan Monik menyentak pria itu. Si pria berkumis yang memakai jaket denim berwarna hitam dipadu dengan celana jins dan sepatu kets itu salah tingkah. Baru saja dirinya akan menjawab pertanyaan Monik, ibu Monik sudah membuka pintu. 

 

Langkah ibu Monik terhenti ketika melihat pria itu. Mereka berdua saling berpandangan satu sama lain. Tidak ada ekspresi pada raut wajah sang ibu ketika melihat si pria yang berdiri di samping Monik. Berbeda dengan si pria yang terlihat penuh cinta tatkala memandang wajah ibu Monik. 

 

“Kenapa kamu datang ke sini?” 

 

Pria itu salah tingkah, sedikit tersentak dengan respons yang tiba-tiba. 

 

“Aku … aku hanya … rindu.” 

 

Percakapan itu membuat Monik bertanya-tanya. “Maaf, Anda siapa, ya?”

 

“Saya ….”

 

“Dia ayahmu, Monik,” ucap ibu Monik tanpa basa-basi. Sejurus kemudian, wanita 50 tahun itu menatap lekat pria yang tengah berdiri di tengah-tengahnya dan Monik. Ibu Monik tak peduli meski Monik menampakkan raut wajah terkejut. “Jadi, apa yang kamu inginkan dari kami setelah berpuluh-puluh tahun kamu menghilang tanpa kabar? Lihat, anak gadismu ini sudah tiga puluh tahun dan kamu baru datang sekarang.”

 

“Maafkan aku, Rina. Sungguh.”

 

“Ramon, aku sudah memaafkanmu sejak dulu. Akan tetapi, jika kamu ingin membawa anakku bersamamu, maaf, aku tidak bisa.”

 

“Lagi pula … aku nggak mau sama kamu. Aku tidak peduli kamu ayah kandungku atau tidak, tapi … alangkah lebih baiknya jika kamu pergi saja.” 

 

Ucapan Monik baru saja membuat Ramon—sang ayah—merasa tertampar. Lelaki itu baru sadar jika dirinya telah menorehkan luka yang teramat dalam bagi Monik. 

 

***

Tags: twm23

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (3)
  • tika_santika

    Pembukaan yang menarik, semangat Bundo 😍

    Comment on chapter KAFE
  • ibnurini

    Kewreeeeeenn Bundo, semangaaaatt teruuuzzz

    Comment on chapter KAFE
  • AjengFani28

    Menarik nih kak

    Comment on chapter KAFE
Similar Tags
Seiko
359      258     1     
Romance
Jika tiba-tiba di dunia ini hanya tersisa Kak Tyas sebagai teman manusiaku yang menghuni bumi, aku akan lebih memilih untuk mati saat itu juga. Punya senior di kantor, harusnya bisa jadi teman sepekerjaan yang menyenangkan. Bisa berbagi keluh kesah, berbagi pengalaman, memberi wejangan, juga sekadar jadi teman yang asyik untuk bergosip ria—jika dia perempuan. Ya, harusnya memang begitu. ...
Jelita's Brownies
2902      1246     11     
Romance
Dulu, Ayahku bilang brownies ketan hitam adalah resep pertama Almarhum Nenek. Aku sangat hapal resep ini diluar kepala. Tetapi Ibuku sangat tidak suka jika aku membuat brownies. Aku pernah punya daun yang aku keringkan. Daun itu berisi tulisan resep kue-kue Nenek. Aku sadar menulis resep di atas daun kering terlihat aneh, tetapi itu menjadi sebuah pengingat antara Aku dan Nenek. Hanya saja Ib...
SORRY
14392      2703     11     
Romance
Masa SMA adalah masa yang harus dipergunakan Aluna agar waktunya tidak terbuang sia-sia. Dan mempunyai 3 (tiga) sahabat cowok yang super duper ganteng, baik, humoris nyatanya belum untuk terbilang cukup aman. Buktinya dia malah baper sama Kale, salah satu cowok di antara mereka. Hatinya tidak benar-benar aman. Sayangnya, Kale itu lagi bucin-bucinnya sama cewek yang bernama Venya, musuh bebuyutan...
Call Kinna
3895      1564     1     
Romance
Bagi Sakalla Hanggra Tanubradja (Kalla), sahabatnya yang bernama Kinnanthi Anggun Prameswari (Kinna) tidak lebih dari cewek jadi-jadian, si tomboy yang galak nan sangar. Punya badan macem triplek yang nggak ada seksinya sama sekali walau umur sudah 26. Hobi ngiler. Bakat memasak nol besar. Jauh sekali dari kriteria istri idaman. Ibarat langit dan bumi: Kalla si cowok handsome, rich, most wante...
Allura dan Dua Mantan
2954      944     1     
Romance
Kinari Allura, penulis serta pengusaha kafe. Di balik kesuksesan kariernya, dia selalu apes di dunia percintaan. Dua gagal. Namun, semua berubah sejak kehadiran Ayden Renaldy. Dia jatuh cinta lagi. Kali ini dia yakin akan menemukan kebahagiaan bersama Ayden. Sayangnya, Ayden ternyata banyak utang di pinjol. Hubungan Allura dan Ayden ditentang abis-abisan oleh Adrish Alamar serta Taqi Alfarezi -du...
Negeri Tanpa Ayah
8608      1925     0     
Inspirational
Negeri Tanpa Ayah merupakan novel inspirasi karya Hadis Mevlana. Konflik novel ini dimulai dari sebuah keluarga di Sengkang dengan sosok ayah yang memiliki watak keras dan kerap melakukan kekerasan secara fisik dan verbal terutama kepada anak lelakinya bernama Wellang. Sebuah momentum kelulusan sekolah membuat Wellang memutuskan untuk meninggalkan rumah. Dia memilih kuliah di luar kota untuk meng...
Palette
3918      1575     6     
Romance
Naga baru saja ditolak untuk kedua kalinya oleh Mbak Kasir minimarket dekat rumahnya, Dara. Di saat dia masih berusaha menata hati, sebelum mengejar Dara lagi, Naga justru mendapat kejutan. Pagi-pagi, saat baru bangun, dia malah bertemu Dara di rumahnya. Lebih mengejutkan lagi, gadis itu akan tinggal di sana bersamanya, mulai sekarang!
RUMIT
4124      1399     53     
Romance
Sebuah Novel yang menceritakan perjalanan seorang remaja bernama Azfar. Kisahnya dimulai saat bencana gempa bumi, tsunami, dan likuifaksi yang menimpa kota Palu, Sigi, dan Donggala pada 28 September 2018. Dari bencana itu, Azfar berkenalan dengan seorang relawan berparas cantik bernama Aya Sofia, yang kemudian akan menjadi sahabat baiknya. Namun, persahabatan mereka justru menimbulkan rasa baru d...
Aku Benci Hujan
4934      1401     1     
Romance
“Sebuah novel tentang scleroderma, salah satu penyakit autoimun yang menyerang lebih banyak perempuan ketimbang laki-laki.” Penyakit yang dialami Kanaya bukan hanya mengubah fisiknya, tetapi juga hati dan pikirannya, serta pandangan orang-orang di sekitarnya. Dia dijauhi teman-temannya karena merasa jijik dan takut tertular. Dia kehilangan cinta pertamanya karena tak cantik lagi. Dia harus...
Hujan Paling Jujur di Matamu
5403      1482     1     
Romance
Rumah tangga Yudis dan Ratri diguncang prahara. Ternyata Ratri sudah hamil tiga bulan lebih. Padahal usia pernikahan mereka baru satu bulan. Yudis tak mampu berbuat apa-apa, dia takut jika ibunya tahu, penyakit jantungnya kambuh dan akan menjadi masalah. Meski pernikahan itu sebuah perjodohan, Ratri berusaha menjalankan tugasnya sebagai istri dengan baik dan tulus mencintai Yudis. Namun, Yudis...