Loading...
Logo TinLit
Read Story - Peran Pengganti; Lintang Bumi
MENU
About Us  

Rumah besar dengan halaman luas, beberapa tanaman tumbuh di tanah yang masih terasa lembab akibat diguyur hujan semalaman. Suara bel terdengar syahdu, mengalun teratur hingga memenuhi di setiap ruangan rumah besar yang Achala dan Lintang huni, setelah berstatus suami istri.

Achala bergegas berlari ke pintu utama, menyambut tamu yang sejak tadi memberitahu keberadaannya di luar sana. Tangan Achala meraih handel pintu, menariknya ke dalam. Mata Achala membulat saat yang dia dapati adalah ibu Lintang—mertuanya. Dua paper bag besar tergelak di lantai teras mereka.

"Ibu? Sama siapa ke sini? Kok nggak bilang, Acha kan bisa jemput Ibu."

Netra kecokelatan Achala menangkap wanita dengan usia lebih dari setengah abad itu tersenyum ramah, merentangkan tangan meminta sang menantu kesayangan menyambut pelukannya. Tanpa menunggu lama, Achala menghambur ke pelukan sang mertua yang sudah dianggap seperti orang tua kandungnya.

"Tadi ibu naik taksi. Nggak usah repot-repot, Nak. Ibu kangen aja sama kamu."

"Ibu, sehat? Ayo, masuk, Bu. Pasti capek, ya."

Achala membawa ibu mertuanya masuk, duduk di ruang tengah. Sementara itu, dia bergegas ke dapur hendak memberikan jamuan. Langkahnya bergerak cepat, dengan sebuah nampan berisi dua cangkir teh hangat dan satu stoples kue kering.

"Ndak usah repot-repot toh, Nak. Kamu ini, kayak ibu tamu agung saja," ujar sang mertua.

"Nggak apa-apa, Bu. Cuma ini aja, kok."

Achala duduk di samping ibu mertuanya. Tersenyum hangat pada wanita yang telah melahirkan suaminya itu.

"Suamimu nggak pulang lagi?"

Achala mengangguk, tersenyum pahit setelahnya. "Kata Mas Lintang dia lagi banyak kerjaan, Bu."

Bohong! Achala masih saja menutupi kelakuan suaminya. Jelas-jelas dia tahu alasan Lintang tidak pulang ke rumah mereka. Apa lagi kalau bukan karena wanita lain yang menguasai hati dan seluruh pikiran Lintang. Wanita yang setiap waktu Lintang puja dengan penuh damba.

Tangan sang mertua meraih tangan Achala, mengusapnya lembut. "Maafkan anak ibu, Nak. Ibu gagal mendidiknya menjadi pria dan suami bertanggung jawab," ucap lirih ibu mertua.

Achala beringsut memeluk mertuanya, mengusap punggung wanita renta itu. Ibu mertuanya adalah satu-satunya orang yang mengetahui bagaimana rumah tangga Achala dan Lintang, termasuk perihal mereka yang tidur di kamar terpisah sejak hari pertama menginjakkan kaki di rumah itu.

"Andai Ayah Lintang mencari solusi lain untuk perusahaannya, kalau saja ibu tidak berinisiatif menjodohkan kalian berdua, mungkin kamu tidak akan terluka seperti ini, Nak."

Di dalam pelukan sang menantu, Ibu Lintang terisak lirih. Bahunya terus bergetar, bibirnya terus berucap penyesalan yang dia lakukan di masa lalu. "Ibu malu, Nak. Ibu menyakiti anak sahabat ibu sendiri. Bagaimana jika orang tuamu tahu. Ibu sudah tidak punya muka lagi."

"Orang tuaku nggak tahu, Bu. Ibu tenang saja. Lagian ini bukan salah ibu, kok. Mungkin sudah jalan hidup Acha begini, Bu."

Selalu saja, lagi-lagi itu kalimat pasrah yang keluar dari bibir tipis Achala. Sang mertua semakin menjadi menumpahkan air matanya. Mendengar penuturan anak perempuan yang sejak kecil dia tahu betul bagaimana dia dibesarkan, dimanja dalam lingkungan keluarga berkecukupan, tetapi justru disia-siakan oleh suaminya. Dan yang sialnya lagi, suaminya itu adalah putra yang dia kandung dalam rahimnya, yang dia besarkan dengan tangannya sendiri. Sungguh, dia merasa sudah salah mendidik Lintang.

“Udahlah. Ibu ke sini kan kangen kamu. Kok, malah nangis-nangis.” Mengusap sudut matanya yang sempat menganak. “Ibu kangen masak-masak sama kamu, Cha. Ibu udah bawa banyak bahan,” ujarnya menunjuk paper bag yang Achala simpan di atas meja. 

Achala mengangguk antusias. Membantu sang mertua untuk bangkit dari duduknya, membawa wanita itu berjalan ke dapur rumah mereka. Satu kegiatan yang sangat Achala sukai saat bertemu dengan wanita yang telah melahirkan suaminya ini, yaitu memasak. Melalui ibu mertuanya, Achala bisa belajar dan mencari tahu makanan apa yang disukai dan tidak disukai Lintang.

“Ibu juga bawa bumbu siap pakai, Cha. Masmu itu paling suka bumbu buatan ibu sendiri. Makanya ini ibu bawain untuk kamu. Ini bisa tahan untuk dua bulan.”

Achala menyimak semua penjelasan sang mertua saat mengeluarkan satu per satu botol kaca yang ada di dalam kantong kertas tersebut. 

“Ini bawang putih, Bu?” Achala meraih satu botol dengan isi bumbu halus berwarna putih, ada minyak di bagian atasnya.

“Iya, itu bawang putih udah ditumis. Kamu mau bikin nasi goreng pakai ini aja sudah enak. Masmu paling seneng, Cha.”

Kali ini Achala hanya mengangguk. Masih memperhatikan sang mertua, wanita itu cukup telaten meski gerakannya agak sedikit lamban. Mertua Achala itu menyimpan satu panci berukuran sedang ke atas kompor.

“Kita mau masak apa, Bu?”

“Semur daging. Kamu suka?”

“Iya, Acha suka, Bu. Mas Lintang …."

Wanita itu menoleh pada Achala, kedua manik mereka bersirobok. Senyum tipis sang mertua tersinggung. 

“Masmu itu sangat cerewet soal makanan, tapi dia ndak pernah protes dengan masakan ibu.”

Achala bergerak mendekat ke arah kompor, membantu sang mertua menuangkan air ke dalam wadah yang sudah siap di atas kompor. Bergegas meraih daging yang sudah dipotong-potong sesuai kebutuhan. Wanita itu benar-benar sudah mempersiapkan semuanya.

“Ibu dari rumah udah nyiapin ini.”

Larut dalam kegiatannya, ibu dan menantu itu tak menyadari jika ada sosok lain di balik pintu penghubung. Tatapan tajamnya tak lepas dari setiap pergerakan Achala dan ibu mertuanya. Ia melangkah mendekat, sengaja berdeham keras agar dua wanita itu berhenti sejenak dari aktivitasnya.

“Mas Lintang pulang?!” Achala berseru kaget, ia tidak tahu sejak kapan Lintang ada di sini.

Tak menggubris Achala, Lintang melangkah lebih mendekat ke arah sang ibunda. Meraih tangan wanita itu untuk ia kecup punggungnya.

“Ibu sendirian ke sini? Gimana kabar ayah?”

Mengusap punggung lebar putranya, ibu menjawab, “Alhamdulillah ayahmu sehat, Nak. Ibu tadi naik taksi ke sini.”

Lintang mengalihkan atensi pada sosok yang masih membeku menatapnya. Mengulurkan tangannya menepuk bahu Achala, Lintang berkata, “Ikut mas sebentar, Cha.”

“B-baik, Mas.” Achala terbata, memutar wajah ke mertuanya. “Sebentar, ya, Bu. Achala urus keperluan Mas Lintang dulu.”

Langkah Achala tergesa mengikuti sang suami ke kamar atas, di mana ruangan paling pribadi pria itu. Jantungnya bergemuruh hebat sebenarnya, hanya saja ia tetap berusaha tenang. 

“Kamu undang ibu ke sini? Mau apa kamu? Mau ngadu kalau aku jarang pulang?!” Lintang menodong Achala dengan tuduhan keji.

“A-aku nggak undang ibu ke sini, Mas. A-aku nggak cerita apa pun ke ibu.”

Lintang maju beberapa langkah, jarak tubuh mereka kurang dari tiga puluh senti. Pria itu sedikit merendahkan tubuhnya berbisik dengan suara rendah. Achala yang mendengar penuturan itu mendadak membeku dengan goresan luka yang bertambah di hatinya.

“Kalau kamu mengadu dengan ibu. Aku akan membalas dengan menceraikanmu. Ingat, kesehatan papamu tergantung dengan peran kamu di pernikahan ini.”

Achala tahu betul bagaimana kesehatan ayahnya yang kerap kali naik turun. Lintang benar, ayah mertuanya itu sangat berharap putri semata wayangnya bisa bahagia atas perjodohan ini. Tentu saja Achala tak ingin mengorbankan hal itu. Itu sebabnya, apa pun terjadi di sini. Seberapa banyak luka yang Lintang torehkan. Ia tetap menerima tanpa sanggahan.

“Baik, Mas. Aku nggak akan cerita apa pun ke ibu dan keluarga Mas Lintang.”

Achala mengangguk, kepalanya tertunduk dalam. Ia tak berani mendongak bersitatap dengan Lintang. Jemarinya saling bertaut, mencoba menenangkan dirinya sendiri.

“Aku mau mandi. Siapkan bajuku, stelah itu cepat keluar. Aku tidak ingin kamarku tercemar oleh kamu.”

Tak menunggu lebih lama lagi, Achala bergegas melangkah dengan perasaan campur aduk. Menyiapkan baju bersih untuk pria itu, menyimpan tas kerja Lintang di tempat yang semestinya. Achala mengusap kasar sudut matanya, sekeras tenaga menahan butiran itu tak jauh. Setidaknya, ia harus kuat di depan ibu mertuanya.

Semua keperluan Lintang sudah ia selesaikan, sesuai perintah pria itu tadi,  Achala segera meninggalkan kamar Lintang. Menuruni anak tangga menuju dapur menemui ibu mertuanya. Menarik senyum tinggi, Achala kembali bersikap biasa saja. Ya, setidaknya hanya itu yang bisa ia lakukan menutupi kecewanya.

“Eh, biar Acha aja, Bu.” Achala berlari kecil menghampiri sang mertua. Tangannya merebut semangkuk besar nasi yang akan mertuanya bawa ke meja makan. “Ibu kan udah repot-repot masak. Jadi, yang nyiapin ke meja makan Acha aja. Ibu duduk manis aja di sini.”

Ibu mertuanya tersenyum, menjatuhkan bobot di salah satu meja makan. Achala sibuk mengatur peralatan makan, ia sangat cekatan. 

“Cha, kamu baik-baik aja, kan? Masmu nggak ngapa-ngapain kamu, kan?"

Achala mendongak, tangannya yang memegang sendok dan garpu menggantung sejenak. “Emangnya Acha kenapa, Bu? Tadi Mas Lintang minta disiapin baju ganti aja.”

“Ibu nggak bisa kamu bohongi.”

Achala berdeham. Ia memang tidak menangis atau bersedih setelah kembali berada di hadapan mertuanya ini, tetapi wanita itu benar. Insting seorang ibu benar-benar tidak bisa didustai.

“Ibu tenang aja, ya. Acha nggak apa-apa, kok. Mas Lintang—”

“Wah, kalian masak apa?” 

Ucapan Achala terpotong seiring dengan suara derit kursi yang Lintang tarik. Pria itu tersenyum penuh arti. Achala tentu tahu arti senyuman itu. 

“Cha, mas lapar. Ini kamu yang masak? Pasti enak banget, nih, masakan istriku. Kalah masakan ibu." Lintang menggoda ibunya yang duduk di kursi sebelahnya.

“Ibu yang ngajarin Acha masak, ya. Kalau masakannya enak. Ya, tentu karena resep dari ibu.” Ibu menyanggah, ia tidak mau kalah.

Lintang tertawa, lubang di pipinya turut menunjukkan eksistensinya. Entah kapan lagi Achala bisa melihat wajah berseri Lintang yang seperti ini. Sebaiknya, selagi ada kesempatan ia menikmati saja pemandangan tentang betapa indahnya ciptaan Tuhan yang satu ini.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (1)
  • sapfarystmo

    Bab pertama udah bikin aku penasaran😭

    Comment on chapter Prolog
Similar Tags
Bloody Autumn: Genocide in Thames
8974      2041     54     
Mystery
London, sebuah kota yang indah dan dikagumi banyak orang. Tempat persembunyian para pembunuh yang suci. Pertemuan seorang pemuda asal Korea dengan Pelindung Big Ben seakan takdir yang menyeret keduanya pada pertempuran. Nyawa jutaan pendosa terancam dan tragedi yang mengerikan akan terjadi.
Teman Khayalan
1631      704     4     
Science Fiction
Tak ada yang salah dengan takdir dan waktu, namun seringkali manusia tidak menerima. Meski telah paham akan konsekuensinya, Ferd tetap bersikukuh menelusuri jalan untuk bernostalgia dengan cara yang tidak biasa. Kemudian, bahagiakah dia nantinya?
Comfort
1235      536     3     
Romance
Pada dasarnya, kenyamananlah yang memulai kisah kita.
Cinta (tak) Harus Memiliki
5289      1346     1     
Romance
Dua kepingan hati yang berbeda dalam satu raga yang sama. Sepi. Sedih. Sendiri. Termenung dalam gelapnya malam. Berpangku tangan menatap bintang, berharap pelangi itu kembali. Kembali menghiasi hari yang kelam. Hari yang telah sirna nan hampa dengan bayangan semu. Hari yang mengingatkannya pada pusaran waktu. Kini perlahan kepingan hati yang telah lama hancur, kembali bersatu. Berubah menja...
Echoes of Marie
30      30     3     
Mystery
Gadis misterius itu muncul di hadapan Eren pada hari hujan. Memberi kenangan, meninggalkan jejak yang mendalam dan dampak berkelanjutan. Namun, di balik pertemuan mereka, ternyata menyimpan kisah pilu yang ganjil dan mencekam.
God's Blessings : Jaws
1753      811     9     
Fantasy
"Gue mau tinggal di rumah lu!". Ia memang tampan, seumuran juga dengan si gadis kecil di hadapannya, sama-sama 16 tahun. Namun beberapa saat yang lalu ia adalah seekor lembu putih dengan sembilan mata dan enam tanduk!! Gila!!!
Ojek
818      562     1     
Short Story
Hanya cerita klise antara dua orang yang telah lama kenal. Terikat benang merah tak kasat mata, Gilang dihadapkan lagi pada dua pilihan sulit, tetap seperti dulu (terus mengikuti si gadis) atau memulai langkah baru (berdiri pada pilihannya).
The Secret
387      260     1     
Short Story
Aku senang bisa masuk ke asrama bintang, menyusul Dylan, dan menghabiskan waktu bersama di taman. Kupikir semua akan indah, namun kenyataannya lain. Tragedi bunuh diri seorang siswi mencurigai Dylan terlibat di dalam kasus tersebut. Kemudian Sarah, teman sekamarku, mengungkap sebuah rahasia besar Dylan. Aku dihadapkan oleh dua pilihan, membunuh kekasihku atau mengabaikan kematian para penghuni as...
Can You Love Me? Please!!
3724      1125     4     
Romance
KIsah seorang Gadis bernama Mysha yang berusaha menaklukkan hati guru prifatnya yang super tampan ditambah masih muda. Namun dengan sifat dingin, cuek dan lagi tak pernah meperdulikan Mysha yang selalu melakukan hal-hal konyol demi mendapatkan cintanya. Membuat Mysha harus berusaha lebih keras.
Hematidrosis
377      252     3     
Short Story
Obat yang telah lama aku temukan kini harus aku jauhi, setidaknya aku pernah merasakan jika ada obat lain selain resep dari pihak medis--Igo. Kini aku merasakan bahwa dunia dan segala isinya tak pernah berpihak pada alur hidupku.