Loading...
Logo TinLit
Read Story - Peran Pengganti; Lintang Bumi
MENU
About Us  

Ini adalah malam ke tiga Achala menunggu kepulangan Lintang, jam digital pada ponselnya sudah menunjukkan pukul dua belas kurang lima menit. Achala bangkit dari posisi duduknya, berjalan lirih menuju pintu utama, mengintip ke luar dari gorden, kalau-kalau ada mobil Lintang yang baru datang. Achala berbalik, mengayunkan tungkai kembali ke ruang tengah.

Suara dering ponsel terdengar di telinga Achala, menjadi satu-satunya alasan ia mempercepat langkah menuju meja sofa, tempat di mana ia menyimpan ponselnya. Digesernya tanda hijau, menyambungkan panggilan.

"Asalamualaikum, Mas," salam Achala pada sosok di seberang sana.

Tidak ada sahutan perihal salamnya. Achala kembali menyapa, "Halo, Mas?"

"Tidak usah menungguku. Aku pulang ke apartemen."

Kalimat yang keluar dari bibir Lintang terdengar penuh penekanan di telinga Achala. Wanita itu mengangguk patuh, ia sadar jika pergerakannya tidak bisa Lintang lihat. Namun, Achala lakukan itu hanya ingin menjadi istri yang baik bagi Lintang.

Achala paham dengan apartemen yang dimaksud Lintang. Ia hanya mengetahui Lintang memiliki apartemen. Namun, yang tidak ia ketahui pasti alasan Lintang membeli bangunan itu.

Tempat yang Lintang jadikan pelarian jika sedang malas melihat wanita seperti Achala, mungkin. Atau tempat yang sengaja Lintang beli untuk ia tinggali bersama kekasihnya. Banyak pertanyaan di kepala Achala perihal apartemen itu, tetapi jika opsi ke dua adalah tebakan yang benar. Sungguh Lintang adalah pria terberengsek di dunia ini yang sialnya sudah hampir dua tahun—terpaksa—Achala nikahi.

"Sayang ...."

Suara wanita terdengar setelahnya. Achala hapal suara wanita di ujung sana, yang memanggil suaminya dengan sapaan lemah lembut nan manja. Trishia Agatha, kekasih yang sangat Lintang cintai mati-matian. Wanita yang Lintang perjuangkan hingga melupakan janji suci pernikahannya bersama Achala. Ia memang belum pernah bertemu dengan Trisha secara langsung, tetapi melalui Lintang lah ia tahu nama perempuan itu, sedikit banyaknya pun Achala mengerti posisi wanita itu sangat berharga di hidup Lintang, tidak ada apa-apanya dibandingkan dia.

"Baik, Mas." Suara Achala melirih, refleks membekap mulutnya dengan punggung tangan, ia menjaga suaranya agar tetap stabil dan tidak bergetar lemah.

Sambungan telepon diputus Lintang, Achala menatap miris ponsel di tangannya. Jam digital sudah menunjukkan pukul satu dini hari. Setetes butiran bening jatuh di atas layar ponselnya, tangan rapuhnya menghapus kasar aliran air mata di pipinya.

Langkah gontai Achala seret menuju kamarnya, merebahkan tubuh dengan pecutan luka tak kasat mata. Ia menarik selimut hingga dada. Harapannya masih sama, semoga besok Lintang bisa lebih sedikit menganggap keberadaannya sebagai istri, menghargai pernikahan yang sakral ini, bukan sebagai peran pengganti.

Seberapa banyak Achala mencoba memejamkan mata, bayangan hingga suara manja memanggil suaminya tadi masih kian mengusik. Ia menoleh ke kanan, sisi kosong tempat tidurnya terasa dingin. Bukannya memang selalu begitu? Ranjang luas ini sudah ia tempati seorang diri sejak hari pertama Lintang membawanya ke sini. Akan mustahil rasanya, jika pria itu tiba-tiba pulang dan meninggalkan kekasihnya hanya untuk beristirahat di tempat yang sama dengannya.

Mengalihkan atensi lagi ke sisi dinding yang lain, menelisik benda berbentuk bulat yang tergantung apik. Penunjuk waktu itu sudah banyak bergeser, sekarang jarum pendek itu berada di angka empat dan si panjang di angka enam. Namun, Achala masih enggan beranjak. Biarkan ia leyeh-leyeh sejenak. Tidak tidur semalaman cukup menghabiskan energinya.

Achala berbalik menghadap ke jendela kamar, rungunya sayup mendengar deru mesin di garasi rumah mereka. Ia baranjak, memastikan jika mobil yang baru masuk itu adalah milik suaminya.

Baru saja Achala keluar dari kamarnya, langkah panjang Lintang sudah bersentuhan dengan anak tangga. Achala hanya memperhay, tak berani menegur. Ia masih berdiri di depan pintu kamarnya, tetapi sesaat kemudian ia terkesiap saat tubuh tegap yang sudah berada di tengah tangga itu berbalik. Sorot matanya tajam tepat menghunus Achala. 

“Mau sampai kapan kamu di sana? Kamu nggak lihat aku baru pulang. Tidak perlu setiap hari aku ingatkan, kan? Bahwasanya rumah ini tidak ada ART.”

Achala bergegas menghampiri sang—Tuan—suami. Sejak awal pernikahan mereka Lintang memang tidak menyediakan asisten rumah tangga. Semua Achala yang kerjakan, mulai dari keperluan Lintang sampai urusan dapur rumah tangga.

Achala senang mengerjakan semua itu, ia sangat menikmati perannya, asal suaminya itu merasa nyaman saat pulang. Namun, nyatanya … pria itu lebih memilih apartemen dan kekasihnya tempat untuk pulang paling nyaman.

“Mas, air hangatnya sudah si—” Achala menghentikan ucapannya saat punggung lebar tak berbalut apa pun itu tersaji di depannya, hanya ada handuk yang menggantung di pinggang pria itu. 

Achala kembali bersembunyi di balik pintu kamar mandi. Ia menelan ludah kasar setelah apa yang ia lihat barusan. Bukan punggung lebar Lintang yang sangat cocok dijadikan tempat bersandar yang membuatnya demikian, tetapi aktivitas pria itu. Lintang sedang melakukan panggilan video dengan seorang perempuan di seberang sana. Achala bisa menebak siapa wanita beruntung itu, yaitu kekasih dari suaminya.

Suara lembut dan penuh perhatian ke suaminya masih bisa Achala dengarkan. Entah pria itu sengaja menaikkan volume telepon hingga Achala bisa mendengar jelas tiap obrolan mereka atau telinga Achala saja yang terlalu tajam.

Meremas ujung piamanya, memejamkan mata sejenak. Jantungnya bergemuruh hebat, tetapi Achala bisa apa? Perjanjian yang ia tanda tangani itu jelas menerangkan jika Achala tak berhak ikut campur urusan pribadi Lintang, termasuk kekasihnya. Itu sebabnya, Achala memilih bersembunyi di sini. Ia tidak mau kekasih Lintang melihatnya dan berakhir pria itu akan murka padanya.

Memejamkan mata sejenak, menghirup udara dengan rakus. Achala berusaha menenangkan dirinya. Belum juga ia merasa tenang, pintu kamar mandi terbuka, Achala terlonjak memegang dadanya yang kembali berdegup kencang.

“M-mas Lintang, ma-maaf tadi aku sudah mau keluar, t-tapi Mas Lintang masih—”

“Pacarku ada pemotretan di luar kota. Makanya aku pulang ke sini. Apartemen belum dibersihkan setelah kegiatan kami semalam.” Pria itu berujar enteng.

“Kalau gitu, aku permisi, Mas. Masih ada kerjaan di bawah.” Achala berkata cepat, tanpa melihat wajah pria itu. Ia tak mau mendengar lebih jauh. Ia paham ke arah mana penjelasan Lintang. Achala cukup usia untuk mengerti prihal dewasa tersebut. 

Tidakkah Lintang berpuas diri menyakitinya? Setelah dini hari tadi mengabarkan jika ia pulang ke apartemen, lengkap dengan suara manja Trishia membuatnya panas. Sekarang, harus Lintang siram lagi dengan memperjelas kegiatan apa yang mereka lakukan semalam.

Lagi-lagi air mata Achala luruh, jatuh di atas permukaan baju ganti Lintang yang ia siapkan. Mengusap bening itu agar tidak semakin menganak, Achala tersenyum getir. Sebelum akhirnya, ia mengayunkan tungkai meninggalkan kamar Lintang.

Berkutat dengan pekerjaan dapur, wanita itu menyembunyikan segala remuk redam luka hatinya. Meskipun demikian, Achala tetap menjalankan aktivitas sebagai—pelayan—istri Lintang Darmawan. Derit kursi meja makan tertangkap di rungunya, Achala memanjangkan leher ke ruang makan. Ia bisa melihat Lintang sudah duduk di sana, tak lupa benda canggih di tangannya turut menemani paginya.

Achala mematikan kompor, menanggalkan celemek yang ia kenakan. Langkah lambat ia ayunkan, tetapi tiba-tiba ia merasa limbung. Berpegangan di pinggir meja pantry, tangan satunya memijit dahinya. Achala merasa pening, bahkan penglihatannya saja sedikit menggelap.

“Achala!” seru di ruang makan memangilnya.

Mencoba berdiri dengan kokoh, Achala menyahut, “Iya, Mas.” 

“Kamu lupa lagi dengan peran kamu?” Pria itu berkata datar, tetapi sorot matanya kesal.

“M-mas Lintang mau sarapan apa? Aku masak nasi goreng, tapi kalau Mas Lintang mau roti bakar aku siapkan.”

“Nasi goreng aja," ujarnya tak acuh. Tatapannya sudah menelisik pada layar iPad-nya.

Achala kembali lagi ke dapur, menyiapkan sarapan Lintang. Semua sudah ia sajikan di atas meja makan. Wanita itu duduk di kursi seberang Lintang, pria itu sudah menyimpan iPad-nya di samping kanan dan menikmati sarapan yang Achala sajikan.

“M-mas Lintang, aku boleh—”

“Jangan ganggu selera makan aku. Cepat bereskan kamar aku," ujar Lintang tanpa repot-repot mengangkat wajah untuk sekadar melihat wajah Achala.

Tak ada sahutan apalagi bantahan, Achala bergegas mengayunkan langkahnya ke lantai atas. Melaksanakan apa yang pria angkuh itu perintahkan. Achala yakin jika Lintang bisa membayar asisten rumah tangga, hanya saja … mungkin Lintang sengaja ingin menyiksa raganya, agar wanita itu lelah sendiri dan menyerah dalam pernikahan ini.

Sedikit terhuyung, Achala berpegangan di besi tangga. Kepalanya benar-benar pusing, belum lagi isi perut seperti dipelintir. Ia tak tahan, berlari ke kamar mandi Lintang dan menumpahkan cairan lendir di wastafel. Peluh di dahinya sudah tampak membasahi. Tenggorokan benar-benar terasa pahit.

Achala terduduk di lantai kamar mandi, wajahnya bersembunyi di antara lutut. Isak kecil terdengar pelan, tetapi lama kelamaan semakin jelas rancauan Achala.

“Mama … Acha mau pulang. Acha sakit di sini, Ma.”

Terdengar lirih, wanita yang malang. Terlahir semata wayang, Achala terbiasa hidup semua kasih sayang dan perhatian keluarga terpusat padanya. Namun, saat hidup di bawah atap yang sama denga Lintang Darmawan, bukannya mendapatkan lebih kebahagiaan, tapi justru tersiksa batin mendalam.

“Sedang apa kamu?!”

Achala mendongak, buru-buru bangkit dari posisi duduknya. Jemari lentiknya menghapus jejak air mata. Tangannya yang bebas berpegangan pada pinggir wastafel. Achala mencoba tersenyum, tetapi semakin ia paksakan melihat sosok yang berdiri di ambang pintu kamar mandi itu, semakin gelap pula penglihatan. 

Apakah pagi ini akan turun hujan? Seketika apa yang Achala lihat di sekitarnya berubah mendung. Melepaskan pegangan di wastafel, mengayunkan tungkai mencoba mendekat ke arah Lintang. Namun, baru juga satu langkah Achala maju, penglihatannya sudah benar-benar gelap. Ia tidak tahu apa yang terjadi setelahnya, termasuk jika ia jatuh dalam dekapan Lintang.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (1)
  • sapfarystmo

    Bab pertama udah bikin aku penasaran😭

    Comment on chapter Prolog
Similar Tags
Under The Darkness
43      40     2     
Fantasy
Zivera Camellia Sapphire, mendapat sebuah pesan dari nenek moyangnya melalui sebuah mimpi. Mimpi tersebut menjelaskan sebuah kawasan gelap penuh api dan bercak darah, dan suara menjerit yang menggema di mana-mana. Mimpi tersebut selalu menggenangi pikirannya. Kadangkala, saat ia berada di tempat kuno maupun hutan, pasti selalu terlintas sebuah rekaman tentang dirinya dan seorang pria yang bah...
IDENTITAS
686      466     3     
Short Story
Sosoknya sangat kuat, positif dan merupakan tipeku. Tapi, aku tak bisa membiarkannya masuk dan mengambilku. Aku masih tidak rela menjangkaunya dan membiarkan dirinya mengendalikanku.
Ketika Kita Berdua
35268      4899     38     
Romance
Raya, seorang penulis yang telah puluhan kali ditolak naskahnya oleh penerbit, tiba-tiba mendapat tawaran menulis buku dengan tenggat waktu 3 bulan dari penerbit baru yang dipimpin oleh Aldo, dengan syarat dirinya harus fokus pada proyek ini dan tinggal sementara di mess kantor penerbitan. Dia harus meninggalkan bisnis miliknya dan melupakan perasaannya pada Radit yang ketahuan bermesraan dengan ...
Alicia
1319      636     1     
Romance
Alicia Fernita, gadis yang memiliki tiga kakak laki-laki yang sangat protektif terhadapnya. Gadis yang selalu menjadi pusat perhatian sekolahnya karena memiliki banyak kelebihan. Tanpa mereka semua ketahui, gadis itu sedang mencoba mengubur luka pada masa lalunya sedalam mungkin. Gadis itu masih hidup terbayang-bayang dengan masa lalunya. Luka yang berhasil dia kubur kini terbuka sempurna beg...
My Rival Was Crazy
120      105     0     
Romance
Setelah terlahir kedunia ini, Syakia sudah memiliki musuh yang sangat sulit untuk dikalahkan. Musuh itu entah kenapa selalu mendapatkan nilai yang sangat bagus baik di bidang akademi, seni maupun olahraga, sehingga membuat Syakia bertanya-tanya apakah musuhnya itu seorang monster atau protagonist yang selalu beregresi seperti di novel-novel yang pernah dia baca?. Namun, seiring dengan berjalannya...
Susahnya Jadi Badboy Tanggung
5192      1749     1     
Inspirational
Katanya anak bungsu itu selalu menemukan surga di rumahnya. Menjadi kesayangan, bisa bertingkah manja pada seluruh keluarga. Semua bisa berkata begitu karena kebanyakan anak bungsu adalah yang tersayang. Namun, tidak begitu dengan Darma Satya Renanda si bungsu dari tiga bersaudara ini harus berupaya lebih keras. Ia bahkan bertingkah semaunya untuk mendapat perhatian yang diinginkannya. Ap...
Looking for J ( L) O ( V )( E) B
2177      892     5     
Romance
Ketika Takdir membawamu kembali pada Cinta yang lalu, pada cinta pertamamu, yang sangat kau harapkan sebelumnya tapi disaat yang bersamaan pula, kamu merasa waktu pertemuan itu tidak tepat buatmu. Kamu merasa masih banyak hal yang perlu diperbaiki dari dirimu. Sementara Dia,orang yang kamu harapkan, telah jauh lebih baik di depanmu, apakah kamu harus merasa bahagia atau tidak, akan Takdir yang da...
PALETTE
514      278     3     
Fantasy
Sinting, gila, gesrek adalah definisi yang tepat untuk kelas 11 IPA A. Rasa-rasanya mereka emang cuma punya satu brain-cell yang dipake bareng-bareng. Gak masalah, toh Moana juga cuek dan ga pedulian orangnya. Lantas bagaimana kalau sebenarnya mereka adalah sekumpulan penyihir yang hobinya ikutan misi bunuh diri? Gak masalah, toh Moana ga akan terlibat dalam setiap misi bodoh itu. Iya...
27th Woman's Syndrome
10459      1996     18     
Romance
Aku sempat ragu untuk menuliskannya, Aku tidak sadar menjadi orang ketiga dalam rumah tangganya. Orang ketiga? Aku bahkan tidak tahu aku orang ke berapa di hidupnya. Aku 27 tahun, tapi aku terjebak dalam jiwaku yang 17 tahun. Aku 27 tahun, dan aku tidak sadar waktuku telah lama berlalu Aku 27 tahun, dan aku single... Single? Aku 27 tahun dan aku baru tahu kalau single itu menakutkan
Right Now I Love You
427      321     0     
Short Story
mulai sekarang belajarlah menyukaiku, aku akan membuatmu bahagia percayalah kepadaku.