Loading...
Logo TinLit
Read Story - Toko Kelontong di Sudut Desa
MENU
About Us  

Bagian Kedua

Rum dan ibunya tidur di kamar. Sementara Afuya dan Winter diberikan kasus untuk tidur di depan televisi. Sebelum kantuk sama-sama menjemput mereka, Winter mengajak Afuya masuk ke dalam sesi percakapan singkat sebelum tertidur. Walau mereka sekarang sedang berbaring dengan jarak lumayan jauh, mereka berdua masih bisa saling menyahuti percakapan satu sama lain. 

"Ibunya Rum mirip dengan Tante Eryn, ya," ucap Afuya yang tidak diterka tepat sasaran oleh lawan bicaranya. 

"Sayangnya, bibiku terlalu kurus seperti orang kekurangan gizi," timpal Winter seperti tidak ada dosa ketika bicara. 

"Ey...! Bukan itu maksudku. Tapi, baik dan ramahnya seperti tante Eryn." Afuya memalingkan wajah dan badannya membelakangi Winter. 

Pemuda itu malah tersenyum girang. "Kamu lucu Afufu." 

"Afuya!"

"Afufu...." 

"Afuya!"

"Afufu!"

"Afuya!"

"Afufu...."

Perdebatan antara penyebutan Afuya dengan Afufu berulang kali mereka saling bersahutan. Mungkin jika dihitung, ada sekitar lima puluh dua untuk satu orang. Berarti jika saling bersahutan mungkin jumlah kata dalam pertengkaran mereka mencapai seratus empat kali. Akhirnya kantuk menguasai kesadaran. Afuya lebih dulu tertidur pulas. Winter yang merasa letih juga memutuskan segera menyusul gadis di sebelahnya. 

Pagi telah tiba. Suara ayam berkokok saling bersahutan. Rum telah siap berada di luar rumah. Afuya dan Winter menyelesaikan agenda sarapan kemudian membantu wanita pemilik rumah tersebut membersihkan alat makan. Setelah semuanya beres, mereka berempat berangkat menuju desa sebelah. Berjalan ke arah kanan dari rumah tersebut. Benar kata Winter, mau tak mau mereka tetap akan masuk lebih dalam. 

Suasananya begitu tidak asing di mata kedua muda-mudi itu. Ini sungguh desa tempat Afuya tinggal. Tidak lama mereka berjalan santai sambil melihat pemandangan ladang yang begitu menyejukkan hati. Sesekali ibu Rum membalas dan saling menyapa orang-orang yang akan menuju ke ladang untuk bekerja. Rum berjalan sembari berjinjit ria karena memiliki teman baru. 

Seusai melewati gapura desa, sampailah mereka di simpang tiga. Afuya dan Winter tertuju pada rencana pertama untuk ke toko kelontong terlebih dahulu guna mengecek tas ransel dan keadaan pintu di balik rak kayu mie instan. Tanpa berlama lagi, mereka berempat langsung menuju ke toko kelontong. Dilihatnya pria tua pemilik toko, Afuya langsung mengubah ekspresinya. Takut jikalau sang kakek tahu apa yang telah dilakukannya bersama Winter. 

Jarak mereka berempat dengan kakek yang sembari menyiram tanaman di depan toko kelontong semakin dekat. Ibu Rum lebih dahulu menyapa pria tua tersebut diikuti Rum yang meminta sebuah selang air untuk menggantikan kakek menyiram bunga. Afuya dan Winter saling berdempetan. Mereka sekolah Salang kontak mata untuk meyakinkan satu sama lain.

Waktu pria tua itu menoleh ke belakang, justru senyum singkat di wajahnya yang terlihat begitu ramah dilukiskan untuk kedua anak SMP tersebut. Afuya dan Winter merasa aneh. Mereka pikir, sang kakek itu memang sudah membiarkan jika cucunya mengetahui sebuah rahasia yang disembunyikan. 

Afuya membuang napasnya lega. "Kakek," sapanya pada pria tua itu. 

"Wah, Rum, mereka temanmu? Kita kedatangan tamu dari mana ini, menggunakan seragam sekolah yang bagus?" ucapan sang kakek membuat abusa melongo disertai matanya yang membulat. Winter juga demikian.

"Kakek, ini Puya! Cucu Kakek!" Afuya menyergah kalimat kakeknya. 

"Cucuku? Puya? Siapa?" Pria tua itu berjalan ke arah Afuya sembari melihat kedua anak SMP itu secara bergantian. "Aku belum punya cucu, Nak. Anakku saja baru menikah dan usia kandungannya masih tujuh bulan." 

Afuya beserta Winter semakin dibuatnya ganjal. Mereka tidak mengerti apa maksud dari sang kakek. Pada intinya, Winter menyimpulkan kembali bahwa mereka berada di tempat yang sama melainkan tidak di waktu yang sama. Pria tua yang dianggap kakek pemilik toko kelontong tersebut pun tidak mengenal mereka berdua. Apakah sebenarnya Afuya dan Winter tersesat di tahun sebelumnya? Ataukah semua itu hanya ilusi?

Afuya mencoba melontarkan kalimat meyakinkannya lagi pada kakeknya. Namun, Winter langsung memegang pergelangan tangan kirinya guna memberikan kode pada Afuya agar tidak berlanjut. Sebagaimanapun, pria tua itu tidak akan langsung percaya. Jika mereka sendiri belum bisa memastikan keadaan yang sengguhnya apa yang sedang mereka berdua dan semuanya alami. Mereka saling diam. 

Beberapa menit berlalu, sebuah mobil berisi empat kursi bewarna putih berhenti tepat di depan toko kelontong. Pintu kiri bagian depan terbuka, keluarlah seorang wanita berusia dua puluh lima tahun. Perut yang terlihat berisi calon manusia tersebut terbentuk jelas. Afuya melotot. Wanita itu adalah seorang yang lama hidup bersamanya. Dia adalah Meira, ibunda Afuya. Winter yang merasa mengenal wanita tersebut tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. 

Wanita itu berjalan ke arah pria tua pemilik toko kelontong. Semakin dekat, Afuya langsung bergejolak untuk melontarkan banyak pertanyaannya. "Bunda!" 

Afuya ingin memeluk erat Meira, tetapi tangan gadis itu lebih dahulu ditepis oleh wanita tersebut. "Siapa, ya?" 

"Bun, ini Afuya. Bunda lupa? Ini Afuya putri Bunda." Afuya beralih mengenalkan pemuda di sampingnya. "Lalu ini Winter. Bunda pernah memarahinya. Bunda ingat?"

"Saya baru menikah, mana mungkin saya memiliki anak sebesar Kamu," timpal Meira membuat jantung Afuya seakan ditusuk oleh beribu belati tajam. 

Wanita tersebut tidak menggubris gadis dan pemuda SMP itu. Ia beralih tertuju pada pria tua di sebelah muda-mudi. Tanpa obrolan singkat, pada intinya Meira minta izin pada sang ayah untuk pindah tempat tinggal ke kota. Setelah berpelukan sejenak, wanita itu langsung kembali masuk ke dalam mobil putih. Kaca mobil diturunkan, sehingga dapat menyaksikan dengan jelas, siapa saja yang ada di dalamnya. Meira melambaikan tangan kemudian muncul seorang lelaki di sela-sela Meira, juga ikut melambaikan tangannya. 

Jantung Afuya terasa loncat. Itu ayah

"Kalau cucuku sudah lahir, jangan lupa di bawa ke sini, ya, Ra! Deri jaga istri dan anakmu!" Pria tua itu sedikit berteriak. Kalimat yang dilontarkannya menjadi bentuk akhiran perpisahan mengiringi mobil putih tersebut yang semakin kecil. 

Aku ingat.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Gray November
3760      1296     16     
Romance
Dorothea dan Marjorie tidak pernah menyangka status 'teman sekadar kenal' saat mereka berada di SMA berubah seratus delapan puluh derajat di masa sekarang. Keduanya kini menjadi pelatih tari di suatu sanggar yang sama. Marjorie, perempuan yang menolak pengakuan sahabatnya di SMA, Joshua, sedangkan Dorothea adalah perempuan yang langsung menerima Joshua sebagai kekasih saat acara kelulusan berlang...
Manuskrip Tanda Tanya
5551      1693     1     
Romance
Setelah berhasil menerbitkan karya terbaru dari Bara Adiguna yang melejit di pasaran, Katya merasa dirinya berada di atas angin; kebanggaan tersendiri yang mampu membawa kesuksesan seorang pengarang melalui karya yang diasuh sedemikian rupa agar menjadi sempurna. Sayangnya, rasa gembira itu mendadak berubah menjadi serba salah ketika Bu Maya menugaskan Katya untuk mengurus tulisan pengarang t...
Akselerasi, Katanya
620      347     4     
Short Story
Kelas akselerasi, katanya. Tapi kelakuannya—duh, ampun!
Gi
1163      677     16     
Romance
Namina Hazeera seorang gadis SMA yang harus mengalami peliknya kehidupan setelah ibunya meninggal. Namina harus bekerja paruh waktu di sebuah toko roti milik sahabatnya. Gadis yang duduk di bangku kelas X itu terlibat dalam kisah cinta gila bersama Gi Kilian Hanafi, seorang putra pemilik yayasan tempat sekolah keduanya berada. Ini kisah cinta mereka yang ingin sembuh dari luka dan mereka yang...
Mikroba VS Makrofag
178      164     0     
Humor
Muka default setelan pabrik, otak kacau bak orak-arik, kelakuan abstrak nyerempet prik ... dilihat dari ujung sedotan atau belahan bumi mana pun, nasib Sherin tuh definisi burik! Hubungan antara Sherin dengan hidupnya bagaikan mikroba dengan makrofag. Iya! Sebagai patogen asing, Sherin selalu melarikan diri dari hidupnya sendiri. Kecelakaan yang dialaminya suatu hari malah membuka kesempatan S...
F I R D A U S
746      496     0     
Fantasy
Behind Friendship
4606      1335     9     
Romance
Lo harus siap kalau rasa sahabat ini bermetamorfosis jadi cinta. "Kalau gue cinta sama lo? Gue salah? Mencintai seseorang itu kan hak masing masing orang. Termasuk gue yang sekarang cinta sama lo," Tiga cowok most wanted dan dua cewek receh yang tergabung dalam sebuah squad bernama Squad Delight. Sudah menjadi hal biasa jika kakak kelas atau teman seangkatannya meminta nomor pon...
Anak Magang
120      112     1     
Fan Fiction
Bercerita sekelompok mahasiswa yang berusaha menyelesaikan tugas akhirnya yaitu magang. Mereka adalah Reski, Iqbal, Rival, Akbar. Sebelum nya, mereka belum mengenal satu sama lain. Dan mereka juga bukan teman dekat atau sahabat pada umumnya. Mereka hanya di tugaskan untuk menyelesaikan tugas nya dari kampus. Sampai suatu ketika. Salah satu di antara mereka berkhianat. Akan kah kebersamaan mereka ...
TO DO LIST CALON MANTU
1523      692     2     
Romance
Hubungan Seno dan Diadjeng hampir diujung tanduk. Ketika Seno mengajak Diadjeng memasuki jenjang yang lebih serius, Ibu Diadjeng berusaha meminta Seno menuruti prasyarat sebagai calon mantunya. Dengan segala usaha yang Seno miliki, ia berusaha menenuhi prasyarat dari Ibu Diadjeng. Kecuali satu prasyarat yang tidak ia penuhi, melepaskan Diadjeng bersama pria lain.
Toget(her)
1513      715     4     
Romance
Cinta memang "segalanya" dan segalanya adalah tentang cinta. Khanza yang ceria menjadi murung karena cinta. Namun terus berusaha memperbaiki diri dengan cinta untuk menemukan cinta baru yang benar-benar cinta dan memeluknya dengan penuh cinta. Karena cinta pula, kisah-kisah cinta Khanza terus mengalir dengan cinta-cinta. Selamat menyelami CINTA