Loading...
Logo TinLit
Read Story - Toko Kelontong di Sudut Desa
MENU
About Us  

Bagian Pertama

"Tadi saat di kelas, banyak yang membahas tentang sebuah penyakit yang diakibatkan oleh tanaman pangan sehingga memakan banyak korban jiwa. Kau tahu berita itu?" tanya Afuya.

"Satu setengah tahun setelah aku lahir," jawab Winter seakan dia sudah terkoneksi oleh umpan dari gadis di sebelahnya. 

"Tahun lahirku, dong?" sahut Afuya semakin penasaran. 

"Kemungkinan iya."

"Di mana itu?" Afuya masih mendorong Winter untuk mendapatkan informasi lebih. 

Remaja lelaki tersebut mengangkat kedua bahunya, seakan mengisyaratkan sebuah jawaban ketidak tahuan atas pertanyaan tersebut. Afuya merasa sedikit kecewa karena tidak berhasil menggali informasi yang akurat. Melihat waktu berjalan menuju malam, Afuya tersadar bahwa tujuannya tadi hanya mengantarkan pesanan roti. Ia malah lalai dan tergoda mengobrol sebentar dengan Winter. 

Pada akhirnya hanya mendapatkan jawaban yang kosong, Afuya memutuskan berpamitan untuk pulang. Mengingat senja semakin habis, pasti di rumah ia akan terkena marah oleh Meira. Winter berdiri, dengan tujuan yang sama. Meski hanya melangkah saja, Winter butuh niat untuk kembali ke rumah Eryn. Beruntung ada Afuya yang menemaninya meski dalam waktu singkat. Sebelum saling berpisah, sepenggal kalimat dari Winter terucap. 

"Besok tunggu aku di sini, ya. Kita berangkat bareng." 

Tidak lagi marah, Afuya malah tersenyum sembari mengangguk malu-malu kucing. Tanpa berlama lagi, gadis itu mulai mengayuh sepeda dengan cepat karena hatinya sudah merasa was-was akan dimarahi Meira. Winter masih berdiri di tengah jalan, menyaksikan gadis berkuncir satu seperti ekor kuda tersebut, hingga bayangannya tidak tertangkap oleh sepasang netra milik Winter.

Sesampainya Afuya di halaman rumahnya, terlihat Meira sedang menyilangkan tangannya di dada. Firasat Afuya tidak enak. Wanita itu membuat putrinya menjadi merinding. Wajah serius tanpa senyum dipaparkan Meira dengan perpaduan ekspresi datar dan mengancam. Afuya menundukkan kepala, berjalan pelan ke arah pintu. 

"Lambat sekali?" Meira menghentikan putrinya.

Mau tak mau, Afuya harus menyahuti sang bunda. "Afuya sengaja, Bun. Tadi duduk-duduk dulu di sekitar ladang," jawab gadis itu sedikit gugup. 

"Bohong pasti. Ketemu sama anak laki-laki, ya?"

Seketika Afuya mengerutkan kening dan mengalihkan tatapannya pada Meira. "Ngapain, Bun? Lagian juga siapa yang bermain hampir menjelang malam. Sudahlah, Bun, Afuya mau mandi." Gadis itu tanpa disuruh langsung hempas masuk ke dalam rumah. 

Mata Meira masih mengikuti punggung anaknya. Sebelum Afuya benar-benar masuk kamar mandi, wanita itu bergeming pelan seakan ngedumel tak terima atas jawaban gadis tersebut. "Awas saja kalau ketemuan sama anak lelaki." 

Pukul tujuh malam, tak didapati sang kakek di rumah. Afuya sengaja tanpa pamit pada Meira langsung keluar rumah menuju toko kelontong dengan berjalan kaki. Perasaan menakutkan semalam saat melihat ladang sekarang sudah tidak lagi muncul. Afuya sudah melupakannya. Mungkin, ia hanya terpaksa melupakan kejadian semalam. Toko kelontong terlihat begitu sepi, hanya kekek tua duduk di kursi goyangnya yang nampak oleh kedua mata Afuya. 

Tanpa menunggu waktu lama, gadis itu langsung memasuki toko kelontong. Pria tua tersebut sudah tahu jika ada yang tiba-tiba masuk tanpa mengetuk pintu, tak lain ialah cucu kesayangannya. Seperti biasa, Afuya langsung menyentuh kedua bahu sang kakek lali memijatnya pelan. Kali ini bukan dengan tujuan meminta uang tambahan, tetapi untuk mendapatkan jawaban dari segudang pertanyaan di kelapanya. Afuya berpikir, kakeknya pasti tahu karena di desa beliau terbilang sepuh dan paling tua.

"Minta uang lagi, Nduk?" 

Afuya sedikit terkejut langsung menolak belakangi kalimat kakeknya. "Nggak, Kek. Afuya hanya ingin bertanya. Kakek pernah mendengar tentang suatu kejadian dari yang diakibatkan oleh tanaman pangan sehingga memakan banyak korban jiwa?" 

Pria tua tersebut melipat koran yang dibacanya kemudian meletakkan pada meja di sebelah timbangan. Afuya ditariknya pelan ke arah depannya. Pria tua itu mengusap lembut kepala Afuya, menatap polos wajah cucunya yang mulai dewasa. Selepas itu beralih menepuk-tepuk pelan bahu kecil Afuya. Perlakuan lembut sang kakek, tidak membuat gadis itu merasa aneh. Namun, yang dirasakan adalah seperti kehadiran seorang ayah. 

"Puya... nggak ada kejadian seperti itu. Hanya cerita orang-orang yang dibuat-buat. Jangan mudah percaya, ya. Sekolah yang bener. Sudah, sana pulang, Kakek mau tutup toko." 

"Biasanya tidak tutup jam segini, Kek?" tanya Afuya menghentikan kakeknya yang mulai berdiri meraih penggembok kunci. 

Pria tua itu tanpa melihat cucunya, sambil bicara untuk menjawab pertanyaan. "Sudah sepi. Kakek mau nonton pertandingan bola di rumah." 

Afuya tidak tanya lagi kalau sang kakek sudah menjawab sedemikian rupa. Sepenggal kalimat dari kakeknya merupakan salam perpisahan berakhirnya obrolan singkat yang telah dibangun oleh Afuya. Selepas menutup pintu toko dengan rapat, gadis tersebut berjalan di sebelah kakeknya yang mulai membungkuk. Entah mengapa rasanya Afuya begitu nyaman berdua dengan sang kakek dibandingkan bundanya di rumah. Bagi Afuya, kakek adalah segalanya. 

Hari silih berganti. Afuya sengaja bangun lebih awal agar bisa berangkat lebih pagi. Alasannya masih sama pada Meira, agar tidak terlalu tergesa-gesa saat mengayuh sepeda butut milik kakek yang mulai usang dan karatan. Namun, sebenarnya bukan karena itu, tetapi ia sudah memiliki sebuah janji pada Winter untuk menghampiri pemuda tersebut di rumah Eryn. Meira percaya saja, karena ia juga kasihan jika Afuya berlarian mengejar kereta, apa lagi jika sampai ketinggalan.

Seusai berpamitan dan mengayuh sepedanya, tibalah gadis itu di depan rumah Eryn. Sang pemilik rumah sengaja sudah berdiri di halamannya sembari celingak-celinguk menunggu Afuya dan sepedanya yang kian mendekat. Gadis itu menurunkan standar sepeda kemudian disambut oleh Eryn. Bibi dari Winter tersebut merasa senang ketika melihat Afuya. Entah mengapa jika saja ia adalah orang tua Winter, pasti sudah menjodohkannya dengan Afuya.

Eryn tersenyum. "Winter nggak nakal 'kan, sama Kamu?" 

"Enggak, Tan. Winter-nya di mana?" tanya Afuya sembari melihat ke arah dalam rumah.

"Lagi sarapan. Tunggu, ya, sebentar lagi pasti selesai. Baik-baik ya, Kamu sama Winter. Nanti kalau anak itu nakal, bilang aja ke Tante." Eryn meraih tangan Afuya seakan memasrahkan keponakannya pada gadis itu. 

"Winter... nggak nakal 'kok, Tan. Hanya ngeselin aja," timpal Afuya dengan polosnya. 

Setelah hampir beberapa menit mengobrol sebentar dengan Eryn, akhirnya yang ditunggu keluar juga. Winter langsung merogoh sepatu di rak sebelah pintu rumah, kemudian menggunakannya. Tanpa lupa pemuda itu berpamitan dengan menyahut tangan Eryn lalu mencium punggung tangannya. Afuya mengikuti gerak-gerik Winter. 

Sepeda Afuya yang terparkir langsung diambil alih oleh keponakan Eryn. Segeralah ia duduk di sadel sepeda kemudian menepuk pelan sadel boncengan di belakangnya untuk memberikan kode pada Afuya. Gadis pemilik sepeda butut tersebut duduk dengan posisi menghadap ke samping kiri. Sepeda Afuya terlihat begitu kecil ketika ditunggangi oleh mereka yang sama-sama tinggi dari remaja seusia mereka pada umumnya. 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Ayugesa: Kekuatan Perempuan Bukan Hanya Kecantikannya
7816      2390     204     
Romance
Nama adalah doa Terkadang ia meminta pembelajaran seumur hidup untuk mengabulkannya Seperti yang dialami Ayugesa Ada dua fase besar dalam kehidupannya menjadi Ayu dan menjadi Gesa Saat ia ingin dipanggil dengan nama Gesa untuk menonjolkan ketangguhannya justru hariharinya lebih banyak dipengaruhi oleh keayuannya Ketika mulai menapaki jalan sebagai Ayu Ayugesa justru terus ditempa untuk membu...
Sebelas Desember
4955      1420     3     
Inspirational
Launa, gadis remaja yang selalu berada di bawah bayang-bayang saudari kembarnya, Laura, harus berjuang agar saudari kembarnya itu tidak mengikuti jejak teman-temannya setelah kecelakaan tragis di tanggal sebelas desember; pergi satu persatu.
Akhir SMA ( Cerita, Cinta, Cita-Cita )
1920      983     1     
Romance
Akhir SMA yang tidak pernah terbayangkan dalam pikiran seorang cewek bernama Shevia Andriana. Di saat masa-masa terakhirnya, dia baru mendapatkan peristiwa yang dapat mengubah hidupnya. Ada banyak cerita terukir indah di ingatan. Ada satu cinta yang memenuhi hatinya. Dan tidak luput jika, cita-cita yang selama ini menjadi tujuannya..
Dearest Friend Nirluka
1636      815     1     
Mystery
Kasus bullying di masa lalu yang disembunyikan oleh Akademi menyebabkan seorang siswi bernama Nirluka menghilang dari peradaban, menyeret Manik serta Abigail yang kini harus berhadapan dengan seluruh masa lalu Nirluka. Bersama, mereka harus melewati musim panas yang tak berkesudahan di Akademi dengan mengalahkan seluruh sisa-sisa kehidupan milik Nirluka. Menghadapi untaian tanya yang bahkan ol...
Why Joe
1327      676     0     
Romance
Joe menghela nafas dalam-dalam Dia orang yang selama ini mencintaiku dalam diam, dia yang selama ini memberi hadiah-hadiah kecil di dalam tasku tanpa ku ketahui, dia bahkan mendoakanku ketika Aku hendak bertanding dalam kejuaraan basket antar kampus, dia tahu segala sesuatu yang Aku butuhkan, padahal dia tahu Aku memang sudah punya kekasih, dia tak mengungkapkan apapun, bahkan Aku pun tak bisa me...
P.E.R.M.A.T.A
1919      952     2     
Romance
P.E.R.M.A.T.A ( pertemuan yang hanya semata ) Tulisan ini menceritakan tentang seseorang yang mendapatkan cinta sejatinya namun ketika ia sedang dalam kebahagiaan kekasihnya pergi meninggalkan dia untuk selamanya dan meninggalkan semua kenangan yang dia dan wanita itu pernah ukir bersama salah satunya buku ini .
Bifurkasi Rasa
152      130     0     
Romance
Bifurkasi Rasa Tentang rasa yang terbagi dua Tentang luka yang pilu Tentang senyum penyembuh Dan Tentang rasa sesal yang tak akan pernah bisa mengembalikan waktu seperti sedia kala Aku tahu, menyesal tak akan pernah mengubah waktu. Namun biarlah rasa sesal ini tetap ada, agar aku bisa merasakan kehadiranmu yang telah pergi. --Nara "Kalau suatu saat ada yang bisa mencintai kamu sedal...
Jelita's Brownies
4335      1639     11     
Romance
Dulu, Ayahku bilang brownies ketan hitam adalah resep pertama Almarhum Nenek. Aku sangat hapal resep ini diluar kepala. Tetapi Ibuku sangat tidak suka jika aku membuat brownies. Aku pernah punya daun yang aku keringkan. Daun itu berisi tulisan resep kue-kue Nenek. Aku sadar menulis resep di atas daun kering terlihat aneh, tetapi itu menjadi sebuah pengingat antara Aku dan Nenek. Hanya saja Ib...
Interaksi
498      373     1     
Romance
Aku adalah paradoks. Tak kumengerti dengan benar. Tak dapat kujelaskan dengan singkat. Tak dapat kujabarkan perasaan benci dalam diri sendiri. Tak dapat kukatakan bahwa aku sungguh menyukai diri sendiri dengan perasaan jujur didalamnya. Kesepian tak memiliki seorang teman menggerogoti hatiku hingga menciptakan lubang menganga di dada. Sekalipun ada seorang yang bersedia menyebutnya sebagai ...
Gantung
811      512     0     
Romance
Tiga tahun yang lalu Rania dan Baskara hampir jadian. Well, paling tidak itulah yang Rania pikirkan akan terjadi sebelum Baskara tiba-tiba menjauhinya! Tanpa kata. Tanpa sebab. Baskara mendadak berubah menjadi sosok asing yang dingin dan tidak terjamah. Hanya kenangan-kenangan manis di bawah rintik hujan yang menjadi tali penggantung harapannya--yang digenggamnya erat sampai tangannya terasa saki...