Loading...
Logo TinLit
Read Story - Toko Kelontong di Sudut Desa
MENU
About Us  

Bagian Ketiga

Afuya tidak menjawab dan menanggapi sama sekali pertanyaan di dalam obrolan ketiga remaja lelaki di depannya. Di pikiran gadis itu hanya fokus makan dan menyelesaikan lebih cepat agar bisa segera meninggalkan kantin. Ternyata bel masuk menyelamatkan dirinya. Tidak perlu membuat alasan sedemikian rupa, Afuya tanpa pamit langsung meninggalkan segerombolan siswa 9-A tersebut. 

Meskipun dalam kondisi masih kesal, setidaknya perut Afuya sudah kenyang terisi makanan. Gadis itu berbeda dari remaja pada umumnya. Kebanyakan dari mereka akan mengantuk jika perut sudah merasa penuh. Sedangkan Afuya malah lebih semangat saat perutnya itu telah terisi. Ia lebih fokus dan mudah mencerna berbagai materi dari pelajaran. Hingga jam-jam terakhir, mapel IPS bab sejarah membuatnya membelalak penuh pertanyaan. 

Guru sempat menyinggung beberapa peristiwa bencana alam yang mempengaruhi sejarah. Semua murid antusias mengikuti pelajaran, termasuk Afuya yang mulai muncul berbagai pertanyaan di pikirannya. Saat sang guru membuka sesi diskusi sebelum meninggalkan kelas, semua siswa ramai sendiri saling membahas dengan teman sebelahnya. Afuya tidak berkecimpung dalam diskusi, ia fokus menyimak obrolan temannya yang semakin serius. 

"Pernah ada nggak, sih, wabah penyakit yang disebabkan oleh tanaman pangan sehingga memakan banyak korban jiwa?" tanya salah satu siswi di kursi sebrang yang masih bisa didengar Afuya secara jelas. 

"Oh, itu. Kata nenekku dulu memang ada. Aku lupa tempatnya," sahut sebelah. 

"Akibatnya dari apa itu?" Satu siswi lainnya ikutan penasaran. 

"Katanya 'sih, dari tanahnya gitu. Beritanya juga sudah lama." 

Pembahasan mereka terputus akibat bel pulang telah dibunyikan. Afuya seperti biasa, berbegas membereskan buku dan alat tulisnya kemudian keluar paling awal dan menuju ruang bimbingan konseling. Hanya untuk mengambil ponsel yang ia titipkan. Kali ini, Afuya tidak mendapati Winter di sebelah tangga, mungkin saja kemarin hanya kebetulan semata. Gadis itu berusaha sekuat mungkin agar tidak memikirkan pemuda yang dikenalnya kemarin. Namun tetap saja, Winter selalu hadir di kepala Afuya. 

Saat duduk di kereta, mereka berdua tidak satu gerbong. Winter terlihat merenung, tidak semangat pagi tadi. Ia juga tidak mencari-cari di mana Afuya duduk. Sedangkan Afuya mencoba tidak memikirkan Winter malah semakin merasa kurang saat dirinya hanya sendirian. Meski singkat, cara berkenalan mereka cukup mengesankan, sehingga membuat keduanya seakan sudah kenal sejak lama. 

Kereta telah tiba, Afuya masih merasa ada yang kurang tanpa Winter. Saat di parkiran untuk mengambil sepedanya, Afuya melihat pemuda itu meninggalkan stasiun kereta tanpa menunggunya. Sebenarnya bukan berharap ditunggu, tetapi gadis tersebut merasa aneh saja, seperti ada yang berubah dari Winter secara sekejap. Karena kemarin dilihatnya remaja itu hanya jalan kaki saja bahkan kali ini juga, Afuya sedikit mengulur waktu agar tidak mendahului Winter. 

Dirasa cukup, mulailah cucu dari pemilik sepeda butut tersebut mengayuh sepeda. Saat di dalam sampai di depan rumah Eryn, Afuya tidak melihat Winter sama sekali. Ia senang, tetapi tak tenang. Terus berlanjut mengayuh pedal, pikiran Afuya tertuju pada sebuah cerita yang dibahas teman-temannya di sekolah. Ia berniat menanyakan kejadian tersebut dan mencari tahu kebenaran. 

Baru memarkirkan sepeda butut di pohon depan rumah Afuya melihat Meira sibuk menghitung dan membuka roti pesanan yang akan diantarkan sore ini. Gadis itu mengurungkan niatnya untuk bertanya pada sang bunda. Opsi lain muncul di otaknya yang cemerlang. Teringat kakek, Afuya bersegas masuk rumah kemudian berganti pakaian. Sebelumnya saat akan memasuki rumah, Afuya tak lupa mengucapkan salam yang menandakan dirinya telah sampai dengan selamat. 

Berganti pakaian sekolah mendaji pakaian biasa yang santai, Afuya berjalan menuju dapur pembuatan roti. Tidak seperti izin akan pergi bermain yang pastinya akan mendapatkan pertanyaan bejibun. Gadis itu lolos seleksi perizinan karena menggunakan kakek sebagai alasannya. Sore begini, kakek Afuya jarang di toko kelontong. Pria tua tersebut lebih sering menghabiskan waktu senja di ladang. 

Sebelum meninggalkan halaman rumah, Afuya dihentikan oleh suara wanita yang tidak asing di telinganya. "Afuya, bisa tolong Bunda sebentar?"

Gadis itu mengurungkan niatnya lalu menurunkan standar sepeda ke tanah. "Iya, Bun?" timpal Afuya sembari berjalan ke arah sumber suara yang tak jauh dari posisinya berdiri. 

"Bantu Bunda mengantarkan pesanan roti ini, ke desa sebelah, ya." Meira menyodorkan sekardus besar berisi roti pada anak gadisnya sedangkan ia menulis nota di kertas. 

Itu kan, desa tempat Winter tinggal di rumah Tante Eryn. 

"Baiklah, Bun." Tanpa berpikir panjang, Afuya mengiyakan perintah ibunya. 

"Atas nama Bu Lisdiyana, pesan tujuh puluh roti, Bunda kasih lebihan satu di dalam. Nanti bilang, habisnya seratus lima puluh ribu rupiah." Meira memberikan catatan nota pada putrinya. 

Afuya mengangkat kardus berukuran lumayan besar itu lalu ia letakkan di boncengan sepeda. "Oke, Bun. Afuya berangkat, ya," balas gadis itu sembari mengikat kardus pada sepedanya agar tak jatuh. 

Hampir pukul setengah lima sore, Afuya tidak mengebut saat mengayuh sepedanya. Sebab, roti yang diantarkan akan dipergunakan setelah jam enak sore. Afuya jadi sedikit lebih santai sembari menikmati pemandangan ladang luas waktu senja. Beberapa saat ia teringat untuk bertanya soal tadi pada kakeknya. Namun, ketika melihat kembali perladangan, ternyata sang kakek tidak ada di sana. Mungkin seusai mengantarkan roti, Afuya berniat langsung pergi ke toko kelontong tanpa kembali pulang untuk meminta izin pada bundanya terlebih dahulu. 

Transaksi dari pengiriman roti ke rumah Lisdiyana telah berhasil. Afuya mendapatkan sejumlah uang yang pas dan ucapan terima kasih. Namun, wanita pemesan roti tersebut tidak menerima bonus pemberian dari Meira. Ia memberikan sebuah roti bonusan tersebut kepada Afuya karena gadis itu terlihat sedikit lesu. Afuya sempat beberapa kali menolak, tetapi pada akhirnya ia tetap saja menerima sebuah roti pemberian Lisdiyana tersebut. 

Saat berangkat melewati jalanan depan rumah Eryn tadi Afuya tidak memikirkan akan bertemu tidaknya ia dengan Winter. Waktu beranjak pulang lewat jalan yang sama, entah mengapa Winter begitu melekat di pikiran gadis itu. Sehingga Afuya merasa apakah dirinya mempunyai salah terhadap pemuda yang baru dikenalnya kemarin? Karena saat pulang tadi Winter seakan tidak mengenalinya. 

Afuya mengayuh sepeda sedikit cepat. Jaraknya semakin pendek dengan jalanan depan rumah Eryn. Perkampungan itu begitu sepi. Tanpa sengaja, pandangan Afuya dialihkan pada seorang anak remaja laki-laki yang duduk di pembatas jalan di atas selokan yang menghubungkan antara jalan dan ladang. Pemuda itu menatap kosong perladangan yang luas. Jelas, Afuya langsung bisa mengetahui siapa remaja tersebut. Rasa khawatirnya semakin bertambah ketika Winter tidak menyadari keberadaannya. Bahkan saat menurunkan standar sepeda pun keponakan Eryn tidak menoleh. 

Afuya mengambil roti di keranjangnya lalu berjalan mendekati Winter. Gadis itu duduk di dekat dan sama persis seperti pemuda di sampingnya. Kaki bergelantungan di atas selokan dengan air yang cukup dangkal. Afuya masih menyaksikan Winter tanpa kedip itu terus memandangi ladang hijau yang begitu luas. Sesekali gadis tersebut juga menyempatkan untuk membalas rasa penasarannya tentang Winter yang mematung. Namun, ia tetap tidak mendapatkan jawaban. 

Afuya mengulurkan tangannya, memberikan sebuah roti pada Winter. "Mau ini?"

Winter bergidik ngeri sebab terkejut. "Sejak kapan Kau di sini?" tanyanya sembari menggeser pinggul menjauh dari Afuya. 

"Lihatin ladang mau ngapain? Mengubahnya jadi hutan?" 

"Eleh! Ditanya malah tanya balik," sahut Winter yang masih saling tatap dengan Afuya. 

"Lah, aku yang tanya duluan! Mau roti kaga?" Afuya meninggikan nada suaranya. 

Mata Winter beralih pandang pada roti yang dibawa gadis di sebelahnya. "Mau lah!" Pemuda itu langsung mengambil paksa roti yang ditawarkan oleh Afuya.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
I'm not the main character afterall!
1366      710     0     
Fantasy
Setelah terlahir kembali ke kota Feurst, Anna sama sekali tidak memiliki ingatan kehidupannya yang lama. Dia selama ini hanya didampingi Yinni, asisten dewa. Setelah Yinni berkata Anna bukanlah tokoh utama dalam cerita novel "Fanatizing you", Anna mencoba bersenang-senang dengan hidupnya tanpa memikirkan masalah apa-apa. Masalah muncul ketika kedua tokoh utama sering sekali terlibat dengan diri...
Let's See!!
2273      967     1     
Romance
"Kalau sepuluh tahun kedepan kita masih jomblo, kita nikah aja!" kata Oji. "Hah?" Ara menatap sahabat kentalnya itu sedikit kaget. Cowok yang baru putus cinta ini kenapa sih? "Nikah? lo sama gue?" tanya Ara kemudian. Oji mengangguk mantap. "Yap. Lo sama gue menikah."
Superhero yang Kuno
1217      793     1     
Short Story
Ayahku Superheroku
Meet You After Wound
269      225     0     
Romance
"Hesa, lihatlah aku juga."
My World
757      513     1     
Fantasy
Yang Luna ketahui adalah dirinya merupakan manusia biasa, tidak memiliki keistimewaan yang sangat woah. Hidup normal menyelimutinya hingga dirinya berusia 20 tahun. Sepucuk surat tergeletak di meja belajarnya, ia menemukannya setelah menyadari bahwa langit menampilkan matahari dan bulan berdiri berdampingan, pula langit yang setengah siang dan setengah malam. Tentu saja hal ini aneh baginya. I...
Metamorf
148      122     0     
Romance
Menjadi anak tunggal dari seorang chef terkenal, tidak lantas membuat Indra hidup bahagia. Hal tersebut justru membuat orang-orang membandingkan kemampuannya dengan sang ayah. Apalagi dengan adanya seorang sepupu yang kemampuan memasaknya di atas Indra, pemuda berusia 18 tahun itu dituntut harus sempurna. Pada kesempatan terakhir sebelum lulus sekolah, Indra dan kelompoknya mengikuti lomba mas...
Sepotong Hati Untuk Eldara
1627      769     7     
Romance
Masalah keluarga membuat Dara seperti memiliki kepribadian yang berbeda antara di rumah dan di sekolah, belum lagi aib besar dan rasa traumanya yang membuatnya takut dengan kata 'jatuh cinta' karena dari kata awalnya saja 'jatuh' menurutnya tidak ada yang indah dari dua kata 'jatuh cinta itu' Eldara Klarisa, mungkin semua orang percaya kalo Eldara Klarisa adalah anak yang paling bahagia dan ...
THE YOUTH CRIME
4865      1377     0     
Action
Remaja, fase peralihan dari anak-anak menuju dewasa dengan dua ciri khusus, agresif dan kompetitif. Seperti halnya musim peralihan yang kerap menghantui bumi dengan cuaca buruk tak menentu, remaja juga demikian. Semakin majunya teknologi dan informasi, semakin terbelakang pula logika manusia jika tak mampu mengambil langkah tegas, 'berubah.' Aksi kenakalan telah menjadi magnet ketertarika...
April; Rasa yang Tumbuh Tanpa Berharap Berbalas
1504      638     0     
Romance
Artha baru saja pulih dari luka masa lalunya karena hati yang pecah berserakan tak beraturan setelah ia berpisah dengan orang yang paling ia sayangi. Perlu waktu satu tahun untuk pulih dan kembali baik-baik saja. Ia harus memungut serpihan hatinya yang pecah dan menjadikannya kembali utuh dan bersiap kembali untuk jatuh hati. Dalam masa pemulihan hatinya, ia bertemu dengan seorang perempuan ya...
Kesempatan
20276      3233     5     
Romance
Bagi Emilia, Alvaro adalah segalanya. Kekasih yang sangat memahaminya, yang ingin ia buat bahagia. Bagi Alvaro, Emilia adalah pasangan terbaiknya. Cewek itu hangat dan tak pernah menghakiminya. Lantas, bagaimana jika kehadiran orang baru dan berbagai peristiwa merenggangkan hubungan mereka? Masih adakah kesempatan bagi keduanya untuk tetap bersama?