Read More >>"> Toko Kelontong di Sudut Desa (Page 371-3) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Toko Kelontong di Sudut Desa
MENU
About Us  

Bagian Ketiga

Afuya tidak menjawab dan menanggapi sama sekali pertanyaan di dalam obrolan ketiga remaja lelaki di depannya. Di pikiran gadis itu hanya fokus makan dan menyelesaikan lebih cepat agar bisa segera meninggalkan kantin. Ternyata bel masuk menyelamatkan dirinya. Tidak perlu membuat alasan sedemikian rupa, Afuya tanpa pamit langsung meninggalkan segerombolan siswa 9-A tersebut. 

Meskipun dalam kondisi masih kesal, setidaknya perut Afuya sudah kenyang terisi makanan. Gadis itu berbeda dari remaja pada umumnya. Kebanyakan dari mereka akan mengantuk jika perut sudah merasa penuh. Sedangkan Afuya malah lebih semangat saat perutnya itu telah terisi. Ia lebih fokus dan mudah mencerna berbagai materi dari pelajaran. Hingga jam-jam terakhir, mapel IPS bab sejarah membuatnya membelalak penuh pertanyaan. 

Guru sempat menyinggung beberapa peristiwa bencana alam yang mempengaruhi sejarah. Semua murid antusias mengikuti pelajaran, termasuk Afuya yang mulai muncul berbagai pertanyaan di pikirannya. Saat sang guru membuka sesi diskusi sebelum meninggalkan kelas, semua siswa ramai sendiri saling membahas dengan teman sebelahnya. Afuya tidak berkecimpung dalam diskusi, ia fokus menyimak obrolan temannya yang semakin serius. 

"Pernah ada nggak, sih, wabah penyakit yang disebabkan oleh tanaman pangan sehingga memakan banyak korban jiwa?" tanya salah satu siswi di kursi sebrang yang masih bisa didengar Afuya secara jelas. 

"Oh, itu. Kata nenekku dulu memang ada. Aku lupa tempatnya," sahut sebelah. 

"Akibatnya dari apa itu?" Satu siswi lainnya ikutan penasaran. 

"Katanya 'sih, dari tanahnya gitu. Beritanya juga sudah lama." 

Pembahasan mereka terputus akibat bel pulang telah dibunyikan. Afuya seperti biasa, berbegas membereskan buku dan alat tulisnya kemudian keluar paling awal dan menuju ruang bimbingan konseling. Hanya untuk mengambil ponsel yang ia titipkan. Kali ini, Afuya tidak mendapati Winter di sebelah tangga, mungkin saja kemarin hanya kebetulan semata. Gadis itu berusaha sekuat mungkin agar tidak memikirkan pemuda yang dikenalnya kemarin. Namun tetap saja, Winter selalu hadir di kepala Afuya. 

Saat duduk di kereta, mereka berdua tidak satu gerbong. Winter terlihat merenung, tidak semangat pagi tadi. Ia juga tidak mencari-cari di mana Afuya duduk. Sedangkan Afuya mencoba tidak memikirkan Winter malah semakin merasa kurang saat dirinya hanya sendirian. Meski singkat, cara berkenalan mereka cukup mengesankan, sehingga membuat keduanya seakan sudah kenal sejak lama. 

Kereta telah tiba, Afuya masih merasa ada yang kurang tanpa Winter. Saat di parkiran untuk mengambil sepedanya, Afuya melihat pemuda itu meninggalkan stasiun kereta tanpa menunggunya. Sebenarnya bukan berharap ditunggu, tetapi gadis tersebut merasa aneh saja, seperti ada yang berubah dari Winter secara sekejap. Karena kemarin dilihatnya remaja itu hanya jalan kaki saja bahkan kali ini juga, Afuya sedikit mengulur waktu agar tidak mendahului Winter. 

Dirasa cukup, mulailah cucu dari pemilik sepeda butut tersebut mengayuh sepeda. Saat di dalam sampai di depan rumah Eryn, Afuya tidak melihat Winter sama sekali. Ia senang, tetapi tak tenang. Terus berlanjut mengayuh pedal, pikiran Afuya tertuju pada sebuah cerita yang dibahas teman-temannya di sekolah. Ia berniat menanyakan kejadian tersebut dan mencari tahu kebenaran. 

Baru memarkirkan sepeda butut di pohon depan rumah Afuya melihat Meira sibuk menghitung dan membuka roti pesanan yang akan diantarkan sore ini. Gadis itu mengurungkan niatnya untuk bertanya pada sang bunda. Opsi lain muncul di otaknya yang cemerlang. Teringat kakek, Afuya bersegas masuk rumah kemudian berganti pakaian. Sebelumnya saat akan memasuki rumah, Afuya tak lupa mengucapkan salam yang menandakan dirinya telah sampai dengan selamat. 

Berganti pakaian sekolah mendaji pakaian biasa yang santai, Afuya berjalan menuju dapur pembuatan roti. Tidak seperti izin akan pergi bermain yang pastinya akan mendapatkan pertanyaan bejibun. Gadis itu lolos seleksi perizinan karena menggunakan kakek sebagai alasannya. Sore begini, kakek Afuya jarang di toko kelontong. Pria tua tersebut lebih sering menghabiskan waktu senja di ladang. 

Sebelum meninggalkan halaman rumah, Afuya dihentikan oleh suara wanita yang tidak asing di telinganya. "Afuya, bisa tolong Bunda sebentar?"

Gadis itu mengurungkan niatnya lalu menurunkan standar sepeda ke tanah. "Iya, Bun?" timpal Afuya sembari berjalan ke arah sumber suara yang tak jauh dari posisinya berdiri. 

"Bantu Bunda mengantarkan pesanan roti ini, ke desa sebelah, ya." Meira menyodorkan sekardus besar berisi roti pada anak gadisnya sedangkan ia menulis nota di kertas. 

Itu kan, desa tempat Winter tinggal di rumah Tante Eryn. 

"Baiklah, Bun." Tanpa berpikir panjang, Afuya mengiyakan perintah ibunya. 

"Atas nama Bu Lisdiyana, pesan tujuh puluh roti, Bunda kasih lebihan satu di dalam. Nanti bilang, habisnya seratus lima puluh ribu rupiah." Meira memberikan catatan nota pada putrinya. 

Afuya mengangkat kardus berukuran lumayan besar itu lalu ia letakkan di boncengan sepeda. "Oke, Bun. Afuya berangkat, ya," balas gadis itu sembari mengikat kardus pada sepedanya agar tak jatuh. 

Hampir pukul setengah lima sore, Afuya tidak mengebut saat mengayuh sepedanya. Sebab, roti yang diantarkan akan dipergunakan setelah jam enak sore. Afuya jadi sedikit lebih santai sembari menikmati pemandangan ladang luas waktu senja. Beberapa saat ia teringat untuk bertanya soal tadi pada kakeknya. Namun, ketika melihat kembali perladangan, ternyata sang kakek tidak ada di sana. Mungkin seusai mengantarkan roti, Afuya berniat langsung pergi ke toko kelontong tanpa kembali pulang untuk meminta izin pada bundanya terlebih dahulu. 

Transaksi dari pengiriman roti ke rumah Lisdiyana telah berhasil. Afuya mendapatkan sejumlah uang yang pas dan ucapan terima kasih. Namun, wanita pemesan roti tersebut tidak menerima bonus pemberian dari Meira. Ia memberikan sebuah roti bonusan tersebut kepada Afuya karena gadis itu terlihat sedikit lesu. Afuya sempat beberapa kali menolak, tetapi pada akhirnya ia tetap saja menerima sebuah roti pemberian Lisdiyana tersebut. 

Saat berangkat melewati jalanan depan rumah Eryn tadi Afuya tidak memikirkan akan bertemu tidaknya ia dengan Winter. Waktu beranjak pulang lewat jalan yang sama, entah mengapa Winter begitu melekat di pikiran gadis itu. Sehingga Afuya merasa apakah dirinya mempunyai salah terhadap pemuda yang baru dikenalnya kemarin? Karena saat pulang tadi Winter seakan tidak mengenalinya. 

Afuya mengayuh sepeda sedikit cepat. Jaraknya semakin pendek dengan jalanan depan rumah Eryn. Perkampungan itu begitu sepi. Tanpa sengaja, pandangan Afuya dialihkan pada seorang anak remaja laki-laki yang duduk di pembatas jalan di atas selokan yang menghubungkan antara jalan dan ladang. Pemuda itu menatap kosong perladangan yang luas. Jelas, Afuya langsung bisa mengetahui siapa remaja tersebut. Rasa khawatirnya semakin bertambah ketika Winter tidak menyadari keberadaannya. Bahkan saat menurunkan standar sepeda pun keponakan Eryn tidak menoleh. 

Afuya mengambil roti di keranjangnya lalu berjalan mendekati Winter. Gadis itu duduk di dekat dan sama persis seperti pemuda di sampingnya. Kaki bergelantungan di atas selokan dengan air yang cukup dangkal. Afuya masih menyaksikan Winter tanpa kedip itu terus memandangi ladang hijau yang begitu luas. Sesekali gadis tersebut juga menyempatkan untuk membalas rasa penasarannya tentang Winter yang mematung. Namun, ia tetap tidak mendapatkan jawaban. 

Afuya mengulurkan tangannya, memberikan sebuah roti pada Winter. "Mau ini?"

Winter bergidik ngeri sebab terkejut. "Sejak kapan Kau di sini?" tanyanya sembari menggeser pinggul menjauh dari Afuya. 

"Lihatin ladang mau ngapain? Mengubahnya jadi hutan?" 

"Eleh! Ditanya malah tanya balik," sahut Winter yang masih saling tatap dengan Afuya. 

"Lah, aku yang tanya duluan! Mau roti kaga?" Afuya meninggikan nada suaranya. 

Mata Winter beralih pandang pada roti yang dibawa gadis di sebelahnya. "Mau lah!" Pemuda itu langsung mengambil paksa roti yang ditawarkan oleh Afuya.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Infatuated
739      495     0     
Romance
Bagi Ritsuka, cinta pertamanya adalah Hajime Shirokami. Bagi Hajime, jatuh cinta adalah fase yang mati-matian dia hindari. Karena cinta adalah pintu pertama menuju kedewasaan. "Salah ya, kalau aku mau semuanya tetap sama?"
Kau Tutup Mataku, Kuketuk Pintu Hatimu
4275      1663     0     
Romance
Selama delapan tahun Yashinta Sadina mengidolakan Danendra Pramudya. Laki-laki yang mampu membuat Yashinta lupa pada segudah masalah hidupnya. Sosok yang ia sukai sejak debut sebagai atlet di usia muda dan beralih menekuni dunia tarik suara sejak beberapa bulan belakangan. "Ayah sama Ibu tenang saja, Yas akan bawa dia jadi menantu di rumah ini," ucap Yashinta sambil menunjuk layar televisi ke...
My Doctor My Soulmate
74      65     1     
Romance
Fazillah Humaira seorang perawat yang bekerja disalah satu rumah sakit di kawasan Jakarta Selatan. Fazillah atau akrab disapa Zilla merupakan seorang anak dari Kyai di Pondok Pesantren yang ada di Purwakarta. Zilla bertugas diruang operasi dan mengharuskan dirinya bertemu oleh salah satu dokter tampan yang ia kagumi. Sayangnya dokter tersebut sudah memiliki calon. Berhasilkan Fazillah menaklukkan...
Zona Elegi
352      232     0     
Inspirational
Tertimpa rumor tak sedap soal pekerjaannya, Hans terpaksa berhenti mengabadikan momen-momen pernikahan dan banting setir jadi fotografer di rumah duka. Hans kemudian berjumpa dengan Ellie, gadis yang menurutnya menyebalkan dan super idealis. Janji pada sang nenek mengantar Ellie menekuni pekerjaan sebagai perias jenazah, profesi yang ditakuti banyak orang. Sama-sama bekerja di rumah duka, Hans...
Gagal Menikah
4398      1426     4     
Fan Fiction
Cerita ini hanya fiktif dan karanganku semata. Apabila terdapat kesamaan nama, karakter dan kejadian, semua itu hanya kebetulan belaka. Gagal Menikah. Dari judulnya udah ketahuan kan ya?! Hehehe, cerita ini mengkisahkan tentang seorang gadis yang selalu gagal menikah. Tentang seorang gadis yang telah mencoba beberapa kali, namun masih tetap gagal. Sudut pandang yang aku pakai dalam cerita ini ...
A & O
1489      692     2     
Romance
Kehilangan seseorang secara tiba-tiba, tak terduga, atau perlahan terkikis hingga tidak ada bagian yang tersisa itu sangat menyakitkan. Namun, hari esok tetap menjadi hari yang baru. Dunia belum berakhir. Bumi masih akan terus berputar pada porosnya dan matahari akan terus bersinar. Tidak apa-apa untuk merasakan sakit hati sebanyak apa pun, karena rasa sakit itu membuat manusia menjadi lebih ma...
Coneflower
3246      1504     3     
True Story
Coneflower (echinacea) atau bunga kerucut dikaitkan dengan kesehatan, kekuatan, dan penyembuhan. Oleh karenanya, coneflower bermakna agar lekas sembuh. Kemudian dapat mencerahkan hari seseorang saat sembuh. Saat diberikan sebagai hadiah, coneflower akan berkata, "Aku harap kamu merasa lebih baik." — — — Violin, gadis anti-sosial yang baru saja masuk di lingkungan SMA. Dia ber...
F I R D A U S
637      421     0     
Fantasy
Girl Power
1740      736     0     
Fan Fiction
Han Sunmi, seorang anggota girlgrup ternama, Girls Power, yang berada di bawah naungan KSJ Entertainment. Suatu hari, ia mendapatkan sebuah tawaran sebagai pemeran utama pada sebuah film. Tiba-tiba, muncul sebuah berita tentang dirinya yang bertemu dengan seorang Produser di sebuah hotel dan melakukan 'transaksi'. Akibatnya, Kim Seokjin, sang Direktur Utama mendepaknya. Gadis itu pun memutuskan u...
Novel Andre Jatmiko
8543      1840     3     
Romance
Nita Anggraini seorang siswi XII ingin menjadi seorang penulis terkenal. Suatu hari dia menulis novel tentang masa lalu yang menceritakan kisahnya dengan Andre Jatmiko. Saat dia sedang asik menulis, seorang pembaca online bernama Miko1998, mereka berbalas pesan yang berakhir dengan sebuah tantangan ala Loro Jonggrang dari Nita untuk Miko, tantangan yang berakhir dengan kekalahan Nita. Sesudah ...