Loading...
Logo TinLit
Read Story - Perhaps It Never Will
MENU
About Us  

“Kau mau lagi?” tawar Will pada Hayley yang kepalanya berada di atas paha Will.

            Mereka kembali ke tempat semula, sisi jembatan sungai Eye, malam itu setelah sebelumnya berjalan ke toko roti Miss Tiana. Toko roti tersebut memang masih tutup, tapi bukan Will namanya jika tidak memiliki cara. Ia berpura-pura sakit di hadapan Miss Tiana yang sudah memakai piama tidurnya. Miss Tiana memang tidak membuka tokonya selama beberapa hari karena suaminya juga sedang sakit. Dan ketika melihat akting Will yang terlalu hebat, ia langsung menyanggupi untuk membuat dua roti.

            Dan disinilah mereka sekarang; Will duduk di sisi jembatan dengan kepala Hayley yang berada di pangkuannya.

            “Tidak, sudah kenyang,” jawab Hayley. Ia menatap ke langit, mencoba menghitung bintang-bintang yang bertebaran. “Kau selalu menawariku bagianmu, memang ingin berbagi atau mencari muka?” goda Hayley.

            Will terkekeh. Raut wajahnya bersinar begitu indah. Hayley tidak lagi tertarik menghitung bintang.

            “Kau mau tahu sesuatu?” Will menyelipkan helaian rambut Hayley ke belakang telinga.

            “Apa itu?”

            “Aku belum mencuri sepeda selama satu bulan.” Detik itu juga tawa keras menguasai sungai. Campuran tawa Hayley dan tawa Will. Yang menurut Will terdengar sempurna, bagai sereal dan susu, yang memang ditakdirkan untuk bersama.

            “Will.”

            “Ya, Love?” sahut Will.

            “Apakah aku masih bisa bertanya banyak tentangmu?” tanya Hayley agak ragu.

Mulut Will melengkung membentuk senyuman. “Itu terhitung sebagai pertanyaan. Kau punya dua kesempatan lagi.”

Hayley mengubah posisinya menjadi duduk. “Aku tidak tahu nama tengahmu.” Hayley menggigit bibir bawahnya.

            Will mendekatkan bibirnya pada telinga Hayley, membuat hawa malam itu tiba-tiba menjadi panas. “Raven, Love. Nama tengahku Raven.”

            “William Raven Morrison,” ucap Hayley. Will tidak pernah mendengar seseorang menyebutkan namanya dengan seindah itu. “Bagus,” lanjut Hayley memuji.

            “Lebih bagus dari Wilhelmina?” goda Will yang balas tersenyum miring.

            Hayley menggeleng defensif. “Tidak juga.” Will tertawa lagi, ini pertama kalinya Hayley melihat Will tertawa lebih dari satu kali selama sehari. “Oke, pertanyaan selanjutnya. Tapi, kau tidak harus menjawab kalau kau tidak mau, aku mengerti—“

            “Ask me,” potong Will menarik Hayley ke dalam pelukan.

            Hayley menempelkan telinganya di dada Will. Mendengarkan ritme detak jantung Will yang familiar. “Sewaktu di bandara, ada seseorang yang memanggilmu. Apa itu Ayahmu?”

            Wajah Will menjadi kosong. Rasa bersalah langsung menyelimuti perasaan Hayley, ia buru-buru menjauhkan diri. “Will, aku minta maaf—“

            “Bukan. Itu Paman Mark. Ayahku pergi sebelum aku lahir. Jangan merasa kasihan padaku, he was an asshole. Mom and I were better off without him,” jawab Will. Satu lengannya kembali menarik Hayley untuk mendekat. “It was always just the two of us, Mom and I. Di sini, di The Cotswolds. Mom meninggal sewaktu aku berumur lima belas. Aku masih ingat hari menyedihkan itu, aku pulang ke rumah setelah baru saja selesai membuat lirik lagu untuk band sahabatku. Aku tak sabar memberitahu Mom, dia selalu senang membaca tulisan-tulisanku. Tapi sore itu, tidak seperti biasanya, banyak tetangga yang mengelilingi rumah. Ekspresi mereka terlihat takut ketika melihat kedatanganku.”

            “Aku baru menyadari sesuatu buruk terjadi ketika Jones, sahabat Mom berkata, ‘Aku minta maaf, Will. Ibumu sudah pergi. Overdosis obat. Dia ditemukan tergeletak di ruang tamu oleh kurir surat.’ Kau mau tahu apa yang kulakukan? Tidak ada. Aku hanya berdiri diam membeku di depan pintu. Aku tidak menangis. Tidak berteriak marah. Mom memang sering meminum obat, tapi dia tidak pernah mau memberitahuku obat apa itu. Setelah kematiannya aku baru tahu, itu obat antidepresan. Aku tinggal dengan Gigi, Kakekku, sampai berumur dua puluh setelahnya, dan pindah ke London untuk mengejar karirku sebagai penulis,” jelas Will sambil menatap kosong ke arah air sungai yang warnanya hampir sama dengan warna langit malam yang gelap. Bibir bawah Will bergetar. Ternyata bertahun-tahun berlalu, hal ini tidak semakin mudah baginya.

Hayley tanpa sadar sudah mengeluarkan air matanya sejak tadi. Ia lalu menyembunyikan wajahnya di ceruk leher Will dan memeluk tubuh kokoh yang rapuh itu dengan erat. Mereka hanyut dalam keheningan selama beberapa saat. Will sangat membutuhkan ini, sebuah pelukan. Ia bahkan lupa kapan terakhir kali dipeluk seperti ini. Will menghirup wangi tubuh Hayley dalam-dalam, dan pada detik itu juga ia bisa menulis ribuan kata tentang aroma apel yang menguar dari tubuh indah itu.

“Willy, hal apapun itu yang belum bisa kau beritahu padaku, kuharap itu bukan hal buruk. You’ve been through a lot. I want you to find your happiness. You deserve it. Janji?” Hayley menyodorkan jari kelingkingnya.

You are my happiness, Hayley.

            Will tidak menjawab selama beberapa saat, namun akhirnya ia mengangguk dan menautkan jari kelingkingnya dengan jari kelingking Hayley sambil berkata, “I promise, Love.”

                 Lagi-lagi janji yang tidak akan bisa ditepati.

***

Madison tersenyum lebar ketika Hayley menyambutnya di depan pintu rumah Jane dengan Josephine yang tertidur di gendongannya. Beberapa detik kemudian dari belakang tubuh Madison yang semakin kurus muncul Jenna yang berlari sangat kencang ke arah Hayley dan memeluk kakak tirinya itu dengan erat sampai Hayley kesulitan bernafas.

            Jeremy, yang menggandeng tangan January dan Jillian, tersenyum tipis ketika tatapannya bertemu dengan tatapan Hayley. Tidak ada headphones yang menutupi telinganya kali ini.

            Hayley tersenyum haru melihat kedatangan keluarganya. Semuanya terasa seperti mimpi, dan jika benar ini mimpi, ia tidak mau bangun sama sekali.

            “Welcome home,” ucap Hayley lalu memeluk Madison yang menangis haru. “I’m glad you are here.”

            Madison mengangguk di dalam pelukan lalu mencium pipi Hayley sebelum melepaskan diri. “Kau kompasku, Hay. Aku pasti akan datang.”

            “Oh, sayang-sayangku,” ucap seseorang dari arah belakang Hayley.

            “Grandma!” pekik Jenna dan January bersamaan. Mereka berhambur memeluk Jane yang terlihat sangat bahagia menyambut  cucu-cucunya.

            Berbeda dengan Jenna dan January yang langsung melepas rasa rindu, Jeremy dan Jillian masih berdiri kaku di dekat pagar sambil tetap bergandengan tangan. Hayley, dengan senyuman yang sangat tulus, akhirnya berjalan menghampiri kedua anak lelaki itu.

            “Jeremy, Jillian, kalian terlihat semakin tinggi. Apa Mads memasukkan vitamin rahasia ke dalam makanan kalian? Rasanya tidak adil jika aku tidak tahu,” gurau Hayley berjongkok di hadapan adik-adik tirinya.

            Jillian menggeleng dengan polosnya. “Tidak. Mum hanya memberi kami pancake dengan parutan keju di atasnya.”

            Hayley terkekeh. “Baiklah kalau begitu, aku akan meminta Mads membuatkan itu untukku, lagipula—“

            Perkataan Hayley terpotong karena tiba-tiba tubuh Jeremy menubruk tubuhnya—Jeremy memeluknya. Hal tersebut membuat Hayley hampir terjungkal ke belakang karena tak siap, tapi untungnya ia sedang dalam keadaan seimbang. Sontak, Hayley terperangah. Jeremy tidak pernah mau memeluk siapapun kecuali Madison, itu pun hanya dalam keadaan tertentu.

            Dan sekarang, ketika merasakan tangan mungil itu melingkar di lehernya, Hayley tak bisa menahan butiran-butiran air mata yang mendesak ingin turun. Ia balas memeluk Jeremy dan mengusap lembut punggung anak lelaki itu.

            “I am so happy to see you, Jer. I missed you,” bisik Hayley lalu menarik tangan Jillian dengan lembut untuk ikut bergabung. Sehingga sekarang mereka bertiga saling memeluk satu sama lain dengan penuh sayang.

            Madison yang sejak tadi memerhatikan kejadian di hadapannya langsung memalingkan wajah ke arah lain untuk menghapus air mata. Jane akhirnya menyuruh mereka untuk masuk, ia sudah menyiapkan berbagai makanan lezat untuk merayakan kedatangan Madison dan anak-anaknya. Jenna yang sudah kelewat lapar, langsung mencomot chicken sandwich tanpa disuruh, membuat Jane tertawa geli.

            “Grandma, aku benci kereta,” ucap January tiba-tiba. Ia duduk di sebelah Jenna sambil mengunyah puding coklat.

            “Kenapa?” tanya Jane sembari menyuapkan sushi ke mulut Josephine yang sudah terbangun dari tidurnya.

            “Aku benci orang, dan di dalam kereta semuanya orang. Jadi aku benci kereta,” jawab January enteng. Jane hanya menggeleng tak percaya lalu melempar tatapan meminta penjelasan kepada Madison. Madison mengendikan bahu lalu pura-pura menyibukkan diri dengan tas nya.

            “Well, kurasa kita punya banyak persamaan. Aku juga benci orang,” sahut Hayley ikut bergabung ke meja makan. Ia tersenyum menerima sodoran piring berisi puding dari Jillian.

            “Aku juga benci orang!” seru Josephine tak mau ketinggalan. Padahal ia tak begitu paham apa yang ia katakan.

            “Aku juga!” Kali ini Jillian.

            “Kau tidak membenci orang, Jilly. Kau terlalu friendly untuk membenci,” sanggah Jenna santai.

            “Tidak, aku benci orang! Aku benci orang!” sergah Jillian tak terima. Mengacungkan garpunya ke udara.

            Keadaan menjadi sedikit tidak terkendali. Bukan Jillian saja yang berteriak, tapi juga January dan Josephine yang seperti mesin, otomatis ikut bergabung.

            “Kids!” tegur Madison. Seketika ruang makan menjadi hening. “Aku paham kalian semua lelah, jadi tolong bekerja sama lah untuk makan dengan damai dan tidak berisik. Setelah itu kalian boleh langsung beristirahat.”

            Jeremy yang sejak tadi hanya fokus pada makanannya tiba-tiba beranjak berdiri. “Aku sudah kenyang dan tidak terlalu lelah. Boleh aku jalan-jalan sebentar, Mum?” pintanya.

            Madison seperti akan mengatakan tidak ketika Jeremy meneruskan, “Tidak lama, aku hanya ingin ke rumah Matthew.”

            “Baiklah. Kau mau aku menemanimu?” tawar Madison meskipun wajahnya sudah terlihat lelah.

            Jeremy menggeleng. “Tidak perlu, Mum. Aku bisa sendiri.”

            “Good boy. Pemberani,” puji Jane tersenyum bangga. “Hati-hati, Sayang,” lanjutnya ketika Jeremy sudah berjalan keluar rumah.

            Jenna hanya menatap malas ke arah Madison dan Jane lalu menguap lebar. “Aku juga good girl dan pemberani, tapi saat ini aku sedang lelah dan sangat butuh istirahat.” Jenna menekankan kata istirahat. Membuat Hayley tidak bisa menahan kekehan geli.

            “Ayo, kau dan January tidur di kamarku,” ajak Hayley berjalan ke arah tangga menuju lantai atas.

            “Benarkah?” tanya keduanya tak percaya. Mata mereka berdua berbinar-binar.

            Hayley mengangguk. “Ayo, princesses.”

            “YEAY!” pekik Jenna dan January bersorak gembira sambil berlari menaiki tangga.

            Madison menggelengkan kepala sambil tersenyum. Tak bisa dipungkiri, ia memang sangat sedih ketika suaminya harus dipenjara meskipun ia sendiri yang melapor. Tapi rasa sedih itu setara dengan kebahagiaan dan kedamaian hati anak-anaknya ketika tidak lagi melihat pertengkaran dan kekerasan fisik di sekitar mereka.

            “Dia terlihat sangat bahagia di sini,” ujar Madison memerhatikan senyum Hayley yang lebar.

            “Yes, she does.” Jane mengangguk setuju. “Sayangnya, sebentar lagi dia harus kembali ke New York.” Ekspresinya berubah sedih setiap kali mengingat waktunya dengan Hayley yang hanya tinggal menghitung hari.

            “It will happen, Ma. New York is her home. There is no better place than home.” Madison mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru rumah; mengamati ruang tamu tempat dulu ia biasa menonton TV, tangga yang selalu ia lewati sambil berlari pagi-pagi di hari Natal, dan ruang makan tempat biasa ia mengobrol dari hati ke hati dengan Jane tentang lelaki yang ia suka.

            There is no better place than home.

Tags: twm23

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Under a Falling Star
1040      611     7     
Romance
William dan Marianne. Dua sahabat baik yang selalu bersama setiap waktu. Anne mengenal William sejak ia menduduki bangku sekolah dasar. William satu tahun lebih tua dari Anne. Bagi Anne, William sudah ia anggap seperti kakak kandung nya sendiri, begitupun sebaliknya. Dimana ada Anne, pasti akan ada William yang selalu berdiri di sampingnya. William selalu ada untuk Anne. Baik senang maupun duka, ...
Seutas Benang Merah Pada Rajut Putih
1530      770     1     
Mystery
Kakak beradik Anna dan Andi akhirnya hidup bebas setelah lepas dari harapan semu pada Ayah mereka Namun kehidupan yang damai itu tidak berlangsung lama Seseorang dari masa lalu datang menculik Anna dan berniat memisahkan mereka Siapa dalang dibalik penculikan Anna Dapatkah Anna membebaskan diri dan kembali menjalani kehidupannya yang semula dengan adiknya Dalam usahanya Anna akan menghadap...
Campus Love Story
8312      1901     1     
Romance
Dua anak remaja, yang tiap hari bertengkar tanpa alasan hingga dipanggil sebagai pasangan drama. Awal sebab Henan yang mempermasalahkan cara Gina makan bubur ayam, beranjak menjadi lebih sering bertemu karena boneka koleksi kesukaannya yang hilang ada pada gadis itu. Berangkat ke kampus bersama sebagai bentuk terima kasih, malah merambat menjadi ingin menjalin kasih. Lantas, semulus apa perjal...
AKSARA
6293      2154     3     
Romance
"Aksa, hidupmu masih panjang. Jangan terpaku pada duka yang menyakitkan. Tetaplah melangkah meski itu sulit. Tetaplah menjadi Aksa yang begitu aku cintai. Meski tempat kita nanti berbeda, aku tetap mencintai dan berdoa untukmu. Jangan bersedih, Aksa, ingatlah cintaku di atas sana tak akan pernah habis untukmu. Sebab, kamu adalah seseorang yang pertama dan terakhir yang menduduki singgasana hatiku...
SEMPENA
4050      1304     0     
Fantasy
Menceritakan tentang seorang anak bernama Sempena yang harus meraih harapan dengan sihir-sihir serta keajaiban. Pada akhir cerita kalian akan dikejutkan atas semua perjalanan Sempena ini
Demi Keadilan:Azveera's quest
1056      575     5     
Mystery
Kisah Vee dan Rav membawa kita ke dalam dunia yang gelap dan penuh misteri. Di SMA Garuda, mereka berdua menemukan cinta dan kebenaran yang tak terduga. Namun, di balik senyum dan kebahagiaan, bahaya mengintai, dan rahasia-rasasia tersembunyi menanti untuk terungkap. Bersama-sama, mereka harus menghadapi badai yang mengancam dan memasuki labirin yang berbahaya. Akankah Vee menemukan jawaban yang ...
Photograph
1639      784     1     
Romance
Ada banyak hal yang bisa terjadi di dunia dan bertemu Gio adalah salah satu hal yang tak pernah kuduga. Gio itu manusia menyenangkan sekaligus mengesalkan, sialnya rasa nyaman membuatku seperti pulang ketika berada di dekatnya. Hanya saja, jika tak ada yang benar-benar abadi, sampai kapan rasa itu akan tetap ada di hati?
Into The Sky
491      322     0     
Romance
Thalia Adiswara Soeharisman (Thalia) tidak mempercayai cinta. Namun, demi mempertahankan rumah di Pantai Indah, Thalia harus menerima syarat menikahi Cakrawala Langit Candra (Langit). Meski selamanya dia tidak akan pernah siap mengulang luka yang sama. Langit, yang merasa hidup sebatang kara di dunia. Bertemu Thalia, membawanya pada harapan baru. Langit menginginkan keluarga yang sesungguhnya....
Toko Kelontong di Sudut Desa
5458      1945     3     
Fantasy
Bunda pernah berkata pada anak gadisnya, bahwa cinta terbaik seorang lelaki hanya dimiliki oleh ayah untuk anaknya. Namun, tidak dengan Afuya, yang semenjak usia tujuh tahun hampir lupa kasih sayang ayah itu seperti apa. Benar kata bundanya, tetapi hal itu berlaku bagi ibu dan kakeknya, bukan dirinya dan sang ayah. Kehidupan Afuya sedikit berantakan, saat malaikat tak bersayapnya memutuskan m...
Dream of Being a Villainess
1378      789     2     
Fantasy
Bintang adalah siswa SMA yang tertekan dengan masa depannya. Orang tua Bintang menutut pertanggungjawaban atas cita-citanya semasa kecil, ingin menjadi Dokter. Namun semakin dewasa, Bintang semakin sadar jika minat dan kemampuannya tidak memenuhi syarat untuk kuliah Kedokteran. DI samping itu, Bintang sangat suka menulis dan membaca novel sebagai hobinya. Sampai suatu ketika Bintang mendapatkan ...