Loading...
Logo TinLit
Read Story - Are We Friends?
MENU
About Us  

"JADI, udah nentuin mau masuk ekskul mana?"

Dinda yang sedang membaca buku di perpustakaan mengalihkan pandangannya pada pemilik suara. Di sana, duduk dengan tangan bertopang dagu dan siku menempel ke meja, tampak Levi tersenyum manis lengkap dengan sinar matahari yang meyinarinya dari jendela.

'Memangnya ini apa? Novel teenlit?' batin Dinda sinis. Dia membalas pertanyaan Levi dengan senyum meringis dan gelengan halus.

"Belum berarti, ya?"

Dinda diam saja, tidak menanggapi pertanyaan Levi lebih jauh. Bagaimanapun dia merasa terganggu dengan kehadiran Levi. Untuk apa, sih, sebenarnya dia ganggu aku terus?

"Beneran enggak mau nyoba ekskul musik dulu, Din?" tanya Levi lagi.

Dinda masih diam saja, kembali mencoba fokus ke buku yang ada di hadapannya, mempelajari setiap baris yang ada di sana.

"Bukannya kamu suka banget sama musik?"

Nah, kali ini Levi berhasil menarik perhatian Dinda. Dia masih cukup penasaran kenapa Levi bisa tahu mengenai ketertarikannya itu? Sekarang, pandangan mata Dinda fokus ke Levi. Pandangan mata minta penjelasan. Buku yang tadi ada di tangannya, kini tersimpan rapi di atas meja.

"Apa?"

"Kakak sebaiknya menjelaskan dari mana kakak tahu soal aku suka musik?"

"Waaah, tebakanku benar?"

Dinda kembali tidak membalas pertanyaan Levi, tapi sorot matanya masih meminta penjelasan.

"Loh, itu kamu baca buku musik, Dinda. Masuk akal, dong, kalau kupikir kamu suka musik?" tanya Levi masih dengan senyuman di wajahnya. Kali ini, kedua tangannya menangkup di wajahnya sendiri, ia bertingkah sok manis di hadapan Dinda.

Dinda mulai jengah ditatap seperti itu. Dinda yakin betul cowok ini tahu sesuatu. Dia memicingkan matanya menatap Levi. Lalu, sepertiga menit kemudian, Dinda menghela napasnya. "Haaa ... bukan tipeku emang mencurigai orang lain begini."

"Emang kamu curiga ke siapa? Aku?" Levi menunjuk dirinya sendiri dengan ekspresi terkejut yang sangat kelihatan dibuat-buat.

"Ya, menurut ngana?" jawab Dinda sambil memutar bola matanya.

"Eh, ngomong-ngomong, kamu lagi belajar Romance d'Amour? Yang gitar apa yang piano?"

Dinda langsung terkejut begitu mengetahui Levi paham ­piece lagu yang sedang dibacanya. "Iya, yang piano. Kakak tahu lagunya?"

"Iya, dong. Lagunya bagus banget. Sayang sampe sekarang penulisnya masih enggak jelas."

"Iya, sayang banget. Aku suka banget lagu ini karena pembawaannya yang lembut dan tenang. Ada hint romantis juga." Dinda menatap buku Piece of D'amour yang tadi dibacanya.

"Emang kamu lagi pelajari apanya?" tanya Levi tiba-tiba. Ia mengambil buku di hadapan Dinda lalu membolak-balik halamannya. "Bukannya piece ini tinggal dimainkan aja sesuai notenya?"

"Iya, maunya gitu. Tapi, aku ngerasa piece ini bisa dilembutin lagi."

"Dilembutin gimana?"

Berlanjutlah obrolan mereka panjang lebar mengenai piano dan teknik-tekniknya. Dinda benar-benar tidak menyangka Levi tahu banyak tentang piano. Jauh lebih banyak bahkan dari yang Dinda tahu. Sepertinya akan menyenangkan belajar lebih banyak dari Kak Levi.

"Kakak di klub musik juga?" tanya Dinda akhirnya.

Levi mengangguk. Tampak begitu bahagia melihat Dinda akhirnya menaruh perhatian padanya. "Well, tapi enggak segitu seringnya juga. Aku lebih fokus ke basket. Sesekali ke musik pas butuh refreshing."

Dinda mengangguk-angguk, sedikit kecewa karena ternyata Levi tidak sesering itu di klub musik.

"Bisa diatur, sih, jadi sering kalau kamu ikutan klub musik juga."

Kalimat itu sukses membuat Dinda menatap Levi dengan mata berbinar. Tunggu, tapi kalau aku ikut piano lagi ....

"Kenapa?"

"Aku pikirin dulu, deh, Kak. Musik menyenangkan, tapi ...." Dinda mengalihkan pandangannya ke arah jendela besar di samping kanannya. Tatapan yang panjang dan kesepian.

"Oke. Kabarin, ya, kalau akhirnya kamu mau gabung," kata Levi kemudian. Ia tersenyum lalu mengeluarkan gawai dari kantung celananya. "Kasih aku nomor Whatsymu." Levi menyerahkan gawainya pada Dinda.

Dinda menatap Levi bingung. Untuk apa?

"Biar kita bisa ngobrol, lah. Emang Whatsy untuk apa lagi?" Levi tertawa melihat reaksi Dinda. "Biar aku gampang kalau mau kasih kamu piece baru atau mana tahu aku lagi iseng dan nemu lagu bagus."

Dinda tertawa renyah. Dia merasa bodoh dengan pikirannya sendiri. "Ini," katanya kemudian mengembalikan gawai Levi kembali kepada yang punya, lengkap dengan kontak Whatsy-nya. "Jangan digombali, ya. Aku enggak minat," ucap Dinda kemudian sambil tertawa.

"Well, kita lihat saja nanti. Mana tahu, kan, salah satu gombalan cerdasku malah jadi inspirasi melembutkan Romance D'Amour kamu." Levi mengedipkan sebelah matanya ke Dinda.

Dinda malah membalasnya dengan tertawa. "Boleh, coba aja," balasnya masih sambil tertawa.

Siang itu, Dinda menghabiskan waktu pulang sekolah sambil menunggu Ryo pulangnya dengan ngobrol panjang lebar dengan Levi. Bukan hal yang aneh, tapi cukup menyenangkan. Paling tidak hari ini dia mendapatkan teman baru.

* * *

Sore itu, Dinda duduk di balkon kamarnya sambil membaca buku. Di balkon seberang sana, Ryo juga sedang membaca buku dengan masih memakai kaus basketnya. Mereka baru pulang sekolah.

Dalam keheningan senja, tiba-tiba gawai Dinda berbunyi. Satu pesan Whatsy masuk. Dinda melirik gawainya yang berada dalam posisi tertelungkup, tapi diabaikannya saja benda itu.

Tak berapa lama, gawainya kembali berbunyi. Satu pesan Whatsy lagi masuk ke sana. Masih, Dinda mengabaikan lagi pesan itu. Paling dari Kana, pikirnya.

Namun, pemikiran itu langsung terusik ketika akhirnya gawainya berbunyi sekali lagi. Kali ini bukan pesan, tapi panggilan untuk bertelepon. Mau tidak mau, Dinda mengangkat panggilan itu tanpa melihat siapa peneleponnya.

"Hai, Dinda ...." Suara di ujung sana menyambut.

Dinda mematung sebentar, lalu melirik Ryo yang menatapnya dengan pandangan bertanya. Dinda sendiri bingung siapa cowok yang meneleponnya sore-sore begini. Dia melirik nomor yang tertera di layar, tak ada nama, hanya nomor. Siapa?

"Isi kepala kamu, tuh, nyampe sini," kata suara di ujung sana lagi.

Dinda masih diam, mencoba mencari tahu siapa pemilik suara di sana. Suara cowok yang ngebass dan dalam.

"Levi. Ring any name?" kata cowok itu akhirnya.

"Kak Levi?"

"Ada berapa banyak Levi yang kamu kenal?"

"Satu, sih." Dinda meringis. Di seberang sana, Ryo langsung angkat kaki dari balkon.

"Bararti cuma aku, dong?"

Lagi, Dinda membalasnya dengan tertawa meringis mencoba mengabaikan kalimat Revi barusan. "Ada apa Kak Levi nelpon?"

"Dengerin, deh."

Dinda tercenung, apa yang harus didengarkan? Suara gemeretuk ponsel beradu dengan benda tertentu? Eh, bukan ... suara ini?

"Romance D'Amour," bisik Dinda tanpa sadar. Matanya terpejam menikmati alunan gitar yang dimainkan oleh Levi di sana.

"Aku udah lama enggak main piano. Adanya paling deket cuma gitar. Gak papa, ya?" Levi menjelaskan di sela-sela permainan gitarnya yang lembut.

Dinda hanya mendeham mendengarkan, ia berkonsentrasi penuh pada petikan-petikan yang cowok itu ambil. Paduan suara gitar dan angin sepoi-sepoi membawa Dinda seolah menari dengan piano kesayangannya. Tangannya tanpa sadar bergerak dengan sendirinya mencari tuts-tuts imajiner yang melengkapi petikan senar Levi. Benaknya menciptakan harmoni antara piano dan gitar. Perasaan ini, aku seperti pernah merasakannya.

Begitu Levi memetik senar terakhirnya, Dinda pun kembali ke balkon kamarnya.

"Gimana?"

"Bagus. Meski bukan alunan Romance D'Amour yang aku cari, alunan kakak udah punya cerita sendiri. Cerita seorang cowok yang jatuh cinta," gumam Dinda tanpa sadar.

Terdengar suara Levi yang tiba-tiba terbatuk.

"Kak Lev?"

"Aku oke," jawabnya sambil terbatuk lagi. "Bayanganmu agak sedikit ekstrem, ya?"

"Ekstrem gimana? Itu alunannya lembut banget, loh." Dinda tertawa-tawa, itu tadi pujian, loh. Kenapa malah dianggap ekstrem?

Levi ikut tertawa. "Yah, anggap aja, kamu berhasil menebak penggambaranku tentang lagu itu."

Dinda melirik ke arah balkonnya Ryo, cowok itu tidak ada di sana. Ryo ke mana?

"Besok ke perpustakaan lagi?" tanya Levi tiba-tiba.

"Mungkin," jawab Dinda sepintas lalu. "Eh, tapi enggak, deh, besok mau nemenin Ryo basket."

"Oke, kalau gitu, aku ikut latihan basket. Sip, sampai jumpa besok, Dinda."

Dan, begitu saja, panggilan itu berakhir tanpa Dinda bisa membalas apa pun.

* * *

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
WINGS "You Never Walk Alone"
649      411     2     
Fan Fiction
Vi, pria dingin dengan sikap acuhnya dan dingin membuat siapapun tidak mau berurusan dengan dirinya. Pria itu begitu teguh pada pendiriannya dan tidak mudah goyah. Ia didik begitu keras oleh Ayahnya. Hingga ia bertemu dengan gadis bernama Rua yang memiliki sikap konyol dan selalu membuatnya kesal. Dibalik sikap konyol Rua ternyata gadis itu menyimpan penderitaan yang sama dengan Vi. Mereka butuh ...
Lebih dari Cinta Rahwana kepada Sinta
3413      1720     0     
Romance
Pernahkan mendengarkan kisah Ramayana? Jika pernah mendengarnya, cerita ini hampir memiliki kisah yang sama dengan romansa dua sejoli ini. Namun, bukan cerita Rama dan Sinta yang akan diceritakan. Namun keagungan cinta Rahwana kepada Sinta yang akan diulas dalam cerita ini. Betapa agung dan hormatnya Rahwana, raksasa yang merajai Alengka dengan segala kemewahan dan kekuasaannya yang luas. Raksas...
Havana
883      449     2     
Romance
Christine Reine hidup bersama Ayah kandung dan Ibu tirinya di New York. Hari-hari yang dilalui gadis itu sangat sulit. Dia merasa hidupnya tidak berguna. Sampai suatu ketika ia menyelinap kamar kakaknya dan menemukan foto kota Havana. Chris ingin tinggal di sana. New York dan Indonesia mengecewakan dirinya.
Coldest Husband
1629      823     1     
Romance
Saga mencintai Binar, Binar mencintai Aidan, dan Aidan mencintai eskrim. Selamat datang di kisah cinta antara Aidan dan Eskrim. Eh ralat, maksudnya, selamat datang di kisah cinta segitiga antata Saga, Binar, dan Aidan. Kisah cinta "trouble maker dan ice boy" dimulai saat Binar menjadi seorang rapunsel. Iya, rapunsel. Beberapa kejadian kecil hingga besar membuat magnet dalam hati...
ANAK SULTAN MINTA MAKAN
207      167     2     
Short Story
ANAK SULTAN MINTA MAKAN Oleh ilmiyakamiliyah Sepulang dari kuliah mili menuju basecamp tercinta, tempah singgah sana aku dan kawan-kawan kelompokku. Tempat ini adalah saksi bisu kisah pengalaman kami selama menjadi mahasiswa. Kusapa kawanku yang berada disana dia adalah kawan sekaligus saudara karib ku karena hobynya yang suka berlari salah satunya lari dari kenyataan karena keseringan ditingga...
Reminisensi Senja Milik Aziza
919      491     1     
Romance
Ketika cinta yang diharapkan Aziza datang menyapa, ternyata bukan hanya bahagia saja yang mengiringinya. Melainkan ada sedih di baliknya, air mata di sela tawanya. Lantas, berada di antara dua rasa itu, akankah Aziza bertahan menikmati cintanya di penghujung senja? Atau memutuskan untuk mencari cinta di senja yang lainnya?
JEPANG
466      312     2     
Short Story
cerpen ini dibuat dengan persetujuan dari orang orang yang terlibat.
Sekilas Masa Untuk Rasa
3949      1287     5     
Romance
Mysha mengawali masa SMAnya dengan memutuskan untuk berteman dengan Damar, senior kelas dua, dan menghabiskan sepanjang hari di tribun sekolah sambil bersenda gurau dengan siapapun yang sedang menongkrong di sekolah. Meskipun begitu, Ia dan Damar menjadi berguna bagi OSIS karena beberapa kali melaporkan kegiatan sekolah yang menyimpang dan membantu kegiatan teknis OSIS. Setelah Damar lulus, My...
Kamu
3998      1579     1     
Romance
Dita dan Angga sudah saling mengenal sejak kecil. Mereka bersekolah di tempat yang sama sejak Taman Kanak-kanak. Bukan tanpa maksud, tapi semua itu memang sudah direncanakan oleh Bu Hesti, ibunya Dita. Bu Hesti merasa sangat khawatir pada putri semata wayangnya itu. Dita kecil, tumbuh sebagai anak yang pendiam dan juga pemalu sejak ayahnya meninggal dunia ketika usianya baru empat tahun. Angg...
Cerita Si Jomlo
467      313     5     
Short Story
Kelamaan jomlo, membuat aku punya banyak cerita menarik tentang statusku itu. Salah satunya saat menghadiri acara resepsi pernikahan. Ingin tahu seperti apa cerita si jomlo ini? Yuk, baca....