Loading...
Logo TinLit
Read Story - A CHANCE
MENU
About Us  

Ketika kata sudah tak mampu lagi menggambarkan semua luka

Mungkin sedikit tawa adalah salah satu cara memanipulasinya

*** 

“Besok kamu nggak boleh berkeliaran kemana-mana. Teman Papa sama anaknya akan ke sini. Ingat, bersikap yang anggun, jangan seperti preman pasar yang nggak punya etika.” 

Tangan Caca refleks terhenti, satu sendok nasi goreng yang siap masuk ke dalam mulutnya terpaksa ia kembalikan ke atas piring. Suasana sarapan yang memang dari tadi hening kini semakin sunyi, Bian menatap adik perempuannya itu sejenak, kemudian beralih menatap ke arah papanya.

“Untuk apa, Pa?” 

Caca tetap diam, dia yang memang sudah tahu tujuan sang papa tidak akan menghabiskan oksigennya hanya sekedar bertanya untuk apa. 

“Adikmu mau Papa jodohin.”

 Nampak Bian cukup terkejut, namun kembali menormalkan ekspresinya. Matanya kembali beralih menatap Caca yang masih sibuk menatap nasi goreng di depannya. Entah apa yang sedang dipikirkan oleh adik perempuannya itu. Tapi Bian tahu dari raut muka yang dia lihat, Caca tidak setuju dengan keputusan yang diambil oleh papa mereka.

“Pa, tapi Caca, kan, masih terlalu kecil. Bian….“

“Caca nggak setuju!” Suara Caca yang terdengar dingin, memotong ucapan Bian.

“Papa, tidak menerima penolakan dari siapa pun!” 

Bola mata Caca terasa mulai memanas, terus saja seperti ini setiap  papanya mengambil keputusan, laki-laki itu tak pernah mau memikirkan bagaimana perasaannya. Tidak, dia tidak boleh menangis. Mengeluarkan air mata sama dengan menunjukkan kalau sebenarnya dia adalah perempuan cengeng dan hal itu yang tidak pernah diinginkan Caca. Dia tidak mau melihat orang iba terhadapnya.

“Bisa, nggak, Pa. Untuk soal jodoh biar Caca yang tentuin sendiri!”

“Tentuin sendiri, kamu bilang! Tentuin bagaimana masa depan kamu saja, kamu nggak becus! Bagaimana mau nentuin siapa yang terbaik buat kamu!” 

Caca memejamkan mata geram, kali ini Papanya semakin keterlaluan. Sebegitu nggak bergunanyakah seorang Caca di mata Ashraf Malik? 

“Pa, sudah. Kasihan Caca.” Mawa hanya bisa mencoba meredam emosi suaminya, dia bahkan sama sekali tidak berani hanya sekedar membujuk laki-laki itu untuk bersikap lebih lembut kepada putrinya.

Bian menatap prihatin,  jika dia ada di posisi Caca, mungkin dia sudah pergi jauh dari keluarga ini. Bukan, tapi lebih tepatnya pergi untuk menjauh dari papa mereka. Tapi dia bisa apa, dia sendiri tidak mampu untuk menentang kehendak seorang Ashraf Malik. 

Caca sudah tidak tahan, semarah apa pun dia, dia tak boleh terlalu berlebihan untuk berkata kasar kepada orang tuanya. Dari pada terus-terusan membatin, Caca bangkit dan melangkah pergi meninggalkan ruang makan. Anggap saja Caca pengecut, setiap ada masalah dia lebih memilih pergi dari pada terus-terusan mendengar cacian dari laki-laki yang bergelar papanya itu. Kini dia semakin yakin bahwa pilihan yang akan dia ambil sangat tepat.

“Sayang, mau ke mana? Sarapan kamu belum habis!” 

Caca tak peduli, nafsu makannya telah menguap sejak tadi. Kalau seperti ini buat apa dia dilahirkan? Kenapa tidak dibuang sekalian ketika dia baru lahir ke dunia. Andai waktu bisa diputar, dan andai dia bisa memilih, lebih baik dia memilih menjadi anak orang miskin akan tetapi kaya kasih sayang dari orang tuanya terutama dari papanya, dari pada seperti ini, berada dalam keluarga yang serba ada namun miskin akan kasih sayang.

Entah firasatnya saja atau bagaimana, tetapi dia merasa papanya lebih memprioritaskan Bian dari pada dirinya. Bukan hanya diprioritaskan, selama ini lelaki itu  memang tak pernah memarahi Bian, apalagi untuk mencaci-maki seperti yang telah dilakukan kepada dirinya.

“Biarkan anak itu pergi, biar dia bisa memakai otaknya untuk berpikir.” 

Hulu hati Caca rasanya perih, seperti ditikam belati tajam. Kenapa harus sesakit ini setiap dia mendengar ucapan dari papanya yang tak pernah sekalipun memuji dirinya. 

Bian marah? Tentu saja. Tapi apa yang bisa dia perbuat, diam adalah pilihan terbaik untuk saat ini. 

“Pa, Ma. Bian berangkat.” Bian segera bangkit menyalami kedua orang tuanya. Semoga Caca belum terlalu jauh, Bian tahu adiknya itu pasti tidak memiliki uang jajan, gara-gara pergi tanpa pamitan, kendaraan pribadi juga dia tidak punya, karena papa melarangnya bahkan tidak membelikan adiknya itu sebuah kendaraan, dengan alasan bahwa anak gadis tidak baik menaiki kendaraan sendiri.  Jadi, bagaimana bisa dia naik kendaraan umum untuk pergi kuliah.

Bian bernapas lega, ketika menemukan Caca masih di depan gerbang rumah mereka. Dengan muka ditekuk Caca duduk selonjoran di tepi jalan. Suara klakson terdengar, membuat Caca mendongakkan kepala lalu tersenyum lebar ketika melihat Bian-sang kakak yang berada di dalam mobil. Caca segera bangkit kemudian masuk ke dalam mobil. 

Bian tidak habis pikir, terbuat dari apa hati adiknya yang satu ini, padahal belum sepuluh menit yang lalu dia mendengar ucapan pedas dari papa mereka, tapi lihatlah sekarang, dia sama sekali tak terlihat sedih. Bahkan sekarang wajahnya kini tengah memberikan senyum lebar kepada Bian.

“Kakak kira, kamu udah sampai kampus.” Bian mulai angkat bicara ketika mobil yang dia kendarai mulai berjalan.

“Iya kali, gue jalan kaki!” 

“Kali aja, kamu ngesot.” 

Caca tidak menggubris, ia bergerak-gerak tidak nyaman sembari memperbaiki sabuk pengaman.

“Kak, minta Duit.” Caca menatap Bian dengan tampang memelas. Bian pura-pura tidak mendengar, kali ini alasan apa yang akan dilontarkan oleh Caca untuk merayunya, walau sebenarnya tanpa Caca memberi alasan dia akan tetap memberinya uang. Bibir Caca mengerucut, dia mengubah posisi duduknya menghadap Bian. 

“Kak Bian yang baik, dan paling ganteng. Hari ini adik lo yang manis ini lagi banyak tugas yang harus diprint dan dicopy. Jadi, butuh duit banyak.”

“So, urusannya sama Kak Bian apa?” 

“Karungin Kakak, dosa nggak, sih?” 

Bian terkekeh melihat wajah adiknya yang kini semakin kusut.

“Jangan cemberut, muka kamu makin nggak enak dilihat, kusut gitu.”

“Iiiih, Kak Bian!” 

Bian mengaduh kesakitan disela tawanya. Menjahili Caca adalah kenikmatan yang tiada tara.

“Udah, udah! Hahaha. Ambil di dompet Kakak sana.” 

Caca berhenti memukul, kini wajahnya nampak girang. Tanpa menunggu lama dia segera mengambil dompet Bian yang berada di jok mobil. 

“Kak Bian emang the Best! Makasih!” Caca memeluk erat Bian.

“Eh! Jangan peluk-peluk. Lagi nyetir, nih!” peringat Bian.

Caca segera melepas pelukannya sembari nyengir kuda. Dasar Caca, Moodnya benar-benar luar biasa, bisa-bisanya ada anak manusia seperti dia, perasaan tadi di rumah dingin minta ampun, terus ngerengek-rengek tidak  jelas dan sekarang sorot matanya penuh kegirangan seperti ini hanya gara-gara melihat uang.

“Kamu, baik-baik saja?”  Bian melirik sejenak ke arah samping, dia masih mendapati Caca yang kegirangan menarik beberapa lembar uang seratusan dari dalam dompetnya.

“Menurut Lo? Gue gila gitu?!” 

“Kali aja, kewarasan kamu hilang, gara-gara lihat uang!”

“Sembarangan kalau ngomong!” 

Bian lagi-lagi terkekeh, sebenarnya bukan itu tujuan dia bertanya, tapi tak apa, saat ini dia tidak ingin menganggu mood adiknya. Dia benar-benar bingung kenapa sikap papa jauh berbeda pada Caca dan dirinya.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
SORRY
21141      3236     11     
Romance
Masa SMA adalah masa yang harus dipergunakan Aluna agar waktunya tidak terbuang sia-sia. Dan mempunyai 3 (tiga) sahabat cowok yang super duper ganteng, baik, humoris nyatanya belum untuk terbilang cukup aman. Buktinya dia malah baper sama Kale, salah satu cowok di antara mereka. Hatinya tidak benar-benar aman. Sayangnya, Kale itu lagi bucin-bucinnya sama cewek yang bernama Venya, musuh bebuyutan...
Sahara
22769      3442     6     
Romance
Bagi Yura, mimpi adalah angan yang cuman buang-buang waktu. Untuk apa punya mimpi kalau yang menang cuman orang-orang yang berbakat? Bagi Hara, mimpi adalah sesuatu yang membuatnya semangat tiap hari. Nggak peduli sebanyak apapun dia kalah, yang penting dia harus terus berlatih dan semangat. Dia percaya, bahwa usaha gak pernah menghianati hasil. Buktinya, meski tubuh dia pendek, dia dapat menja...
HEARTBURN
391      287     2     
Romance
Mencintai seseorang dengan rentang usia tiga belas tahun, tidak menyurutkan Rania untuk tetap pada pilihannya. Di tengah keramaian, dia berdiri di paling belakang, menundukkan kepala dari wajah-wajah penuh penghakiman. Dada bergemuruh dan tangan bergetar. Rawa menggenang di pelupuk mata. Tapi, tidak, cinta tetap aman di sudut paling dalam. Dia meyakini itu. Cinta tidak mungkin salah. Ini hanya...
Secret’s
4224      1354     6     
Romance
Aku sangat senang ketika naskah drama yang aku buat telah memenangkan lomba di sekolah. Dan naskah itu telah ditunjuk sebagai naskah yang akan digunakan pada acara kelulusan tahun ini, di depan wali murid dan anak-anak lainnya. Aku sering menulis diary pribadi, cerpen dan novel yang bersambung lalu memamerkannya di blog pribadiku. Anehnya, tulisan-tulisan yang aku kembangkan setelah itu justru...
Belum Tuntas
5017      1720     5     
Romance
Tidak selamanya seorang Penyair nyaman dengan profesinya. Ada saatnya Ia beranikan diri untuk keluar dari sesuatu yang telah melekat dalam dirinya sendiri demi seorang wanita yang dicintai. Tidak selamanya seorang Penyair pintar bersembunyi di balik kata-kata bijaknya, manisnya bahkan kata-kata yang membuat oranglain terpesona. Ada saatnya kata-kata tersebut menjadi kata kosong yang hilang arti. ...
Bisikan yang Hilang
67      61     2     
Romance
Di sebuah sudut Malioboro yang ramai tapi hangat, Bentala Niyala penulis yang lebih suka bersembunyi di balik nama pena tak sengaja bertemu lagi dengan Radinka, sosok asing yang belakangan justru terasa akrab. Dari obrolan ringan yang berlanjut ke diskusi tentang trauma, buku, dan teknologi, muncul benang-benang halus yang mulai menyulam hubungan di antara mereka. Ditemani Arka, teman Radinka yan...
Dikejar Deretan Mantan
532      327     4     
Humor
Dikejar Deretan Mantan (Kalau begini kapan aku bertemu jodoh?) Hidup Ghita awalnya tenang-tenang saja. Kehidupannya mulai terusik kala munculnya satu persatu mantan bak belatung nangka. Prinsip Ghita, mantan itu pantangan. Ide menikah muncul bagai jelangkung sebagai solusi. Hingga kehadiran dua pria potensial yang membuatnya kelimpungan. Axelsen, atau Adnan. Ke mana hati berlabuh, saat ken...
Bukan Bidadari Impian
136      108     2     
Romance
Mengisahkan tentang wanita bernama Farhana—putri dari seorang penjual nasi rames, yang di jodohkan oleh kedua orang tuanya, dengan putra Kiai Furqon. Pria itu biasa di panggil dengan sebutan Gus. Farhana, wanita yang berparas biasa saja itu, terlalu baik. Hingga Gus Furqon tidak mempunyai alasan untuk meninggalkannya. Namun, siapa sangka? Perhatian Gus Furqon selama ini ternyata karena a...
Life
319      223     1     
Short Story
Kutemukan arti kehidupan melalui kalam-kalam cinta-Mu
Little Spoiler
1079      655     0     
Romance
hanya dengan tatapannya saja, dia tahu apa yang kupikirkan. tanpa kubicarakan dia tahu apa yang kuinginkan. yah, bukankah itu yang namanya "sahabat", katanya. dia tidak pernah menyembunyikan apapun dariku, rahasianya, cinta pertamanya, masalah pribadinya bahkan ukuran kaos kakinya sekalipun. dia tidak pernah menyembunyikan sesuatu dariku, tapi aku yang menyembunyikan sesuatu dariny...