Setelah sarapan, aku langsung cabut ke sekolah. Seperti biasa, aku harus berjalan sekitar satu kilometer ke jalan raya buat nyegat angkot.
"Berangkat dulu, Mamacayang!" teriakku, di depan pintu. Soalnya nyokap lagi sibuk di belakang.
"Eh, sini! Salim dulu."
Akhirnya terpaksa aku masuk ke rumah lagi, untuk cium tangan. Tapi baru balik badan, nyokapku udah menaruh tangannya di bokong aku dengan kencang. Alias tabok.
"Aduh!"
"Kebiasaan, pake sepatu di rumah! Ngotorin lantai."
"Ih, Mamacay, tadi kan, Vrinda udah mau berangkat. Masa lepas sepatu lagi?"
"Ngelawan aja kamu ya, sama orang tua! Dikasih tau juga."
"Aduh! Ya, ampun, Mamacay."
Kali ini nyokapku malah mengulang tabokannya, di tempat yang sama. Nasib deh, nasib, semoga gak makin tipis aja, deh. Kalau kayak gini, kadang aku pengen bilang ke bokongku, "Sabar ya, Say."
Karena waktunya masih pagi, jadi aku jalan biasa aja. Nggak terburu-buru. Saat nyampai di ujung gang, aku langsung nyari tempat duduk dan bermaksud mau beli gorengan.
Tapi, alangkah kagetnya saat aku mau ambil duit di tas, ternyata ada satu buku yang ketinggalan. Yaitu buku Matematika. Mengingat gurunya yang nol toleransi, terpaksa deh, cita-cita makan gorengan sambil nunggu angkutan aku gagalkan.
Aku langsung lari balik ke rumah untuk ngambil itu buku laknat yang ngegeletak di atas TV. Aku baru inget semalem aku belajar di luar kamar. Terus, yang terjadi malah aku nonton TV tabung yang udah kuno banget pas ada pemutaran film tentang zombie.
Alih-alih lanjut belajar, aku malah nonton sampe abis terus ketiduran dan lupa sama buku itu. Berhubung udah naruh buku sesuai jadwal saat pulang sekolah kemarin. Niatnya sih, biar nggak kelupaan eh, yang ada malah sebaliknya.
Pagi ini bener-bener sial banget, deh. Semoga kesialan ini, nggak berlanjut sampai sekolah nanti. Secepat yang kubisa, aku berlari pulang ke rumah dan ngambil buku itu diem-diem. Untung rumah ini jarang dikunciin kecuali pas ditinggal pergi.
Langsung aku samber buku itu, dan berjinjit-jinjit keluar. Baru setelah ada di halaman aku balik lari lagi.
"Nah! Ngapain balik lagi?"
"Nggak pa-pa, Mam. Daaah!"
Untung kehadiranku disadari nyokap pas urusan udah beres. Coba kalau enggak, bisa kena tabok lagi, deh.
Karena waktu udah terbuang begitu banyak, makanya aku memutuskan untuk naik ojek aja ke sekolah. Walaupun lebih mahal, tapi yang jelas bakal sampai di sekolah tepat waktu dan terhindar dari lari keliling lapangan.
Udah capek aku lari-lari ngambil buku tadi. Akhirnya aku bisa sampai di sekolah sepuluh menit sebelum bel masuk. Berhubung kelasku ada di ujung, aku bermaksud agak cepet gitu jalannya. Biar lekas nyampe.
Baru beberapa langkah berjalan melewati tempat penerimaan tamu, tiba-tiba aku mendengar mesin mobil menderu dan masuk parkiran di area taman depan sekolah yang luas dan hijau.
Omong-omong sekolahku ini, ceile aku udah punya sense of belonging, aseek, memiliki gedung sekolah yang melebar ke samping, depan dan belakang. Bukan yang tinggi menjulang. Konon, SMK Loka Karya ini berdiri di atas lahan seluas 3 hektar.
Itulah sebabnya, ada dua lapangan. Satu di dalam area sekolah, satunya lagi di belakang sekolah di luar pagar pembatas. Lapangan itu, sering dipake buat kegiatan masyarakat.
Nah, balik lagi ke mobil abu-abu yang baru dateng. Aku yakin banget itu mobil kepala sekolah. Soalnya, di antara semua kendaraan yang ada, itu yang paling keren. Terang aja, di antara mobil dan motor biasa, ia adalah Mercedes yang aku janji bakal nyari tau tipe apa.
Tapi sekarang, aku lebih pengen tahu siapa sih, yang punya. Aku lihat keadaan udah beneran sepi, setelah tukang kebun barusan kelar bersihin daun-daun yang jatuh dan berserak.
Ini giliranku, nunggu orang itu turun dari mobilnya sambil pura-pura apa ya? Baca? Ah, aku nggak punya bahan bacaan.
Hmm, apa ya? Yes! Aku tahu. Aku pura-pura aja nyariin duit yang jatuh. Soalnya uang jajanku emang tinggal separuh.
Mulailah aku berakting, kayak orang yang panik. Sambil lirik-lirik ke parkiran, yang ternyata pengendara mobil itu udah keluar. Aku sempet kaget saat ngeliat, ternyata yang bawa mobil keren itu, pake seragam.
Di kelas mana ya, dia? Kok aku nggak tahu dan baru pernah liat? Aku jadi penasaran banget. Tapi, kali ini aktingku harus sempurna dan nggak boleh keliatan kepo banget, meskipun sebenernya emang udah kepo sampe ubun-ubun.
"Nyari apaan?" tanya cowok itu yang tingginya bikin aku mesti ngangkat dagu kalau mau liat wajahnya.
Akhirnya, dia notice aku.
"Emh, ini, tadi kayaknya duitku jatuh. Tapi nggak tahu di mana?"
Aku pura-pura sibuk liat ke bawah lagi, sambil jelalatan.
"Vrinda," panggil cowok itu.
"Ya."
"Nama kamu, Vrinda."
"G-gimana kamu bisa tahu?"
"Semua murid di sini kan, pake nametag. Sekarang juga, tanpa aku ngenalin diri kamu bisa tau namaku."
"Oh. Iya. Ben."
"Kamu kelas MO 1, kan?"
"Iya."
"Aku tebak, kamu cewek satu-satunya di kelas MO 1."
Entah kenapa cowok itu mendekat saat ngucapin tebakannya yang salah besar itu. Wangi parfumnya, dingin dan seger banget bikin aku salting.
"Eh, enggak, kok."
"Terus?" Ben nunduk buat nyejajarin matanya ke mataku. Saat itu juga aku jadi merasa cantik banget, berharga dan keren.
"Ada satu cewek lagi, temenku. Alexa."
"Oh, gitu."
Ekspresi dia kelihatan biasa aja, nggak kaget atau heran. Meskipun tebakan dia salah. Tapi, bukan itu yang bikin aku nggak bisa berhenti merhatiin dia. Melainkan, tangan dia terulur ke aku. Ya ampun, apakah ini artinya dia bakal megang tanganku sampe kelas nanti?
Ben ini, dia kelas mana?
"Kenalin. Aku Ben, dari kelas 11 MO 2."
"Aku Vrinda."
"Iya aku udah tau, kok."
Ben menjabat tanganku, sambil tersenyum. Di pipinya, yang mulus itu tampak dimple yang makin bikin dia kelihatan luar biasa.
"Oke. Aku ke kelas dulu," pamitnya dan aku pun cuma bisa ngangguk doang. Jujur aku pengen lebih lama bareng dia.
"Vrinda," panggilnya saat udah berjalan beberapa meter menjauhi aku. Ben berbalik seolah tahu gejolak di hatiku.
"Iyah ...."
"Pake poni pasti bakalan lebih cantik, deh."
"Apa?"
Ben berlari, meninggalkan aku bersama setumpuk pertanyaan. Apa maksudnya? Poni? Cantik? Seumur hidup baru pernah ada yang bilang aku cantik atau seenggaknya akan cantik, dan itu adalah cowok super keren yang mobilnya seharga milyaran?
Gila, aku mimpi apa semalem? Bukannya aku malah mimpiin zombie? Ah, gila banget. Aku mesti ngasih tahu sobihku.
Alexaaaaaa! Masa depanku kembali cerah di SMK Loka Karya.