Loading...
Logo TinLit
Read Story - Lost In Auto
MENU
About Us  

Setelah sarapan, aku langsung cabut ke sekolah. Seperti biasa, aku harus berjalan sekitar satu kilometer ke jalan raya buat nyegat angkot. 

 

"Berangkat dulu, Mamacayang!" teriakku, di depan pintu. Soalnya nyokap lagi sibuk di belakang. 

 

"Eh, sini! Salim dulu."

 

Akhirnya terpaksa aku masuk ke rumah lagi, untuk cium tangan. Tapi baru balik badan, nyokapku udah menaruh tangannya di bokong aku dengan kencang. Alias tabok.

 

"Aduh!"

 

"Kebiasaan, pake sepatu di rumah! Ngotorin lantai."

 

"Ih, Mamacay, tadi kan, Vrinda udah mau berangkat. Masa lepas sepatu lagi?"

 

"Ngelawan aja kamu ya, sama orang tua! Dikasih tau juga."

 

"Aduh! Ya, ampun, Mamacay."

 

Kali ini nyokapku malah mengulang tabokannya, di tempat yang sama. Nasib deh, nasib, semoga gak makin tipis aja, deh. Kalau kayak gini, kadang aku pengen bilang ke bokongku, "Sabar ya, Say."

 

Karena waktunya masih pagi, jadi aku jalan biasa aja. Nggak terburu-buru. Saat nyampai di ujung gang, aku langsung nyari tempat duduk dan bermaksud mau beli gorengan. 

 

Tapi, alangkah kagetnya saat aku mau ambil duit di tas, ternyata ada satu buku yang ketinggalan. Yaitu buku Matematika. Mengingat gurunya yang nol toleransi, terpaksa deh, cita-cita makan gorengan sambil nunggu angkutan aku gagalkan. 

 

Aku langsung lari balik ke rumah untuk ngambil itu buku laknat yang ngegeletak di atas TV. Aku baru inget semalem aku belajar di luar kamar. Terus, yang terjadi malah aku nonton TV tabung yang udah kuno banget pas ada pemutaran film tentang zombie.

 

Alih-alih lanjut belajar, aku malah nonton sampe abis terus ketiduran dan lupa sama buku itu. Berhubung udah naruh buku sesuai jadwal saat pulang sekolah kemarin. Niatnya sih, biar nggak kelupaan eh, yang ada malah sebaliknya. 

 

Pagi ini bener-bener sial banget, deh. Semoga kesialan ini, nggak berlanjut sampai sekolah nanti. Secepat yang kubisa, aku berlari pulang ke rumah dan ngambil buku itu diem-diem. Untung rumah ini jarang dikunciin kecuali pas ditinggal pergi.

 

Langsung aku samber buku itu, dan berjinjit-jinjit keluar. Baru setelah ada di halaman aku balik lari lagi. 

 

"Nah! Ngapain balik lagi?"

 

"Nggak pa-pa, Mam. Daaah!"

 

Untung kehadiranku disadari nyokap pas urusan udah beres. Coba kalau enggak, bisa kena tabok lagi, deh. 

 

Karena waktu udah terbuang begitu banyak, makanya aku memutuskan untuk naik ojek aja ke sekolah. Walaupun lebih mahal, tapi yang jelas bakal sampai di sekolah tepat waktu dan terhindar dari lari keliling lapangan. 

 

Udah capek aku lari-lari ngambil buku tadi. Akhirnya aku bisa sampai di sekolah sepuluh menit sebelum bel masuk. Berhubung kelasku ada di ujung, aku bermaksud agak cepet gitu jalannya. Biar lekas nyampe. 

 

Baru beberapa langkah berjalan melewati tempat penerimaan tamu, tiba-tiba aku mendengar mesin mobil menderu dan masuk parkiran di area taman depan sekolah yang luas dan hijau. 

 

Omong-omong sekolahku ini, ceile aku udah punya sense of belonging, aseek, memiliki gedung sekolah yang melebar ke samping, depan dan belakang. Bukan yang tinggi menjulang. Konon, SMK Loka Karya ini berdiri di atas lahan seluas 3 hektar. 

 

Itulah sebabnya, ada dua lapangan. Satu di dalam area sekolah, satunya lagi di belakang sekolah di luar pagar pembatas. Lapangan itu, sering dipake buat kegiatan masyarakat.

 

Nah, balik lagi ke mobil abu-abu yang baru dateng. Aku yakin banget itu mobil kepala sekolah. Soalnya, di antara semua kendaraan yang ada, itu yang paling keren. Terang aja, di antara mobil dan motor biasa, ia adalah Mercedes yang aku janji bakal nyari tau tipe apa. 

 

Tapi sekarang, aku lebih pengen tahu siapa sih, yang punya. Aku lihat keadaan udah beneran sepi, setelah tukang kebun barusan kelar bersihin daun-daun yang jatuh dan berserak.  

 

Ini giliranku,  nunggu orang itu turun dari mobilnya sambil pura-pura apa ya? Baca? Ah, aku nggak punya bahan bacaan. 

 

Hmm, apa ya? Yes! Aku tahu. Aku pura-pura aja nyariin duit yang jatuh. Soalnya uang jajanku emang tinggal separuh. 

 

Mulailah aku berakting, kayak orang yang panik. Sambil lirik-lirik ke parkiran, yang ternyata pengendara mobil itu udah keluar. Aku sempet kaget saat ngeliat, ternyata yang bawa mobil keren itu, pake seragam. 

 

Di kelas mana ya, dia? Kok aku nggak tahu dan baru pernah liat? Aku jadi penasaran banget. Tapi, kali ini aktingku harus sempurna dan nggak boleh keliatan kepo banget, meskipun sebenernya emang udah kepo sampe ubun-ubun.

 

"Nyari apaan?" tanya cowok itu yang tingginya bikin aku mesti ngangkat dagu kalau mau liat wajahnya. 

 

Akhirnya, dia notice aku. 

 

"Emh, ini, tadi kayaknya duitku jatuh. Tapi nggak tahu di mana?"

 

Aku pura-pura sibuk liat ke bawah lagi, sambil jelalatan. 

 

"Vrinda," panggil cowok itu. 

 

"Ya."

 

"Nama kamu, Vrinda."

 

"G-gimana kamu bisa tahu?"

 

"Semua murid di sini kan, pake nametag. Sekarang juga, tanpa aku ngenalin diri kamu bisa tau namaku."

 

"Oh. Iya. Ben."

 

"Kamu kelas MO 1, kan?"

 

"Iya."

 

"Aku tebak, kamu cewek satu-satunya di kelas MO 1."

 

Entah kenapa cowok itu mendekat saat ngucapin tebakannya yang salah besar itu. Wangi parfumnya, dingin dan seger banget bikin aku salting.

 

"Eh, enggak, kok."

 

"Terus?" Ben nunduk buat nyejajarin matanya ke mataku. Saat itu juga aku jadi merasa cantik banget, berharga dan keren. 

 

"Ada satu cewek lagi, temenku. Alexa."

 

"Oh, gitu."

 

Ekspresi dia kelihatan biasa aja, nggak kaget atau heran. Meskipun tebakan dia salah. Tapi, bukan itu yang bikin aku nggak bisa berhenti merhatiin dia. Melainkan, tangan dia terulur ke aku. Ya ampun, apakah ini artinya dia bakal megang tanganku sampe kelas nanti?

 

Ben ini, dia kelas mana?

 

"Kenalin. Aku Ben, dari kelas 11 MO 2."

 

"Aku Vrinda."

 

"Iya aku udah tau, kok." 

 

Ben menjabat tanganku, sambil tersenyum. Di pipinya, yang mulus itu tampak dimple yang makin bikin dia kelihatan luar biasa.

 

"Oke. Aku ke kelas dulu," pamitnya dan aku pun cuma bisa ngangguk doang. Jujur aku pengen lebih lama bareng dia. 

 

"Vrinda," panggilnya saat udah berjalan beberapa meter menjauhi aku. Ben berbalik seolah tahu gejolak di hatiku.

 

"Iyah ...."

 

"Pake poni pasti bakalan lebih cantik, deh."

 

"Apa?"

 

Ben berlari, meninggalkan aku bersama setumpuk pertanyaan. Apa maksudnya? Poni? Cantik? Seumur hidup baru pernah ada yang bilang aku cantik atau seenggaknya akan cantik, dan itu adalah cowok super keren yang mobilnya seharga milyaran? 

 

Gila, aku mimpi apa semalem? Bukannya aku malah mimpiin zombie? Ah, gila banget. Aku mesti ngasih tahu sobihku.

 

Alexaaaaaa! Masa depanku kembali cerah di SMK Loka Karya.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Interaksi
533      399     1     
Romance
Aku adalah paradoks. Tak kumengerti dengan benar. Tak dapat kujelaskan dengan singkat. Tak dapat kujabarkan perasaan benci dalam diri sendiri. Tak dapat kukatakan bahwa aku sungguh menyukai diri sendiri dengan perasaan jujur didalamnya. Kesepian tak memiliki seorang teman menggerogoti hatiku hingga menciptakan lubang menganga di dada. Sekalipun ada seorang yang bersedia menyebutnya sebagai ...
Kata Kamu
1022      527     3     
Romance
Ini tentang kamu, dan apa yang ada di dalam kepalamu
DanuSA
32631      4975     13     
Romance
Sabina, tidak ingin jatuh cinta. Apa itu cinta? Baginya cinta itu hanya omong kosong belaka. Emang sih awalnya manis, tapi ujung-ujungnya nyakitin. Cowok? Mahkluk yang paling dia benci tentu saja. Mereka akar dari semua masalah. Masalalu kelam yang ditinggalkan sang papa kepada mama dan dirinya membuat Sabina enggan membuka diri. Dia memilih menjadi dingin dan tidak pernah bicara. Semua orang ...
Cinta Pertama Bikin Dilema
5383      1470     3     
Romance
Bagaimana jadinya kalau cinta pertamamu adalah sahabatmu sendiri? Diperjuangkan atau ... diikhlaskan dengan kata "sahabatan" saja? Inilah yang dirasakan oleh Ravi. Ravi menyukai salah satu anggota K'DER yang sudah menjadi sahabatnya sejak SMP. Sepulangnya Ravi dari Yogyakarta, dia harus dihadapkan dengan situasi yang tidak mendukung sama sekali. Termasuk kenyataan tentang ayahnya. "Jangan ...
Suara Kala
7024      2262     8     
Fantasy
"Kamu akan meninggal 30 hari lagi!" Anggap saja Ardy tipe cowok masokis karena menikmati hidupnya yang buruk. Pembulian secara verbal di sekolah, hidup tanpa afeksi dari orang tua, hingga pertengkaran yang selalu menyeret ketidak bergunaannya sebagai seorang anak. Untunglah ada Kana yang yang masih peduli padanya, meski cewek itu lebih sering marah-marah ketimbang menghibur. Da...
Melody untuk Galang
529      328     5     
Romance
Sebagai penyanyi muda yang baru mau naik daun, sebuah gosip negatif justru akan merugikan Galang. Bentuk-bentuk kerja sama bisa terancam batal dan agensi Galang terancam ganti rugi. Belum apa-apa sudah merugi, kan gawat! Suatu hari, Galang punya jadwal syuting di Gili Trawangan yang kemudian mempertemukannya dengan Melody Fajar. Tidak seperti perempuan lain yang meleleh dengan lirikan mata Gal...
Secangkir Kopi dan Seteguk Kepahitan
602      342     4     
Romance
Tugas, satu kata yang membuatku dekat dengan kopi. Mau tak mau aku harus bergadang semalaman demi menyelesaikan tugas yang bejibun itu. Demi hasil yang maksimal tak tanggung-tanggung Pak Suharjo memberikan ratusan soal dengan puluhan point yang membuatku keriting. Tapi tugas ini tak selamanya buatku bosan, karenanya aku bisa bertemu si dia di perpustakaan. Namanya Raihan, yang membuatku selalu...
REWIND
14758      2117     50     
Romance
Aku yang selalu jadi figuran di kisah orang lain, juga ingin mendapat banyak cinta layaknya pemeran utama dalam ceritaku sendiri. -Anindita Hermawan, 2007-
10 Reasons Why
2599      1133     0     
Romance
Bagi Keira, Andre adalah sahabat sekaligus pahlawannya. Di titik terendahnya, hanya Andrelah yang setia menemani di sampingnya. Wajar jika benih-benih cinta itu mulai muncul. Sayang, ada orang lain yang sudah mengisi hati Andre. Cowok itu pun tak pernah menganggap Keira lebih dari sekadar sahabat. Hingga suatu hari datanglah Gavin, cowok usil bin aneh yang penuh dengan kejutan. Gavin selalu pu...
Mimpi Milik Shira
532      302     6     
Short Story
Apa yang Shira mimpikan, tidak seperti pada kenyataannya. Hidupnya yang pasti menjadi tidak pasti. Begitupun sebaliknya.