chapter 4: Chloe (4th Ch)
silakan buka akun wattpad asta12di saya
chapter 5: Chelsea (5th Ch)
"Stevan! Christevan!"
Suara perempuan yang mendadak itu mengaktifkan kesadaranku.
"Oh Chloe! Ada apa?"
"Tolong perhatikan lagi siapa yang sedang berbicara padamu. Kau sudah diprogram ulang oleh kakakku. Kenapa masih tidak bisa membedakan suara kami berdua?"
Kuperhatikan sosok cantik yang berdiri tak jauh dari ranjangnya itu. Sempat kukenali sebagai Chloe, padahal bukan.
Mereka sangat mirip—Chloe dan Chelsea ini. Tunggu, baru kuingat kalau ternyata mereka berdua saudari kembar.
Ya, mereka ini pasangan kembar. Pertama kali kukenal mereka...
"Kau masih belum kenal siapa aku, Stevan?" tanya perempuan muda itu bersikeras dirinya bisa kuingat dengan baik.
"Tentu saja aku ingat, Chelsea. Kau sudah jauh berbeda sejak terakhir kali kita bertemu... oh tidak! Waktu itu, aku tidak sengaja memukulmu," ucapku dengan penuh rasa sesal.
Memoriku masih berfungsi dengan sangat baik. Saat itu memang kejadiannya begitu cepat. Aku berusaha menghentikan ibu mereka yang tengah menyerangku secara agresif dalam kemarahan yang luar biasa. Mendadak entah dari mana larinya, si bungsu Chelsea sudah berada di antara kami—aku dan Mrs. Farlyn.
"Lupakan saja, Stevan. Toh sudah lewat tiga tahun. Dan aku tahu kalau pukulanmu itu sebenarnya ditujukan pada ibu kami," tanpa kusangka jawabannya begitu.
"Tiga tahun yang lalu?" aku sungguh terkejut. Tanpa bisa kukendalikan, spontan meluncur dari pikiranku, "Pantas saja kau sudah begitu cantiknya."
"Eh, kau sedang merayu adik dari pacarmu?" tanyanya dengan senyuman menggoda.
"Pacar? Kami—aku dan kakakmu Chloe—pacaran?" aku sungguh kaget mendapati fakta itu. Pantas saja Chloe pernah memanggilku dengan sebutan 'sayangku'.
"Sepertinya sistem pengaturan pikiranmu perlu diperbaiki, dan sialnya, aku sama sekali tidak mengerti caranya. Cuma Chloe si 'teknisi' otakmu yang paling mengerti segalanya—dari teknis sampai memahami karakter unikmu itu."
"Jadi kita tidak pernah punya pengalaman saling memahami, Chelsea?" tiba-tiba muncul dorongan dari dalam emosiku untuk menanyakannya.
"Kau sedang mengujiku, atau memang sungguh sudah ingat masa lalu kita?" tanya Chelsea yang jadi curiga.
"Apa itu penting bagimu? Kalau tidak, kenapa kau jadi menanyakannya?" tanyaku dengan kecurigaan bahwa jangan-jangan selama pertemuan kami, dia memendam rasa suka padaku.
"Stevan, aku memang menyukaimu, tapi hanya sebatas calon dari kembaranku," ujarnya penuh kejujuran. Ya, dengan kemampuan ekstra milikku sekarang, aku bisa mendeteksi kebohongan.
"Maafkan aku yang terlalu percaya diri, Chelsea. Aku tidak bermaksud..."
"Aku mengerti. Pikiranmu memang belum begitu sempurna untuk bisa mengingat masa lalu. Justru yang terpenting saat ini, kita harus menatap dan berjuang untuk masa depan," ucapannya jadi menceramahiku.
"Kalian berdua masih hidup sebagai manusia normal biasa. Lantas menurutmu, bagaimana masa depanku?" tanyaku dengan skeptis. Ceramahnya tadi cuma cocok bagi manusia yang masih hidup seperti mereka—Chloe dan Chelsea. Kini, aku jelas sudah tidak lagi mempunyai tubuh fisik.
"Maafkan kami yang berniat menghidupkan dirimu kembali, Stevan," tersirat penyesalan dari nada suara serta ekspresinya. "Sebenarnya aku tidak mau kalau dia mengambil otakmu untuk diaktifkan kembali. Di dalam hati terdalamnya pun, dia sadar kalau itu hanya akan mempersulit kami untuk kembali terjebak pada masa lalu—seperti Mama Lynn yang sudah belasan tahun membesarkan kami di rumah ini. Namun begitulah cinta; sekejam apa pun pelampiasan kemarahannya, ada cinta di balik semua emosi dirinya terhadapmu."
Di balik penjelasan Chelsea yang super panjang itu, tersimpan banyak petunjuk yang telah disampaikan tanpa sengaja oleh dirinya. Pertama yang sangat ingin kuketahui adalah Mama Lynn. Memori ingatan 'warisan' semasa aku hidup menunjukkan kalau mereka diasuh oleh seorang wanita dewasa tiga puluhan tahun bernama Mrs. Farlyn—sosok yang menghajarku membabi-buta ketika itu. Padahal, baru saja Chelsea menyebut ibunya dengan nama Mama Lynn.
"Panggilan ibu kandung kalian itu Mama Lynn?" tanyaku memancing penjelasan lebih lanjut.
"Ya, nama aslinya Lynn Farrel. Sampai kami mulai mengerti konsep alter ego, dia ingin dipanggil Mrs. Farlyn, supaya dia tidak dikenal oleh dunia luar. Meski begitu, Mama Lynn bukanlah pengidap kepribadian ganda loh. Dia cuma trauma akan masa mudanya yang dilalui dengan sebegitu parah, dan sangat disesalinya seumur hidup. Sungguh kasihan mama kandung kami itu."
Ternyata sosok ibu kandung yang tengah meledak karena mengira kedua anaknya sengaja kuberikan pengaruh buruk itu adalah Lynn Farrel. Dia sengaja memakai nama 'samaran' Mrs. Farlyn supaya tidak bertemu atau ditemukan orang-orang dari masa lalunya.
"Chelsea, kalimat terakhirmu tadi menyebut pelampiasan kemarahan yang kejam. Kenapa dihubungkan dengan rasa cinta yang terpendam kepadaku?" tanyaku untuk memuaskan rasa penasaranku berikutnya.
"Ya, memang alasan Chloe mengaktifkan lagi otakmu hanya karena dia begitu dalam mencintai dan menyayangi dirimu. Dia tidak peduli sekalipun efek besarnya bisa membuat kami hidup kembali di masa lalu," meskipun jujur, tentu bukan jawaban ini yang kuharapkan. Dia cuma menjelaskan satu poin, tapi mengabaikan satu poin lainnya.
Aku tidak mau mendesaknya untuk menjelaskan poin pelampiasan kemarahan Chloe yang kejam. Hal inilah justru membangkitkan kecurigaanku akan penyebab kenapa diriku bisa bernasib buruk begini—secara fisik sudah meninggal, namun otakku diambil untuk diaktifkan kembali.
"Apa kau masih ingat kemesraan kalian sewaktu pikiranmu masih berada di tempat yang semestinya, Stevan?"
Ingatan akan pertemuan terakhirku dengan Chloe di taman kota langsung terhampar di hadapan diriku bagaikan film. Saat itulah momen akhir kisah cinta kami berdua selagi diri ini masih hidup. Padahal niatku datang ke situ tulus untuk meminta maaf atas kesalahan terbesar yang kuperbuat tanpa sengaja—pukulan tanganku yang mendarat di dada adik kembarnya.
Rupanya semasa aku hidup, Chloe tidak pernah memaafkan kesalahanku, sekalipun sudah kuberikan penjelasan yang jujur dan apa adanya. Jauh berbeda dengan sang adik, Chelsea... yang tadi memanggil diriku.
"Chelsea, kenapa tadi kau panggil aku?" setelah pembicaraan panjang berliku kami berdua tadi, kini aku baru menanyakan maksudnya.
"Tolong siapkan aku sarapan. Aku lapar," jawabnya sebelum beranjak ke kamar mandi. Dia masih berpakaian tidur. Hari masih pagi rupanya.
Tak lama kemudian, terdengar suara dia sedang menggosok gigi.
"Stevan, apa kau tahu ke mana perginya Chloe?" tanya Chelsea ketika sedang melihat-lihat hidangan sarapannya, usai mandi.
chapter 6: Lynn Farrel (Clue #1)
bakal hadir di akun wattpad asta12di saya