chapter 6: Lynn Farrel (#1 Clue)
silakan buka akun wattpad asta12di saya
chapter 7: Lynn and Landon (#2 Clue)
Landon Simmons adalah seorang aktor teater yang lahir 51 tahun lalu.
Begitulah informasi awal hasil pencarian sistemku saat ini.
"Sepertinya percuma saja kami tanyakan barang-barang peninggalan Mama Lynn di sini padamu, Sobat," kata Chester mengeluh.
"Ayah tiri kalian seorang aktor teater loh," ujarku langsung menginformasikan fakta ini kepada mereka berdua.
"Kami sudah tahu. Perihal itu, kau yang tertinggal dari kami, Stevan," balas Chester. Kurasakan dia iri terhadap diriku. "Berkat kepiawaiannya sebagai aktor, kami berdua beserta sejumlah orang lain—pihak berwajib bahkan—tertipu sepanjang hari kematian ayah kami."
"Aku akan cari di..."
"Tentu saja peristiwa itu tidak dimasukkan ke pusat data dunia, Stevan," Chester menyela dengan kalem. "Kau tidak perlu repot-repot mencari di sana. Kalau sampai dimasukkan, itu justru malah bisa menjatuhkan reputasi SARBI di mata dunia internasional."
"South Asian Region Bureau Investigation maksudmu?" tanyaku mengonfirmasi. Tentu saja aku tidak memercayainya. Pasti cuma akal-akalannya saja.
"Kau pikir aku membual? Tanyakan saja pada pembaca dwilogi kisah kasus awal kami, khususnya The Cherlones Mysteries."
"Bicara apaan kau, Ches?" protes Cheryl yang tampaknya menemukan sesuatu. "Jangan melebar ke mana-mana dulu. Lihat nih, ada buku album foto yang tersimpan di dalam laci sebuah lemari."
Rupanya sudah sejak tadi, minat Cheryl tertuju pada sejumlah benda di atas lemari kecil di ruang keluarga. Memang terpajang beberapa perhiasan menarik beserta satu dua bingkai foto pose Chloe dan Chelsea. Dia sudah menarik laci tengah.
"Hei, Cher! Kau sudah menggratak di sini. Sungguh tidak sopan!"
"Kalau aku menunggu jawaban darimu, bisa tengah malam kami pulang dari sini," sahut Cheryl kalem sekaligus terdengar kesal.
Setelah melihat-lihat banyak foto di dalam album temuan kembarannya, Chester berkomentar, "Kau pintar, Cher. Semua ini memang foto-foto kenangan Mama Lynn dengan ayah tiri kita selagi mereka masih menikah."
"Berarti mereka memang sempat tinggal di sini," Cheryl mulai berteori. "Si kembar Chloe dan Chelsea pastilah anak bawaan Landon Simmons, dan orang edan itu tidak mau memberitahukan kepada kita sewaktu di markas ERBI yang lalu."
"Oh jadi Mr. Landon Simmons ditahan di markas Europe Region Bureau Investigation karena membunuh Brandon?" tanyaku spontan karena penasaran.
"Tentu saja, karena pihak berwajib yang menangkap Landon adalah satu tim ERBI di bawah pimpinan Lindsay Fletcher," jawab Chester sama spontannya denganku tadi.
"Stevan, sekarang tolong berikan kami data-data tentang Chloe Simmons dan Chelsea Simmons," kata Cheryl bernada separuh menyuruh.
"Cher, jadi menurutmu, nama keluarga mereka itu Simmons?" tanyaku memastikan. Entah kenapa aku meragukan kesimpulan yang dibuat sahabat sekolahku ini.
"Logisnya saja, Stevan. Tadi kau beritahukan kami kalau rumah ini ditinggali oleh pasangan kembar Chloe dan Chelsea bersama Mrs. Farlyn yang ternyata Mama Lynn kami. Sekarang ada buku album kenangan rumah tangga Mama Lynn bersama Landon Simmons di sini. Kalau digabungkan—menurut informasi darimu yang ada tiga orang penghuni, padahal seharusnya si kepala keluarga juga ikut tinggal—maka tentu saja pasangan kembar itulah anak bawaan dari Mrs. Simmons, yang oleh suatu sebab meninggalkan keluarga kecilnya ini," tutur Cheryl panjang lebar.
"Masuk akal memang," komentar Chester, sebelum kemudian menyadari ada sesuatu yang tidak beres terjadi pada saudari kembarnya.
Kurasakan juga pancaran energi yang sangat kuat itu. Mendadak aku tidak bisa melihat wajah Cheryl. Sebagai gantinya, sinar putih terang menyilaukan menutupi kepala perempuan ini. Bersamaan dengan kejadian tersebut, muncul gangguan pada sistem atau frekuensi pikiranku—aku sendiri tidak tahu yang mana persisnya. Sepertinya diriku yang memang bukan lagi sosok manusia ini mengalami gejala distorsi.
Sebelum menyadari apa yang telah terjadi, aku sudah berada di ruangan yang sama—ruang keluarga kediaman Mrs. Farlyn dengan Mr. Simmons. Hanya saja, tempat ini agak jauh berbeda. Nuansa kuno yang apik nan elegan terasa kuat.
Anehnya lagi, posisi benda-benda tidak lagi di tempat yang semestinya saat Chloe dan Chelsea tinggal. Sofa cokelat yang panjang malah di tengah ruangan, bukan bersandar pada tembok berukir. Lemari kecil tempat tersimpannya album foto tadi menutupi tembok sebelah salah satu kamar, bukan menutupi tiang tembok pemisah dengan ruang depan.
Akhirnya diriku sendiri—bukan lagi menjadi sosok yang menjalani komputerisasi rumah ini. Aku terjebak di dalam kepala seorang manusia. Setelah pikirannya berjalan, barulah aku menyadari siapa dia—Cheryl Cherlone!
"Christevan, kau ada di dalam kepalaku?" pikir Cheryl yang menjadi panik.
"Bagaimana bisa?" tanyaku sama bingungnya.
"Hentikan kebiasaan berpikirmu dulu. Pemikiran milikmu akan mengganggu informasi yang akan kita serap..."
Kata-kata Cheryl terpotong oleh seorang perempuan muda yang keluar dari kamar Chelsea sambil marah-marah. "Pokoknya aku tidak mau menyerahkan kedua bayiku itu kepada keluarga Cherlone-mu yang brengsek!"
Mrs. Farlyn! Tidak akan pernah kulupakan sosok yang mati-matian menghajarku habis-habisan sekian tahun lalu di depan kompleks tempat tinggalku sendiri. Waktu itu, aku bisa memahami perasaan beserta maksud hatinya—kedua putri kembarnya si Chloe dan Chelsea telah tinggal di kediamanku tanpa sepengetahuan dirinya sebagai orang tua mereka. Meski mereka sudah melewati usia delapan belas—memang waktu yang sudah dianggap dewasa untuk keluar dari rumah keluarga sendiri pada zaman kami ini—bagaimanapun juga, ketiga perempuan ini memiliki ikatan batin sebagai orang tua dan dua anak yang tak terpisahkan.
Kini, sosok Mrs. Farlyn yang di hadapan kami ini tampak lebih muda. Dua puluhan tahun, namun pastinya lebih berumur dari Chloe dan Chelsea di saat sekarang—dua puluh satu tahun. Keriput, kantung mata hitam, dan uban belum menghiasi penampilannya.
Suara teriakan laki-laki terdengar dari dalam kamar, "Kalau Brandon tidak mau menanggapi haknya, kedua bayi itu jatuh ke tangan Brenda secara hukum!"
"Baguslah kau bicara soal hukum!" tantang Mama Lynn. "Secara fakta, akulah perempuan yang melahirkan pasangan bayi kembar itu!"
Setelah berkata begitu, perempuan yang tampak bernasib malang gara-gara menikahi Landon Simmons ini menghampiri sofa coklat, dan menghempaskan tubuhnya di atas benda empuk itu. Sang suami keluar dari kamar dengan tenang sambil memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana.
Landon Simmons terlihat begitu muda tanpa berewok di wajahnya. Selain masih kencang, kulitnya pun terlihat jauh lebih segar ketimbang dalam foto-foto terakhir dirinya sebelum kasus pembunuhan Brandon—pucat, kusam, dan keriput.
"Kau harus ingat, pria Cherlone itu tidak akan pernah mau menikahimu. Aku kenal betul siapa sosok Brandon sebenarnya," kata Landon bernada separuh memperingatkan dan separuh mengancam.
"Kalau dia memang tidak mau, kenapa kau memilih untuk menyerahkan bayi kami ke tangan Brenda? Kenapa tidak kau saja yang mengambil peran ayah bagi Chester dan Cheryl?"
"Brenda sudah lama hidup di bawah bayang-bayang kembarannya sendiri, Lynn. Cobalah sekali ini saja, berilah dia kesempatan..."
"Apa yang ada di pikiranmu sekarang?" amarah Mama Lynn jadi memuncak. "Aku masih tidak habis pikir akan sikapmu ini. Kita masih belum punya anak! Kenapa kau jadi mengurusi kembaran si Brandon yang hidup di dalam kotak itu?!"
Terlalu larut dalam emosinya, air mata Mama Lynn sampai tumpah keluar. "Kau sungguh tidak menyayangi diriku, Landon. Kalau kau mencintai istrimu ini, kau pasti juga mau menjadi ayah bagi pasangan bayi kembarku dengan Brandon," katanya dengan penuh kesedihan yang mendalam.
"Kau pikir dirimu itu lebih baik dariku?" Landon mulai membela diri. "Dengan mempunyai bayi dari Brandon...," sindirnya telak kepada sang istri.
"Apa saja kerjamu di perusahaan keluarga Cherlone sampai harus menggeluti dunia teater?" tantang Mama Lynn balik, memotong kalimat suaminya.
"Oh, jadi selama ini kau bicara soal materi, ha! Sekarang kau ingin aku berbuat apa? Mulai merancang pembunuhan terhadap Brandon dengan berkolaborasi bersama Brenda dan Daxton Phelps? Itukah maumu?"
Mama Lynn menatap suaminya dalam diam dengan rasa agak kaget dan seakan tak percaya. Terpancar sedikit rasa iba daripada meremehkan sosok lelaki licik ini. Begitu tenangnya dia berkata dalam rasa perih, "Itu pikiranmu, Landon. Bukan pikiranku. Mungkin kau terlalu sering memainkan karakter antagonis di atas panggung."
"Kalau bagi dirimu sebagai istriku saja, aku ini tokoh antagonis, baiklah! Akan kubuktikan itu pada dunia," ucap Landon menohok dari dalam sanubarinya. Kemudian, dia pergi meninggalkan rumah.
Mama Lynn terpaku di sofa dalam diam. Sampai terdengar tangis bayi dari dalam kamar. Telingaku menangkap ada dua bayi di sana. Segeralah dia bergegas kembali memasuki kamarnya.
Hadir lagi sinar putih terang menyilaukan untuk mengembalikan semuanya. Aku menjadi sosok sistem komputer rumah. Cheryl yang sudah dalam pangkuan Chester. Terakhir, kondisi rumah serta letak benda-benda pada posisi yang semestinya. Aku masih bingung apa yang telah terjadi.
Secara perlahan Cheryl membuka mata. Kembarannya menyambut gembira.
"Ches, ternyata si kembar Chloe dan Chelsea bukanlah anak bawaan dari Landon Simmons," kalimat pertama inilah yang keluar dari bibir tipis pemudi itu.
"Ada yang bisa memberitahuku apa yang baru saja terjadi?" tanyaku keras-keras, meminta penjelasan mereka berdua atau salah seorang di antaranya.
Nantikan di akun wattpad asta12di saya;
chapter 8: A Perfect Clues