chapter 2: Chester (2nd Ch)
silakan buka akun wattpad asta12di saya
chapter 3: Cheryl (3rd Ch)
Ekspresi pemudi itu langsung berganti dalam sekejap. Entah apa yang berkecamuk di dalam batin dan pikirannya.
"Kau masih ingat aku, Cher?"
Dia juga memalingkan wajahnya dari saudara kembarnya—orang terdekatnya sekalipun. Hingga si Chester bertanya, "Kau mengenal dia, Cher?"
Aku mendeteksi adanya pergerakan cairan di rongga mata perempuan itu. "Ini masa lalu di antara kami saja, Ches. Maafkan aku kalau khusus yang satu ini, kau tidak berhak ikut campur," ucapnya kepada lelaki itu dengan begitu mendalam.
"Kalau sebatas tahu saja boleh kan? Dia itu saudara kembarmu loh, Cher."
"Hei, siapa pun namamu! Kau juga tidak boleh ikut campur urusan di antara kami berdua—'area' kami sebagai sepasang saudara kembar," protes Chester.
"Namanya Christevan. Kami bertemu sejak kopi darat perdana sekolah virtual. Panggil saja dia Stevan," dengan ekspresi dingin tanpa memandang si lawan bicara, dikenalkannya diriku pada kembarannya.
"Kenapa kau tidak mau menjawab pertanyaanku, Cher?"
Pertanyaanku itu malah membuat air matanya keluar. Dengan gesit, dia membuat gerakan seolah-olah kancing kemeja teratasnya terlepas. Sungguh pintar caranya mengelabui si Chester, dengan tujuan cuma untuk menutupi satu tangannya yang mengusap aliran air mata di pipi.
Setinggi apa pun kecerdikannya menipu si lelaki kembaran secara fisik, Cheryl tidak akan mampu menandingi kemampuan pendeteksi milikku. Untuk emosi dan pikiran, memang itu di luar wilayahku, namun gerakan yang kau buat sekecil apa pun, dan sampai yang tercepat sekalipun, kau tidak akan pernah bisa menyembunyikannya dari pengamatanku.
"Ches, aku akan menjawab di waktu yang tepat. Tunggulah saatnya tiba. Sekarang—hanya untuk sesaat saja—bisakah kau keluar dahulu dari rumah ini?"
"Bagus sekali, Stefan! Selamat untukmu!" sambil bertepuk tangan, dengan sangat sinisnya, Chester menyindir diriku. "Kau telah berhasil membuat saudari kembarku mengusir saudara kembarnya sendiri, padahal kami ini..."
"Cukup Ches, kenapa kau tidak menghargai privasi kami...?"
"Oh, rupanya kau telah belajar banyak hal, Nona Muda Cherlone. Belajar untuk mencampurkan urusan pribadi dengan..."
Terpaksa aku memotong pertengkaran kecil mereka. "Maafkan aku yang telah menyulut keributan kalian berdua. Sebenarnya Chester tidak perlu keluar rumah ini, Cher. Akan kusiapkan ruangan khusus untuk kita berdua bicara tanpa bisa didengar olehnya—seandainya kau memang mau."
"Jadi kau 'penjaga' rumah ini, Stevan?" tiba-tiba Chester menancapkan pertanyaan saktinya pada diriku ini yang jelas-jelas tidak siap.
Cheryl jadi dilema antara terus membelaku ataukah tetap berpikir logis. Di tengah-tengah kegalauan hatinya, dia memutuskan untuk ikut mencari tahu jati diriku yang terkini, "Siapakah dirimu sekarang, Stevan?"
Dengan cerdik dan pintar, aku balik bertanya, "Kenapa kau sampai dijuluki Nona Muda Cherlone? Berarti Chester itu Tuan Muda Cherlone?"
Tanpa kami duga, Cheryl menghampiri Chester dan langsung meninju pangkal lengan lelaki itu sambil membentak, "Brengsek kau!"
"Seandainya saja kau tidak mengucapkan nama julukan itu, kita tidak akan kesulitan begini," tuduhnya dengan begitu ketus dan menusuk.
"Sabar, Nona Muda Cheryl..."
"Stefan, jangan pernah kau panggil diriku dengan julukan itu! Untuk hal ini, aku sangat tidak main-main! Tambahan lagi—kalau sampai kau menanyakannya kembali, tidak segan-segan loh bakal kutinggalkan rumah ini bersama kembaranku," ancamnya serius.
Betapa pun dahsyatnya kemarahan Cheryl sewaktu dulu dia membelaku di hadapan Gefran beserta gengnya, rupanya kali ini dia jauh lebih sulit untuk berkompromi.
"Cher, ingatlah kalau tujuan kita..."
Belum sempat si Chester meneruskan jawabannya, Cheryl sudah keburu menampar pipinya sambil separuh membentak, "Kau sudah terlalu banyak bicara. Kau yang justru tidak profesional!"
"Kau marah padanya karena aku?"
Setelah ‘menghampiri diriku’, Cheryl kembali berdiri di bawah sorotan kamera. "Kau ini harus profesional, Stevan. Kau harus bisa membedakan alasan beserta siapakah sasaran seseorang itu marah. Bukan saatnya lagi kau masih memakai emosi manusia. Dengan tampilan dirimu yang sekarang, kau harus bisa memainkan otak kirimu," cerocosnya panjang lebar.
"Memangnya kau tahu tampilan diriku yang sekarang?"
"Astaga Stevan, kau ini seperti anak kecil saja. Dirimu yang sekarang ini sudah berbentuk HuBWAS (Human-Brain With Artificial System)—campuran antara otak manusia dengan buatan manusia. Masa dirimu sendiri saja tidak tahu?"
Pandangan Cheryl berbalik melihat ekspresi wajah kembarannya. Sudah bisa ditebak, pemuda itu terlihat cukup kaget.
"Jangan bilang kalau kau sampai tidak tahu," todong Cheryl dengan ketus. "Jangan kau permalukan kecerdasan pikiranku di depan Stevan ya."
Sewaktu kami masih studi di sekolah virtual, Cheryl belum punya sikap seagresif ini, sekaligus harga diri yang tinggi. Hingga jadi cenderung sombong—subyektifkah pendapat serta penilaian diriku itu?
Entah dia belajar dari mana—atau mungkinkah dia pernah memasuki lingkungan pergaulan level high class?
Cheryl oh Cheryl, kenapa dirimu yang sekarang bisa drastis begini—tidak lagi seperti yang kukenal dulu di sekolah virtual?
chapter 4: Chloe (4th Ch)
bakal hadir di akun wattpad asta12di saya