Di suatu Villa, Hakodate Japan.
Darah mengalir deras, bagaikan arus sungai pegunungan. Sekumpulan mayat bergelimpangan, memenuhi koridor ruang. Di sudut ruang kamar, seorang pria bertubuh besar berdiri menyudut memohon pengampunan. Pria itu bernama Steven, seorang bos mafia asal Singapura. Seorang pemuda bercostum tuxedo, lengkap dengan topeng pesta, berdiri tegap di hadapannya.
"Somebody help me!" teriak Steven.
"It's useless. Nobody can hear you from here. This is your private villa. Of course, you know much better than me."
......
"My guard? Where is my guard?!"
"They're already died. But, you don't be worried. Because, i will help you to-"
"No no no! Please, please! Please spare my life! Please!" teriak Steven.
".........." Sang pemuda tersenyum dan menatap tajam. Memandangi diri Steven yang tampak seperti seekor anjing yang malang.
"What do you want from me? What do you want? I will give you whatever you want!" teriak Steven memohon.
"Whatever i want?" tanya si pemuda.
"Yes, yes whatever you want! Anything! I will give you everything! Money, wealth, honor, power, or something that transcends all? I will give that everything for you!"
"Really?"
"Yes, yes!"
"I want accomplish my mission quickly. So, you must give your life for me..."
"Noooooo! No no no nooooo!!!"
DORRR!
Steven tewas dalam keadaan mengenaskan.
kedua matanya terbelalak, tangan kanannya memegang pistol, peluru telah bersarang di kepalanya. Steven bunuh diri di bawah kendali pria bertuxedo putih.
"Mission completed." bisik sang pria bertuxedo putih pada angin.
Seorang wanita datang menghampiri dan berkata
"Good job Rafael, i will take care of the rest."
"Yeah, i leave it to you Chao-xing. Thank you for help."
Rafael bergegas keluar dari dalam villa. Chao-xing membumi hanguskan isi villa, dan melenyapkan seluruh barang bukti tanpa sisa.
Mobil sedan melaju kencang, mempersembahkan api unggun raksasa pada Dewa.
"Rafael, i have message for you."
"Message? From whom?"
"Yeah, Message. This is from Mr. Anton."
"Mr. Anton? Did he came to Japan?"
"Yeah, i meet him, and he delivered message for you."
"It's weird.. Why he did'nt contact me earlier?"
"What he say?"
"He want to meet you in person at Motomachi district."
"When?"
"Tomorrow evening."
"Okay, got it. Thank you for information."
"No problem."
....................
Keesokan harinya....
Seorang pria paruh baya, berjas hitam dengan lencana bunga teratai berwarna emas di dada, duduk menikmati secangkir mugicha hangat. Memandangi keindahan panorama alam, mendengarkan suara derai angin yang berhembus pelan.
Dialah Tuan Anton, Wakil Presiden organisasi Chakra.
Dua orang pria bertubuh besar, dan seorang wanita bertubuh tinggi semampai berdiri di belakangnya. Mereka bertiga merupakan orang Indonesia, pengawal pribadi Tuan Anton yang terlatih, berpengalaman di medan pertempuran, dan memiliki insting pembunuh yang tajam.
"Permisi Tuan, baru saja aku mendengar kabar bahwa Tuan Rafael telah tiba dan sedang menunggu Tuan di ruang pertemuan."
"Undang ia untuk datang menemuiku di sini."
"Baik Tuan."
Seperti biasa, Rafael datang dengan mengenakan pakaian tuxedo berwarna putih dan topeng pesta. Berusaha menyembunyikan jati diri dari mata pengintai para mata-mata yang ada di sekelilingnya. Tak banyak orang yang tahu wajahnya. Hanya Tuan Anton, Chao-xing, dan beberapa petinggi organisasi Blaze saja yang tahu akan wajah dan jati dirinya.
"Selamat sore Tuan Wakil Presiden." Rafael menyapa.
"Selamat sore." balasnya. "duduklah!" perintahnya.
Rafael duduk di hadapan Tuan Anton.
"Tadi pagi aku melihat berita, mengenai suatu insiden kebakaran yang terjadi di gunung Hakodate. Dalam insiden itu, ditemukan banyak mayat yang sudah hangus terbakar dan dalam kondisi mengenaskan. Bagaimana menurutmu tentang insiden itu?" tanya Tuan Anton.
"Mereka menjalankan tugasnya, dan aku hanya menyelesaikan tugasku. Itu saja, tak ada hal lain yang perlu ditanggapi akan hal itu." jawab Rafael.
Tuan Anton tersenyum dan berkata
"Ya, benar. Sesuai dugaanku, engkau akan menjawab seperti itu."
Rafael tersenyum, merasa tersanjung dengan ucapan yang disampaikan oleh Tuan Anton kepadanya.
"Suatu kehormatan bagi saya, bisa duduk bersama Tuan Wakil Presiden di sini." ungkap Rafael.
"Tak perlu berkata seperti itu. Meski usiamu masih sangat muda, namun cara berpikirmu sudah sangat dewasa, dan engkau sudah memberikan banyak konstribusi untuk organisasi ini."
"Tuan Anton terlalu menyanjungku. Aku merasa tidak pantas menerima sanjungan yang besar itu."
Tuan Anton menyeduh secangkir Mughica hangat, kemudian ia menawarkannya kepada Rafael.
"Mari nak, silakan diminum."
"Terima kasih Tuan."
"Sudah sudah, tak perlu bersikap formal seperti itu." perintah Tuan Anton.
Tuan Anton menghela nafas panjang kemudian berkata
"Rafael, tahukah engkau? Sejak engkau masih kecil, aku sudah menganggapmu sebagai anakku sendiri. Melihat engkau tumbuh besar seperti sekarang ini, aku benar-benar merasa bangga."
"Terima kasih Tuan."
"Tapi, mungkin kedua orang tuamu tak setuju melihat sosokmu yang seperti ini."
"Mengenai kedua orang tuaku, dahulu Tuan pernah bercerita kepadaku, bahwa Tuan mengenal baik tentang sosok ayah dan ibuku."
"Benar. Benar sekali nak."
"Kalau begitu, bolehkah aku tahu tentang latar belakang, serta seperti apa sosok mereka Tuan?"
Tuan Anton menghela nafas lagi dan berkata
"Ada Beberapa hal di dunia ini yang perlu diketahui, dan beberapa hal yang tidak baik untuk diketahui."
"Bagaimana dengan sosok kedua orang tuaku?"
"Belum saatnya engkau mengetahui tentang hal itu."
Aku respect sama cerita ini jadi aku kasih masukan,
Comment on chapter Chapter 1Narasi:
Dua orang pria bertubuh besar, dan seorang wanita bertubuh tinggi semampai berdiri di belakangnya. Mereka bertiga merupakan orang Indonesia, pengawal pribadi Tuan Anton yang terlatih, berpengalaman di medan pertempuran, dan memiliki insting pembunuh yang tajam.
Image bahwa pengawal itu adalah para profesional tidak terlihat deskriptif. Mungkin image profesional mereka boleh ditunjukkan pada suatu adegan lain.
[Respect]