Loading...
Logo TinLit
Read Story - The Friends of Romeo and Juliet
MENU
About Us  

Mana lagi itu anak?

Bukan, aku untungnya nggak bakal ngomong sekasar ini tentang Rey. Tapi Hamka. Yang berjanji mau datang ke toko setelah aku berjanji tidak ada pelanggan pemilik doggy yang datang hari ini. Sialan. Mana ini Hari Minggu, ritualku adalah datang ke kafe dengan Rey. Tapi dia sendiri punya janji nonton dengan Yuki dan satu orang cewek lagi. Untuk itu aku bersyukur sudah menginterogasi siapa identitas dari ‘teman’ yang satu lagi itu. Ternyata Junna, kakak kelas kami yang juga ‘idola’-nya Yuki. Meski sudah pensiun dari OSIS, Kak Junna terkenal karena kepintarannya nomor satu seangkatan kelas dua belas. Belum lagi dia satu-satunya yang menembus kriteria untuk studi banding ke luar negeri.

Bukannya aku posesif….oke, aku posesif, apalagi nggak ada yang tahu kami pacaran. Meski Rey pemalu dan sering merasa rendah diri dan nggak pede, dia manis, baik, setia (dibuktikan dengan persahabatan dengan Yuki yang terkenal bermulut pedas ke siapapun). Lebih dari satu kali aku mendapati cowok berusaha mendekatinya. Rey sih, sopan-sopan aja menanggapi mereka tanpa prasangka. Tapi banyak cowok berotak udang yang mikir cewek pendiam bakal luluh kalau mereka deketin terus. Mana mereka PDKT-nya sampai berani hampir pegang-pegang! Terang aja aku yang makan ati. Untungnya karena sifatnya itu, Rey lebih banyak nempel ke Yuki. Kalau diibaratkan hewan peliharaan, sebagai resepsionis klinik hewan kenamaan kompleks dan pemilik saham kafe kucing yang paling kecil dan belum cukup umur, Yuki itu anjing ras Labrador cross-breed super galak yang menggonggong ke siapa saja. Rey sebagai pemiliknya, satu-satunya yang nggak akan digonggongi.

Sialnya dia juga menggongong ke aku. Bahkan udah mau nerkam. Apalagi kalau lagi sama Hamka.

Bunyi decit rem sepeda akhirnya muncul.

“Hoy.” Dia menyapa.

What? You’re late.

“Heh, sok Bahasa Inggris segala. Ini bukan di lab bahasa!”

“Lagian bilang mau dateng udah dua jam yang lalu.”

“Halah, emang ada acara apaan hari ini? Cuman jaga ini doang kan?”

“Enak aja, daripada bareng kamu mending aku…” aku terdiam. Hampir aku bilang ‘bareng Rey’.

“Apa?”

“Mending terima jadwal grooming doggy Pak Jaya.”

Hamka langsung menjauh dan mendekati lagi sepedanya secepat kilat. Aku nyengir. “Bercanda hoi. Masa grooming dua kali seminggu, banyak duit dong kakakku.”

“Sialan! Jangan bercanda soal ‘itu’ dong! Kamu kan tahu phobiaku!”

Dia cerita kalau waktu kecil tanpa berbuat apa-apa. Dia lewat rumah tetangga habis TPA. Malang, ada anjing liar besar yang menggelandang di dekat jalan yang dilewatinya. Tanpa dinyana anjing itu mengejarnya. Kontan Hamka lari tunggang langgang. Cerita makin dramatis waktu dia bilang dia kesandung dan anjing itu sudah ada di atasnya. Meneteskan air liur dan menggonggong penuh dendam. Aku mau membayar berapapun untuk berada di sana biar bisa melihat kelanjutannya, dimana Hamka kecil menangis dan berteriak histeris. Kapan lagi Hamka yang jutek teriak histerik dan panik?

“Terus? Ngapain ke sini?”

“….”

What is it? Spill it out already!

“Tugas seni…”

“Hah?”

“….” Dengan wajah tampak amat sangat terpaksa dia berusaha menggunakan nada meminta tolong, “Awasin aku bikin tugas seni!”

Aku melongo. Menahan ejekan dan tawa, ini anak mau minta tolong apa ngancem? Tapi bisa dimengerti, sejak kecil dia cuma bisa bergantung pada diri sendiri. Dua orangtuanya bekerja sebagai tukang jahit dan guru SD honorer. Dia sendiri masih punya dua adik yang masing-masing baru masuk kelas 1 SMP dan kelas 1 SD. Dengan usahanya sendiri dia berhasil melalui SMP tanpa membayar SPP, dan begitu juga di SMA ini, dia mendapat beasiswa dari sekolah, dengan syarat dia harus mempertahankan nilai sekaligus mengambil program ekstrakulikuler yang menunjang prestasinya. Selama menjadi anggota OSIS, setidaknya dia berhasil menyukseskan acara-acara sekolah dan OSIS, sekaligus menjadi perwakilan olimpiade sains bidang Biologi. Memperlancar biayanya untuk terus sekolah di SMA kami.

Sayang kalau soal seni….ibarat Rey yang ilmunya sudah setinggi bulan dari sananya dan masih terus naik, si Hamka ini cuma bisa lompat-lompat di palung terdalam dasar laut. Aku pun dengan sukarela terkadang membantunya, meski agak susah karena memang bakat Hamka mungkin bukan di bidang ini.

Meski sukarela, dengan senang hati aku akan membantu setiap kali dia meminta tolong dengan wajah terpaksa. Lucu aja ngeliatnya.

“Oke, oke. Kelasmu dapet tugas apaan?”

“Melukis surealis…”

Aku mengerutkan dahi. “Kok susah amat?” kelasku mendapat tugas menggambar realis, tidak jauh beda, tapi bisa dikatakan lebih masuk akal.

“Kalo nggak susah nggak bakal aku minta tolong, bego.”

“Kalo tugas seni nggak mungkin kamu nggak minta tolong, bego,” aku menimpali sambil garuk-garuk kepala. Bingung juga gimana mau ngajarin ini anak.

“Minta bantuan Yosi?” aku sebenarnya ogah karena msih dongkol dengan kelakuannya ke Rey. Tapi mau gimana lagi? Bisa dibilang dia yang paling berbakat di bidang seni seangkatan.

“Ogah,” dengan lega kudengar Hamka menjawab dengan wajah berkerut.

“Kenapa? Nggak suka?”

“Anak-anak banyak yang ogah temenan sama playboy sarden begitu, ngapain minta tolong dia?”

Aku terkekeh. Itu bukan gossip, itu kebenaran. Banyak murid cowok yang malas berteman dengan Yosi karena sikapnya yang ramah cuma ke cewek aja. Tapi sekali lagi, siapa lagi yang bisa dimintai tolong. Temen cewek? Mereka, bukan menyombong, bakal kegeeran.

Rey? Aku mengernyit. Sebenarnya itu ide bagus. Rey tidak akan keberatan. Tapi tekanannya ke kami, ke dia, yang paling merasa bersalah bersembunyi di punggung sahabat-sahabat kami. Dia bahkan takut Hamka bakal nggak mau temenan lagi sama aku gara-gara dia. How sweet.

Pernah beberapa kali kami membahasnya. Bukan, bukan bertengkar. Hanya membahas masalah sahabat kami. Yuki dan Hamka keras kepala. Dan tidak ketahuan kenapa mereka saling benci sampai seperti itu. Hamka hanya beralasan karena Yuki perlu diajari untuk menghormati dan tidak melompati yang lebih tua. Senioritas. Dan Rey bilang Yuki pernah dongkol karena merasa terkekang di negara ini, dimana senioritas dijunjung terlalu tinggi. Tidak seperti di Jepang dimana hubungan antara yang lebih tua dan yang lebih muda, meski saling menghormati, masih kalah dengan yang namanya kemampuan. Yang kemampuannya lebih tinggi berhak mendapat apresiasi yang pantas. Yang di bawahnya dipersilahkan berusaha dan memacu diri agar menjadi lebih baik lagi. Yuki memang mewarisi sikap ambisius ayahnya yang orang Jepang tulen.

“Lagian….Kak Dilar berani bilang ke kak Hamka?” dia bertanya takut-takut. Aku terdiam. Hamka kuat dalam berprinsip. Kadang prinsipnya itu agak meluber terlalu jauh. Sampai Rey pernah ketakutan dipelototi ketika hanya sedang bersama Yuki. Padahal bukan urusan OSIS.

“Jujur….nggak. Aku masih takut gimana reaksinya. Apalagi hubungan mereka lagi buruk-buruknya.”

Rey sendiri bimbang. Yuki bisa dikatakan bersikap lebih dominan dalam persahabatan mereka. Kalau bukan karena diajukan Yuki, Rey nggak akan berminat masuk OSIS. Dia terlalu pemalu dan lebih suka menghabiskan waktu untuk melakukan hal yang disukainya.

Kadang aku sendiri mikir, kalau tiba-tiba kubilang ke Hamka, apa dia bakal menerimanya begitu saja? Kayaknya dia sudah terlanjur menganggap Rey juga musuh. Mengingat perlakuannya kadang ke Rey…..jujur bikin pengen mukul. Aku geram stengah mati ke sohibku itu dulu karena suatu peristiwa.

“Kamu bisanya nunduk doang? Niat jadi nggota OSIS nggak?!” waktu itu pelatihan kilat. Persiapan untuk menjadi OSIS sungguhan. Dulu, waktu kelas sepuluh dia menjadi Humas. Dan tentu saja, sebagai senior kami kebagian memelonco adik-adik kelas. Meski praktik ini sudah hampir ditiadakan, tapi ada satu acara yang diharuskan demikian. Satu itu saja. Tanpa kekerasan fisik, tanpa kekerasan verbal yang berlebih. Tapi Rey kulihat mengatupkan bibir rapat-rapat. Gelagatnya ketika menahan kesal atau tangis. Matanya berarir. Pertama kalinya aku menghardik Hamka (tentu saja setelahnya, di tempat lain yang lebih sepi) karena sikapnya dengan alasan dia terlalu kasar.

“Itu aku biasa aja, Lar! Mereka aja yang berlebihan, cengeng. Apalagi si blasteran tukang teriak itu.” Yang dimaksud Yuki, yang ketika sahabatnya dibentak, kontan bereaksi bagai api melawan api. Itu bukan awal percekcokan mereka. Tapi jelas bukan akhir. Kayaknya menyodorkan Rey sebagai pilihan bukan ide bagus untuknya. Meski itu ide bagus untukku.

Apa kucoba saja?

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Melting Point
5924      1283     3     
Romance
Archer Aldebaran, contoh pacar ideal di sekolahnya walaupun sebenarnya Archer tidak pernah memiliki hubungan spesial dengan siapapun. Sikapnya yang ramah membuat hampir seluruh siswi di sekolahnya pernah disapa atau mendapat godaan iseng Archer. Sementara Melody Queenie yang baru memasuki jenjang pendidikan SMA termasuk sebagian kecil yang tidak suka dengan Archer. Hal itu disebabkan oleh hal ...
An Invisible Star
2227      1118     0     
Romance
Cinta suatu hal yang lucu, Kamu merasa bahwa itu begitu nyata dan kamu berpikir kamu akan mati untuk hidup tanpa orang itu, tetapi kemudian suatu hari, Kamu terbangun tidak merasakan apa-apa tentang dia. Seperti, perasaan itu menghilang begitu saja. Dan kamu melihat orang itu tanpa apa pun. Dan sering bertanya-tanya, 'bagaimana saya akhirnya mencintai pria ini?' Yah, cinta itu lucu. Hidup itu luc...
TENTANG WAKTU
2124      905     6     
Romance
Elrama adalah bintang paling terang di jagat raya, yang selalu memancarkan sinarnya yang gemilang tanpa perlu susah payah berusaha. Elrama tidak pernah tahu betapa sulitnya bagi Rima untuk mengeluarkan cahayanya sendiri, untuk menjadi bintang yang sepadan dengan Elrama hingga bisa berpendar bersama-sama.
Pertama(tentative)
979      524     1     
Romance
pertama kali adalah momen yang akan selalu diingat oleh siapapun. momen pertama kali jatuh cinta misalnya, atau momen pertama kali patah hati pun akan sangat berkesan bagi setiap orang. mari kita menyelami kisah Hana dan Halfa, mengikuti cerita pertama mereka.
Alvira ; Kaligrafi untuk Sabrina
14551      2625     1     
Romance
Sabrina Rinjani, perempuan priyayi yang keturunan dari trah Kyai di hadapkan pada dilema ketika biduk rumah tangga buatan orangtuanya di terjang tsunami poligami. Rumah tangga yang bak kapal Nuh oleng sedemikian rupa. Sabrina harus memilih. Sabrina mempertaruhkan dirinya sebagai perempuan shalehah yang harus ikhlas sebagai perempuan yang rela di madu atau sebaliknya melakukan pemberontakan ata...
Ruang Suara
281      204     1     
Inspirational
Mereka yang merasa diciptakan sempurna, dengan semua kebahagiaan yang menyelimutinya, mengatakan bahwa ‘bahagia itu sederhana’. Se-sederhana apa bahagia itu? Kenapa kalau sederhana aku merasa sulit untuk memilikinya? Apa tak sedikitpun aku pantas menyandang gelar sederhana itu? Suara-suara itu terdengar berisik. Lambat laun memenuhi ruang pikirku seolah tak menyisakan sedikitpun ruang untukk...
Menuntut Rasa
497      377     3     
Short Story
Ini ceritaku bersama teman hidupku, Nadia. Kukira aku paham semuanya. Kukira aku tahu segalanya. Tapi ternyata aku jauh dari itu.
Heartbeat
228      180     1     
Romance
Jika kau kembali bertemu dengan seseorang setelah lima tahun berpisah, bukankah itu pertanda? Bagi Jian, perjumpaan dengan Aksa setelah lima tahun adalah sebuah isyarat. Tanda bahwa gadis itu berhak memperjuangkan kembali cintanya. Meyakinkan Aksa sekali lagi, bahwa detakan manis yang selalu ia rasakan adalah benar sebuah rasa yang nyata. Lantas, berhasilkah Jian kali ini? Atau sama seper...
déessertarian
6229      1922     5     
Romance
(SEDANG DIREVISI) Tidak semua kue itu rasanya manis. Ada beberapa yang memiliki rasa masam. Sama seperti kehidupan remaja. Tidak selamanya menjadi masa paling indah seperti yang disenandungkan banyak orang. Di mana masalah terbesar hanya berkisar antara ujian matematika atau jerawat besar yang muncul di dahi. Sama seperti kebanyakan orang dewasa, remaja juga mengalami dilema. Ada galau di ant...
Time Travel : Majapahit Empire
54416      5695     10     
Fantasy
Sarah adalah siswa SMA di surabaya. Dia sangat membenci pelajaran sejarah. Setiap ada pelajaran sejarah, dia selalu pergi ke kantin. Suatu hari saat sekolahnya mengadakan studi wisata di Trowulan, sarah kembali ke zaman kerajaan Majapahit 700 tahun yang lalu. Sarah bertemu dengan dyah nertaja, adik dari raja muda Hayam wuruk