Matahari sedang berusaha naik ke atas langit sedangkan burung-burung sedang bernyanyi dengan riangnya. Di hari yang ceria tersebut, Antoni sedang duduk di atas sofanya dan mengetik ceritanya di laptop. Ia tampak sangat serius mengingat ia yang harus mengejar deadline ceritanya. Akibat keseriusannya itu, ia tak sadar kalau Sayaka telah berada di sampingnya sembari menyodorkan sepiring penuh berisi roti lapis yang sudah ia buat.
"Kak, dimakan dulu rotinya ! Habis itu baru kerja lagi." Ucapnya pada Antoni.
Antoni menolehlan kepalanya dan meraih piring tersebut dengan tangan kanannya itu. Setelah itu, ia memandangi Sayaka dan memperhatikan penampilannya.
"Oh, mau pergi ke mana rapih begitu ?" Tanyanya.
Wajah Sayaka tampak senang mendengar pertanyaan kakaknya itu. Ia tampak memasang raut muka yang seakan-akan menyombongkan dirinya sambil berkata,"Aku kan sibuk ! Orang sibuk pasti pergi-pergi terus, dong !".
Mendengar itu, Antoni hanya menyipitkan matanya saja. Ia kembali bertanya,"Yang benar ! Mau kemana kamu atau kagak kakak kurung kamu di rumah !".
Sayaka kemudian menggelembungkan pipinya memasang wajah kesalnya. Mungkin, ia sebal karena kakaknya ini tiba-tiba ngegas gak jelas kayak gitu. "Jahat banget ! Aku kan cuma becanda doang ! Melinda mengajakku belajar bareng buat ulangan besok, jadi aku akan pergi ke rumahnya.".
Antoni kemudian hanya mengangguk saja walau dalam hati ia sudah puas dengan jawaban Sayaka. Ia lalu mengambil roti lapis yang ada di atas piring itu dan kemudian memakannya dengan lahap. Sayaka yang menyadari kalau kakaknya telah menerima alasan darinya itu kemudian bertanya kembali,"Jadi, aku boleh pergi sekarang, kan ?".
"Ya, jangan pulang malem-malem tapi !" Antoni mengatakan ini masih dengan matanya yang terpaku pada layar monitor laptopnya. Tampaknya, ia memang sedang mengejar deadline untuk novel keduanya ini.
Sayakapun langsung keluar rumah begitu mendapatkan persetujuan dari kakaknya. Sebelum itu, ia berpamitan dengan kakaknya dan pergi meninggalkannya di rumah sendirian.
J
"Hei, gimana kabar novel ?" Tanya lelaki separuh baya yang tak lain ialah editor Antoni. Ia sedang duduk memegang setumpukkan kertas. Di kertas tersebut, dapat terlihat sederetan kata yang merupakan naskah dari penulis lain yang ia pegang.
"Baru dateng yang ditanya malah itu, ya ? Tanyakan kabar penulismu dulu kenapa ? Atau tawarkan segelas teh hangat untuk menyegarkan tenggorokkan dari panasnya siang hari ini." Protes Antoni yang masih berdiri di depan meja Pak Editor sembari melihat ke sekeliling memeriksa seluruh isi ruangan yang terlihat cukup berantakkan.
"Oh, kenapa lu gak duduk aja sendiri ? Bukannya tempat ini udah kayak rumah kedua bagilu ? Itu sofa depan kosong, kok !" Ucapnya sembari menunjuk sofa merah yang terletak persis di depannya.
Antoni kemudian berjalan mendekat ke sofa yang ditunjuk dan kemudian duduk di sana. Ia meraih handphonenya kemudian mulai melihat-lihat sosial medianya.
"Oi ! Jadi, mana hadiah dari fans-fans gua ? Gua sibuk gak ada waktu buat lama-lama di sini." Mata Antoni masih menatap layar hpnya waktu ia mengatakan ini. Tampaknya, ia sedang serius membaca sesuatu.
Pak Editor yang semula masih melihat dan merevisi naskah penulis lain kemudian mengalihkan pandangannya pada Antoni. Ia lalu berkata,"Kau ini ! Lebih sibuk gua dimama-mana juga kali dibanding kau ! Tak lihat tumpukkan naskah sebanyak ini ?".
Antoni hanya diam saja beberapa saat. Ia mengunci hpnya dan bangkit dari sofa tersebut. Ia berjalan kembali ke depan meja Pak Editor kemudian menaruh kedua tangannya di atas meja tersebut sembari berkata,"Emang gua pikirin ? Siapa suruh mau jadi editor." dengan nada menyindirnya yang berhasil merubah raut muka Pak Editor menjadi sedikit kesal.
Editor Antoni ini kelihatannya sudah terbiasa dengan perkataan Antoni yang kadang-kadang emang ngeselin. Dapat dilihat dari sikapnya yang masih tenang-tenang aja walaupun memang sedikit terganggu di dalam hatinya. Jika dengan orang lain Antoni berkata demikian, mungkin ia sudah berhak untuk menerima sebuah tabokkan hangat di wajahnya.
Ia tak mengindahkan ledekkan Antoni tersebut dan kemudian menggerakkan tangannya menuju plastik putih besar yang terletak di bawah mejanya. Antoni melihat ke arah yang ia tunjuk dan melihat plastik itu. Ia lalu bertanya apakah plastik itu benar hadiah dari fansnya untuknya dan Pak Editor tampak mengangguk sehingga Antoni mulai menggapai plastik tersebut dan melihat benda-benda apa saja yang ada di dalamnya.
"Apaan, nih ? Baju renang perempuan, potongan-potongan bunga, dan yang paling parah pakaian dalam perempuan ? Buat apa fans gua ngasih gua ginian ? Dikiranya Sir Edward itu cewek apa ? Padahal, jelas-jelas nama pena gua maskulin gitu !" Protes Antoni sambil memeriksa dan mengeluarkan barang-barang tersebut satu per satu dari plastik.
"Emang gua pikirin ? Siapa suruh mau jadi penulis ?" Ucap Pak Editor monoton membalas perkataan Antoni yang tadi.
Antoni hanya menyipitkan matanya saja tanda ia sedikit terkutik dengan balasan editornya. Ia lalu melanjutkan memeriksa barang-barang yang ada dalam plastik putih besar itu. Selain ada pakaian renang perempuan, potongan bunga, pakaian dalam perempuan, ternyata dalam plastik tersebut juga ada sebuah surat yang kemudian Antoni buka dan baca.
"Untuk Sir Edward, dari fans nomor satumu. Semoga dengan hadiah-hadiah yang gua berikan ini dapat menambah semangat menulis anda dan menjadi inspirasi dalam pembuatan novel berikutnya. Ya, terimakasih fansku ! Gua sangat tidak suka dengan pemberian anda dan bagaimana sebuah celana dalam perempuan dapat memberikan inspirasi untuk cerita gua berikutnya ?" Antoni membacakan isi surat tersebut keras-keras sambil menambahkan kata-kata balasannya sendiri. Setelah ia mengucapkan itu, ia terhenti sejenak untuk membaca terusan suratnya. "Salam ! Fans nomor satumu, Clarissa. Clarissa, ya ! Namanya bagus. Tapi kenapa terdengar tak asing, ya?" Ucap Antoni lagi.
Tak ada beberapa detik setelah Antoni mengatakan itu, tiba-tiba terdengar suara dari seorang perempuan yang ternyata sudah ada di ruangan itu selama Antoni membacakan isi surat dari fansnya.
"Sir Edward ?!?" Ucap perempuan tersebut sambil memelototi Antoni. Tatapannya seakan-akan ia telah melihat hantu yang hidup kembali. Akibat perkataannya tersebut, Antoni berhasil dikagetkan dan refleks melihat ke arah datangnya suara dimana ia melihat seorang yang mempunyai wajah familier.
"Lo ? Clarissa, kan ?" Ucap Antoni kaget. Ia hampir saja melempar hadiah-hadiah dari fansnya itu ke arah perempuan tersebut saking kagetnya. Ya, ia hampir melempar daleman perempuan ke arah perempuan tersebut.
"Gak mungkin kan kalo dia itu Sir Edward ? Pak Editor tolong katakan sesuatu !" Ucap perempuan tersebut sedikit berteriak saking tidak percayanya dia.
Tapi Pak Editor diam canggung gitu. Mungkin, ia juga bingung harus mengatakan apa kepada perempuan satu ini agar dia puas. Tetapi, sambil menunggu jawaban dari Pak Editor, perempuan satu ini melihat Antoni yang sedang memegangi barang-barang pemberian fansnya itu. Matanya terpaku ke barang yang sedang Antoni pegangi dan ia berkata dengan berteriak,"Dan ngapain lu pegangin celana dalam gua dengan erat gitu ?".
Sontak Antoni kaget dan tak sengaja melempar benda tersebut ke muka perempuan itu. Ia membuka suaranya,"Hah ? Itu barang lu ? Ngapain lu kasih celana dalam lu sebagai hadiah fans ke penulis ?".
"Itu hadiah gua buat Sir Edward ! Kok bisa lu pegang-pegang ? Jangan-jangan lu itu beneran Sir Edward, ya ?". Ucapnya menuduh Antoni.
Suasana hening sesaat berhasil terjadi. Antoni dan Pak Editor tak mau menanggapi lebih lanjut pertanyaan dari perempuan ini atau lebuh tepatnya tak tau harus menjawab apa. Pada akhirnya, Antoni memberanikan diri untuk bicara,"Jadi, fans aneh gua yang tiap kali ngasih gua barang-barang cewek gini itu lu ?".
"JADI LU BENERAN SIR EDWARD ?!?" Sontak Clarissa berteriak saking kagetnya.
"Ssssttt....Jangan berisik. Entar ada yang denger ! Identitas gua itu masih sangat rahasia !" Bisik Antoni pelan ke Clarissa sambil melihat ke sekeliling takut ada yang mendengar ucapannya itu. Untunglah di lantai ini cuma ada mereka bertiga kalau tidak, bakal datang masalah yang menerpa Antoni nantinya.
"Oh, jadi bener ?" Tambah Clarissa kali ini dengan suara yang pelan.
Antoni hanya mengangguk saja kemudian ia berkata,"Ngomong tempat lain aja ! Samping gedung ada restoran sushi enak. Sekalian gua mau makan juga.".
Antoni kemudian langsung berjalan ke arah lift tanpa menunggu jawaban Clarissa. Walau Clarissa sempat bingung maksud dari ucapan si Antoni itu, ia langsung konek dan mengikutinya tanpa bertanya. Sepanjang perjalanan, mereka tidak berbicara satu katapun. Mereka benar-benar memperlakukan sesamnya seperti orang asing.
Tak sampai 10 menit, sampailah mereka ke depan sebuah restoran sushi yang gak bisa dibilang restoran juga. Tempat makan ini seperti warung dan terbuka gitu tanpa pintu. Mereka hanya membatasi bagian dalam dan luar dengan kain putih yang digantung seperti jamuran di sehelai benang mirip seperti restoran sushi lainnya. Saat Antoni melihat ada meja yang kosong, tanpa pikir panjang ia langsung duduk di sana. Clarissa yang mengekorpun juga berbuat demikian.
"Jadi, penulis terkenalpun juga makan di tempat seperti ini, ya ? Saat lu bilang ada restoran sushi, gua pikir lu akan mengajak gua ke suatu tempat yang mewah !" Ucapnya sambil mengibas-ngibas wajahnya dengan daftar menu karena ia kepanasan. Karena restoran ini sistemnya terbuka, maka sudah pasti mereka tidak menggunakan AC. Makanya Clarissa yang biasanya tinggal di lingkungan berAC baik waktu kerja maupun di rumah merasa kepanasan dengan suasana ini.
"Yang penting kan bisa kenyang juga. Udah, cepet pilih menunya. Lu mau makan apa kagak ? Gua yang traktir ini. Anggap sebagai uang tutup mulut." Ucap Antoni masih sembari melihat daftar menu dan menulis makanan yang ingin ia pesan di selembar kertas yang sudah disediakan di masing-masing meja untuk menulis pesanannya.
"Kalo lu mau nutup mulut gua, gak di sini juga tempatnya. Ini mah gua ngikutin kemauanlu buat makan di sini. Adanya juga gua yang harus milih tempat makan, kan ?" Protes Clarissa pada Antoni. Walaupun ia mengatakan ini, tetapi selanjutnya ia juga memesan beberapa makanan yang menurutnya bisa ia makan.
Setelah selesai menulis pesanan, Antoni beranjak menuju kasir dan membayar pesanannya itu. Sistem di restoran ini adalah pelayanan pribadi dimana anda yang memesan, anda yang membayar, anda yang menikmati, dan andalah yang membersihkan. Tulisan tersebut dapat dilihat menempel di dinding. Mungkin, itulah moto dari restoran sederhana ini. Setelah selesai membayar, Antoni kembali ke tempatnya, melipat kedua tangannya di atas meja, dan kemudian berkata,"Jadi, ada yang mau lu katakan ke gua ? Mungkin, mengenai hal kemaren ?".
Mendengar ucapannya itu, sepertinya Clarissa tampak seperti ditampar secara tak langsung. Mengingat apa yang sudah ia katakan pada Antoni kemaren, wajar saja jika Antoni merasa kesal padanya.
"So...Sorry ya atas kelakuan gua kemaren. Lagian mukalu kayak gitu juga. Gak bisa dibenerin dikit, ya ?"
"Kalo gua bisa milih dari lahir muka gua bakal jadi bagaimana, gua bakal lakuin itu." Ucap Antoni sewot.
"Ternyata si Saika punya mata yang bagus juga dalam nyari cowok." Ucap Clarissa terus Antoni sih diemin aja. Ia malah lebih mikirin orang sekitarnya terutama cowok-cowok yang sedang memandangi mereka. Ia sih sudah biasa dengan hal ini mengingat setiap kali pergi dengan Saika, pasti mereka bakal jadi pusat perhatian. Wajar saja, dimana ada berlian pastilah orang-orang akan melihat.
"Model emang menarik perhatian, ya !" Ucap Antoni pelan karena ia tak mau menambah perhatian dari orang sekitarnya.
Trus si Clarissa bilang,"Kalo lu taroh foto lu di novel lu, gua yakin lu bakal jadi terkenal kayak gua ! Tapi, mungkin beberapa fans cewek lu bakal mundur gara-gara melihat wajahlu itu.".
Mendengar itu, Antoni hanya menyipitkan matanya saja. Ia lalu berkata,"Kalo masalah masukkin foto di novel, gua yang nanti bakal susah. Kemana-mana pasti bakal jadi pusat perhatian orang dan gua gak mau hal itu terjadi. Gua butuh ketenangan buat nulis apalagi gua nyari sumber inspirasi gak cuma di rumah aja. Trus, sepertina permintaan maaf anda kurang dari dalam hati, ya ?" dengan nada kesalnya.
"Iya, iya, iya ! Gua kan cuma bercanda doang. Lu itu gak bisa diajak becanda, ya !"
Mereka lalu mengobrol tentang kehidupan Antoni sebagai penulis dan awal mula Antoni menulis. Clarissa hanya mendengarkan saja dan kadang-kadang mengangguk-angguk mendengarkan kisahnya yang sudah mirip dongeng saking panjangnya itu.
"Ngomong-ngomong, jangan pernah bilang kalo gua itu Sir Edward ke siapapun terutama Saika ! Awas kalo bilang, ye !" Ucap Antoni setengah mengancam.
"Jadi, Saika belum tau ? Hooo...Jadi dia memacari lu tanpa tau kalo lu itu Sir Edward ? Hebat sekali ! Kerasukan apa dia itu ?" Ucapnya sambil meneguk ocha dingin yang sudah ada di depannya itu.
"Pokoknya, jangan bilang ! Ini seriusan !" Ucap Antoni sekali lagi mengingatkan.
"Iye, iye ! Asal lu mau lupain kelakuan gua kemaren gua gak akan bilang. Gimana ?"
"Oke ! Deal !"
J
Di siang hari yang terik, Lisa dan Anna lagi berjalan gitu dan ngobrol tentang masalah kampus. Tiba-tiba saja, Anna menghentikan langkahnya sambil mebunjuk ke arah restoran terbuka di pinggir jalan satunya sembari berkata,"Lis ! Lihat itu, deh ! Bukannya itu Antoni ? Terus, siapa cewek itu ? Pacar gelap Antoni jangan-jangan ! Padahal dia udah punya Saika, loh walau mereka pacaran boongan juga, sih !".
Lisa kemudian melihat ke arah yang ditunjuk Anna dan mendapati apa yang Anna maksud itu. Memang benar kalo itu Antoni tetapi ia tak mengenali cewek yang sedang menemaninya makan itu.
"Iya, bener. Ngapain Antoni ama cewek itu, ya ?" Tanya Lisa pada Anna.
"Tapi, hebat juga Antoni dalam nyari cewek ! Cantik juga, loh ! Gak kalah ama Saika ! Mesti difoto, nih biar ada bukti. Siapa tau kita bisa kuras si Antoni sampai habis hahaha..." Ucap Anna sambil mengeluarkan handphonenya dan kemudian memoto kejadian langka tersebut.
Tetsuya? Jadi inget tatsuya fujiwara. Nice story, pmilihan katanya jga menarik. Kunjungi jga storyku ya..
Comment on chapter Bab 1 Penulis dan Model Terkenal