"Aloo Bro, what's up?!" Devlin dengan riang mengangkat video call dari nomor yang sangat dikenalnya, Spike menelpon. "Tumben pakai video call, kita seperti orang pacaran aja." Devlin tergelak. Gelak tawanya makin keras ketika satu persatu rekan-rekannya di jakarta bermunculan di layar HP.
"Woi Bro ... congratulation ya! Gila, dalam 2 tahun sudah jadi inspektur kau di Surabaya!" Spike berdecak. Wajah teman-temannya tidak berubah, sepertinya istri-istri mereka telah melakukan tugas yang sangat baik dalam menjaga suami mereka. "Pagi ini namamu diumumkan di forum. Gimana rasanya jadi inspektur?"
"Rasanya ya? Hm ... selain berlebihan dari segi finansial, aku merasa lebih gagah dan lebih ganteng dari kalian di Jakarta." Tawa mereka pecah diikuti sumpah serapah yang kasar sebagai latar suara.
Devlin saling bertukar kabar dengan rekannya di Jakarta, mengenai beberapa kasus yang terjadi dan sempat jadi headline di media. Spike menambahkan ia sedang dicalonkan untuk menjadi inspektur di Jakarta namun persaingan dari calon kepolisian lain juga ketat dan Spike tidak terlalu yakin ia dapat memenangkan jabatan itu. "Kalau nanti dimintai rekomendasi dari Surabaya, aku akan memilihmu Spike. No worries. Tetap semangat ya Bro!"
Bram dan Toni memiliki hidup yang stabil, sehingga tak banyak yang bisa diceritakan mereka. Istri Joe sedang hamil anak ke 3, padahal terkhir mereka bertemu anak pertama baru berumur beberapa bulan. Devlin berdecak. "Tutup mulutmu dan jangan komentar, Bro! Kalau nanti kau sudah beristri baru aku hargai komentarmu." Wajah Joe yang merah menyeringai.
Devlin ingin sekali bertanya mengenai Jean dan mengetahui kabarnya, bagaimana kuharus memulai? "Hmm ... Bagaimana kabar istri kalian?" Tanya Devlin dengan canggung. Riuh ramai yang berkumandang tiba-tiba hening.
"Hey, apa maksudmu Dev." Kening Bram berkerut dalam seperti sprei kusut. "Kalau kau maksud istriku akan ku tonjok hidungmu." Devlin mengangkat tangannya tanda damai.
"Bukan itu maksudnya, Bram." Spike yang bijak mencolek Bram. "Kau ini kerja pakai otak sedikitlah jangan baper gitu. Masa kau tidak tau orang macam Devlin, dia bukan type sepertimu yang ngomong to the point - gak pakai pendahuluan."
"Yeah man, maksudnya Devlin itu mau menanyakan kabar Jean. Masa gitu aja gak tau, Bram?" Joe menimpali. Hening dari seberang, Devlin memperhatikan rekan-rekannya yang gelisah dan mulai bertanya-tanya apa yang telah terjadi.
"Yeah, Bram. Maksudku Jean. Apa kabarnya dia ya?" Devlin terkekeh canggung. Namun ia melihat rekannya lebih canggung lagi ketika ia melontarkan pertanyaan yang sesungguhnya. Seakan-akan mereka sedang bermain dadu dimana yang nilainya paling kecil harus bercerita.
Bram yang tubuhnya lebih pendek dan berkulit lebih gelap dari yang lain buka suara, "Hmm ... Dev, kau yakin tak tau apa-apa?" Ia menggaruk dagunya yang berjanggut tipis. "Bagaimana mengatakannya ya? Sebenarnya aku juga tau ini dari Lucy. Jean sudah tidak di Jakarta lagi. Kalau tidak salah dua atau tiga minggu setelah pemakaman Mike, dia pergi."
Devlin mengerjapkan matanya. "Pergi? Kemana?" Keningnya berkerut. "Jean tidak punya keluarga, hanya ada bibinya di Tangerang. Kau benar-benar lost kontak?" Cemas.
"Kalau kau yang hilang akan aku cari kemanapun Dev, tapi Jean? Kalau aku cari Jean kemanapun, nasibku lebih buruk dari Mike jika istriku tau. Jadi ya... aku tidak menanyakan lebih lanjut. Yang aku tau sebelum pergi Jean hang out dengan istri-istri kita. Namun ketika aku tanya kemana Jean pergi, Debby tidak menjawab." Joe mulai nyambung dengan topik pembicaraan mereka.
"Same here. Istriku juga tutup mulut." Spike menimpali. "Mungkin istri-istri kita harus membentuk intel wanita ya karena mereka kompak banget." Spike terkekeh ketika kepalanya di jitak Luke dari belakang.
Setelah bercanda dan berbincang, tigapuluh menit kemudian sambungan telepon selesai. Devlin berbaring di ranjangnya, menatap sekeliling apartment studionya yang cukup luas untuk single person dan memikirkan 1001 kemungkinan keberadaan Jean. Ia juga bertanya-tanya apa yang membuat Jean pergi, Jean sudah punya pekerjaan yang stabil, sahabat yang seperti keluarga dari istri teman-teman Mike, ia akan aman dan terlindungi.
Ketika Jean dirawat setelah pingsan, Devlin menghubungi bibi Jean yang merupakan salah satu keluarga yang masih ada di Indonesia. Orang tua Jean sudah lama meninggal dan kakak serta adik Jean tinggal di luar negeri mengikuti pasangan mereka. Ini ia ketahui selama bersahabat dengan Jean, sebelum Mike masuk dan membawa Jean pergi.
Devlin membalikkan badannya dan membenamkan kepalanya ke bantalnya yang empuk. Oh Jean, dimanapun kau berada, semoga kamu menjalani hidup yang baik. Dalam diam Devlin bertanya-tanya apakah ia akan berkesempatan bertemu Jean lagi.
Ceritanya keren. ku udah like and komen. tolong mampir ke ceritaku juga ya judulnya 'KATAMU' jangan lupa like. makasih :)
Comment on chapter Bab 1