Read More >>"> Like Butterfly Effect, The Lost Trail (Bab 9 // Warm) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Like Butterfly Effect, The Lost Trail
MENU
About Us  

"..."

Sudah sekitar lima menit aku memejamkan mata, tapi tidak ada yang terjadi.

Apa ini sleep paralysis? Atau memang situasi ini benar-benar nyata?

Mia tidak mengetahui kalau aku sakit. Keberadaanya di kamarku itu sangat membingungkan. Jikapun dia tahu, tidak ada satu pun siswa yang mengetahui alamat rumahku. Tidak mungkin dia bisa menemukannya hanya dengan keberuntungan.

Aku tidak tahu bagaimana dunia ini berjalan, tapi jika ini mimpi aku harus menerima fakta lain. Karena hanya ada satu kemungkinan ketika laki-laki memimpikan wanita.

Tubuh boleh sakit, tapi hormonku sepertinya normal.

"..."

Rasa tekan di perut membuatku memaksa keluar sesuatu yang ada didalam. Sudah sejak lama aku tidak melakukan kegiatan primitif itu, sepertinya memang tidak bisa di tahan.

Hah... Mimpi tidak mungkin seperti ini.

Rangsangan panca indraku sangat nyata, begitupun perasaan lainnya. Aku masih bingung dan tidak tahu apa-apa, tapi satu hal yang dimengerti adalah aku mau buang air kecil.

Aku menaruh kekuatan pada otot punggung, mengangkat bagian atas tubuh dengan bantuan kedua tangan. Aku bangkit menaikan kepala beberapa derajat, membiarkan badan atasku mengambang bersandarkan lengan.

Begitu bangun, kepalaku terasa diaduk dan penglihatanku juga berkunang-kunang. Aliran darah perlahan mengalir dan tubuhku pun memulih perlahan-lahan. Aku tidak mempedulikannya, ini hal yang wajar untuk kondisiku, sesuatu yang penting ada di hadapanku kali ini.

"Mia, woi, bangun"

Aku memanggilnya. Untuk beberapa alasan, aku enggan menyentuh tubuhnya.

"Hh... Huft... Hmn... Kak, Kenapa, bisa lupa?"

"Kenapa? Soalnya sistem memori manusia gak sempurna, waktu kita lupa otak gagal mencari memori file yang... Hn?"

Tunggu, mengigau macam apa itu? Apa aku sedang ditanyai di dalam mimpinya? Kenapa? Seberapa besar rasa penasaranmu? Apa kau masih tidak membiarkanku di dalam mimpimu?

"..."

Yah... Apapun itu, berjuanglah. Wahai aku yang ada di dalam mimpi.

"Hh... Huft..."

Aku masih berusaha menghindari kontak mata dengannya. Matanya ini seperti perangkap ganas, aku selalu tenggelam dibuatnya. Ketika bertatap muka, waktu terasa berhenti dan entah sejak kapan aku sudah dikendalikan gadis ini.

Hn? Tunggu dulu, bukannya aneh jika aku ditanyai di dalam mimpi. Jika dia bertanya karena tidak tahu, seharusnya aku yang ada di mimpi tidak akan bisa menjawab pertanyaannya. Mimpi sendiri adalah bocoran ingatan di masa lalu atau impian yang belum tercapai. Sesuatu yang aneh jika dia memimpikan sesuatu yang belum ia ketahui.

Hmn...

Kesampingkan dulu hal itu. Masih ada yang lebih penting untuk kupecahkan sekarang.

Dengan gelengan kepala, aku mencari kunci penting dalam kasus ini. Satu hal yang kutahu bisa menggerakan roda gigi.

"Ah"

Untunglah benda ini sangat mudah kutemukan.

Aku mengambil Handphone-ku yang terletak tepat di samping tempat tidur. Ketika jariku bergerak, sekelibat ingatan muncul ketika aku ingin menghubungi Ryan.

Jika diingat-ingat, Ryan tidak membalas pesanku sama sekali. Apa ini semua adalah hal yang sama ketika SMP dulu? Apa dia sudah membuangku?

"..."

Tidak, kurasa tidak atau lebih tepatnya aku berharap tidak. Selama ini aku tidak melakukan apapun pada Ryan. Itu semua karena Ryan sendiri tidak melakukan apapun untuk bisa menyentuh pedangku.

Aku sendiri tidak tahu kenapa kami bisa berteman. Sampingkan tentang masa lalu, hubungan kami sekarang ini tidak jelas. Ketika aku pikir tidak ada ikatan pertemanan, dia malah datang dengan sebuah cahaya. Tapi begitu aku berbalik membalas, dia malah mematikan kembali lampunya.

Membulatkan tekad, kali ini aku benar-benar menggerakan jariku. Mengetik kata singkat dan menekan tombol kirim.

Di setiap detiknya, rasa cemas dan tegang berputar-putar di dada. Aku hanya bisa berharap kalau pertemanan kami bukanlah ilusi.

Ryan, tolong jawab.

"..."

Aku tidak melakukan apapun kan. Aku tidak membuatmu hancur kan. Katakanlah kalau kau tidak membuangku.

Duut, duut. Nada getar di Handphone membuat badanku bergidig sesaat. Aku memang menunggu balasan dari Ryan, tapi kondisi pikiran yang kosong membuatku kehilangan fokus.

Ryan : Gua di rumah dan kalau soal Mia, kenapa lu gak tanya saja ke orangnya

Ryan selalu saja memberikan jawaban sederhana. Tapi jika dilhat dengan baik, solusi yang dia berikan memang benar. Dia selalu mengelak untuk ditanyai tentang apapun. Semua tingkahnya selalu sama, dia merendah dan seolah mengatakan "Ada banyak orang yang lebih tahu dariku, jangan tanya aku" atau sesuatu yang kasarnya seperti “Kalau orang lain bisa, kenapa harus aku?”.

Masa bodoh dengan isi pesannya. Aku merasa lega dengan balasan Ryan sekarang. Bahkan rasa puas ini sudah cukup untuk membuatku kembali tidur dengan tenang.

Tapi tentu saja tidak boleh seperti itu.

Hassan : Dia lagi tidur yan

Aku tidak mau mengganggu orang yang sedang tidur pulas. Itu bisa mengganggu ritme dan merusak kualitasnya. Sangat tidak sopan untuk melakukan itu pada orang yang menyelamatkanku. Dan yang paling penting, aku tahu betapa menyebalkannya ketika tidurku diganggu.

Ryan : Dipangkuan lu?

Geh, Kenapa dia menanyakan hal ini? Dari mana datangnya tuduhan itu? Mana mungkin aku bilang kalau pernyataan tadi itu benar, dan lagipula....

Hassan         : Memangnya itu penting yan?

Ryan              : Itu mungkin bisa jelasin kondisi lu sekarang

Hassan         : Kalau aku bilang iya?

Ryan               : Gua telepon polisi sekarang

Hassan          : Woi...! Kamu serius?

Ryan               : Gua becanda kok

Candaan yang mengerikan, aku merasa hal itu begitu realistis. Jikapun aku tidak dilaporkan ke polisi, hal yang serupa sudah cukup membuatku diusir dari tempat kosan.

Hah... Baru kali ini Ryan mengatakan candaan seperti itu. Ini merusak gambaranku padanya. Apa dia tipe orang yang berbeda ketika komunikasi seperti ini?

Hassan          : Oke, aku sudah ngerti, intinya kamu sudah tahu kalau aku sakit kan yan. Terus kenapa kamu gk bales SMS yang waktu pagi?

Ryan               : Gua waktu itu lagi persentasi. Harusnya gua yang marah gara-gara pesan kampret lu

Di dalam hatiku, memang ada rasa bersalah, tapi aku sedikit tersenyum karena membayangkan hal itu terjadi. Pada waktu itu aku memang mengirimnya pesan darurat, tapi dia akan canggung jika harus membalas pesanku dan memotong persentasi yang berlangsung. Aku yang tidak tahu keadaan itu malah melakukan spam pesan padanya, sesuatu yang mungkin terjadi adalah rasa malu karena sepanjang persentasinya yang diwarnai suara ringtone. Berpikir tentang bagaimana hal itu terjadi membuat badanku sedikit bergetar menahan tawa.

"Humn... Umn..."

Mia menggeliat dari tidurnya. Menggerakan tangan dan jari-jari kecil untuk mencapai kenyaman tidur. Selimut dan pakaianku sedikit mengkerut dibuatnya.

"Hkmn..."

“...!”

Woi, woi... Mia, aku tahu kau melakukannya dengan tidak sadar, tapi apa yang kau lakukan itu sangat berbahaya. Sangat buruk dan begitu kejam. Apa kau ingin aku mengangkatmu dengan paksa?

"..."

Sial, aku tidak mungkin melakukannya. Mana bisa aku menyentuh Mia dalam kondisi seperti ini? Semua pilihan malah berefek buruk bagiku.

Sentuhan dan gesekan setiap tubuhnya bisa kurasakan di perut dan pinggangku. Sensasi baru pun bermunculan, rasa hangat dari tangan dan kepalanya menjadi sangat nyaman. Semua itu tidak kusadari hingga dia benar-benar bergerak. Layaknya rasa manis di lidah, kita tidak akan merasakannya jika mulut sudah penuh gula.

Berjuanglah, wahai akal sehatku. Dua kali dua empat, dua kali empat delapan, dua kali enam dua belas, dua kali dua belas dua puluh empat, dikurang satu dua puluh tiga dan dikali dua kromosom manusia.

Huft... Hah...

Ck, wanita memang merepotkan.

Aku kembali mengabaikan Mia dan berurusan dengan Handphone-ku lagi.

Hassan          : Oke, sorry kalau gitu. Terus kamu ga tahu kalau Mia di sini?

Ryan               : Yah, gua gak tahu

Hassan          : Ya sudah makasih

Aku tidak bodoh untuk menanyakan sesuatu pada orang yang tidak tahu. Percuma saja jika aku memasang urat padanya. Ketidaktahuan adalah keadaan suci tak berdosa.

Ryan               : Gua emang gak tahu itu, tapi gua tahu siapa yang tahu. Waktu lu ngirim SMS, Hana lihat dan langsung pergi ke kelas lu

Ryan, aku tidak menyangka kalau kamu akhirnya berguna. Fakta itu sangat membuka pikiranku, teka-teki ini seketika menjadi sederhana, semua berpusat pada keputusan Hana ambil.

Duut, duut.

Hn?

Ryan               : Sorry san, tadi Hana yang pegang Hp gua

Shit...! Kembalikan pujianku barusan.

Dari awal memang sudah aneh. Kenapa aku tidak sadar? Padahal kan sudah jelas, ada kontra diantara Ryan yang kukenal dengan percakapan tadi.

Saraf wajahku tidak terkendali, aku tidak tahu wajah apa yang kubuat. Sedikit geram karenanya, aku memberi sedikit tenaga pada genggaman Handphone-ku.

"..."

Tapi dilubuk hatiku sekarang, ada tawa yang menghiasi kegelapan. Perasaan dari Mia, perasaan dari Hana dan perasaan dari Ryan. Mereka semua memberi warna berbeda.

Heh, dasar bodoh. Aku tahu kalau tidak tahu apa-apa itu menakutkan, tapi aku tidak ingin tahu jika aku harus membuang warna hariku. Aku sudah bosan dengan abu-abu.

Ryan               : Gua udah liat SMS tadi, kurang lebih emang bener kata Hana

Apanya yang kurang lebih? Jika aku menerjemahkan kejadian barusan, Hana menyuruhku menanyakannya pada Hana lewat Ryan.

Aku menggeser kontak pesanku ke arah Hana. Mengetik pesan dan kembali menanyakan hal yang sama. Aku sudah sedikit mengerti apa yang terjadi, tapi aku juga mau penjelasan darinya.

Hana              : Kalau yang kayak gitu kamu tanyain Mia aja san, jangan tanya aku

Oke, aku mulai kesal sekarang.

Bukankah kamu sendiri yang memintaku menanyakannya padamu? Kenapa jawabannya jadi sama seperti tadi?

"Hmn... Hn? Ka, sudah bangun?"

Entah karena tekanan suasana atau gemerisik getar badanku. Kali ini Mia benar-benar membuka mata, memanggil dan menatapku dengan wajahnya.

"...!"

Mia? Kamu?

Ah, Sial aku tidak sengaja menatap matanya. Sesuatu yang selama ini aku hindari tidak sengaja dihancurkan oleh reflect tubuhku. Tapi aku tidak menyesal, begitu terkejut ketika melihat bola matanya, peristiwa langka dunia ada di hadapanku sekarang.

Aku tidak tahu apa yang membuat tatapannya memikat. tapi hal tersebut bukanlah alasan kenapa aku menghindarinya.

Heterochromia, syndrome ketika bola mata memiliki warna berbeda.

Mata biru muda ada di sebelah kanan, dan warna coklat terang yang ada di kiri masih sama seperti biasa. Begitu indah dan keren, berkilauan dan sangat detail. Bagai lukisan air laut, mata birunya sangat luar biasa. Sebelumnya aku terpikat oleh mata coklatnya, karena sangat jarang untuk orang indonesia memiliki mata seperti ini. Aku ingin tahu, apa ini asli?

"Mia, mata kamu biru?"

"Hn? Hoawn... Un"

Bukannya menjawab, Mia malah menguap dan meyipitkan matanya. Melipat kembali tangan dan mengambil posisi tidur di pangkuanku.

Respons barusan sepertinya hanya kebetulan. Dia masih setengah tertidur.

"Mia? Woi"

"Iya mah... Nanti, Mia kerjain"

Aku bukan ibumu dan aku tidak menyuruhmu apapun. Hah...

Percuma saja, aku hanya membuang waktu jika dia tidak dalam keadaan sadar. Lawan bicaraku sudah seperti bayi.

"Mia, kamu tidur atau ngomong, pilih salah satu"

"Ha? Un..."

"..."

"Huft... Hah...."

Kenapa malah tidur lagi? Memang benar aku memasukkan tidur ke dalam perkataanku, tapi normalnya orang akan memilih bangun. Setidaknya kata-kataku akan membuat sadar orang yang sedang mengigau kalau dia setengah tertidur.

"Hah... Kalau kamu mau tidur, jangan di sini, pake bantal sana"

Karena aku mau buang air sekarang.

"Hh...!"

Wow...

Mia tiba-tiba mengangkat kepalanya tinggi-tinggi, melihat ke sekeliling dengan wajah panik dan kebingungan. Terus menggeleng-geleng kepala sampai pada pandangan terakhir matanya adalah aku. Dia melihatku dengan perasaan malu dan bersalah. Memperbaiki posisi duduknya dan membuang mata setelahnya.

Semua tindakannya mengarah pada satu fakta.

"Maaf kak"

Aku mengerti, akan memalukan jika hal tersebut terjadi padaku. Walaupun agak bingung dengan alasan dia sadar, tapi aku tak ambil pusing. Semua masalah hari ini tergantikan dengan hal baru.

"Mia, kamu punya biru?"

Wajahnya membeku dan pandangannya kosong. walaupun tubuhnya menyampingiku sekarang, aku bisa merasakannya.

Mia mulai memegang mata kanannya dan berbalik membelakangiku, beberapa detik setelahnya dia sedikit gaduh. Aku memiliki beberapa pikiran tentangnya, tapi aku tidak mengerti alasan dia melakukannya.

"Mia..."

"Ke-kenapa kak?"

"Kenapa kamu pake soft lens?"

Dari tingkahnya sekarang, aku tahu kalau Heterochromia padanya adalah sebuah rahasia. Tapi kenapa? Tidak ada yang salah dengan itu.

"Ga-gak kenapa-napa kok"

"Kenapa kamu tutupin mata biru kamu?"

Soft lens adalah benda merepotkan. Jika aku memakainya, aku harus rajin-rajin meneteskan cairan, membersihkan, membilas dan lain-lain. Mata adalah organ penting. Jika salah memakai soft lens, akan fatal akibatnya.

"Memangnya aku harus tunjukin kak?"

"Enggak sih, tapi sekarang aku sudah tahu, jadi percuma kamu tutupin sekarang"

"Kalau nanti ada yang dateng kan susah kak"

Hmn... Memang benar, memasang soft lens tidak mudah. Dia akan kesulitan jika ada tamu lain menjengukku. Tapi...

"Kalau gitu lepas soft lensnya, aku mau lihat"

"..."

"Gak boleh?"

"Bukan gak boleh sih, tapi sebentar saja yah kak"

Yah, aku hanya ingin tahu mata biru itu seperti apa. Waktu sekitar satu menit sudah cukup untukku.

Mia membereskan sedikit barang soft lensnya. Melakukan sedikit gerakan yang aku kira itu adalah persiapan mental, hingga akhirnya dia berbalik dan menghadap ke arahku.

Tubuhku lebih tinggi. Walaupun kami duduk, ada sedikit sudut yang membuatnya lebih rendah.

"..."

Kalau tidak salah baru kali ini aku benar-benar menatap matanya.

Aku tidak tahu apa yang jelek dari ini? Kenapa hal seperti ini harus ditutupi?

Waktu terasa berhenti, keindahannya membuatku terperangkap ke dalam tatapannya kembali. Kali ini aku tidak peduli. Pemandangan ini sangat pantas untuk membuat orang tersedot kedalamnnya.

Serabut irisnya begitu jelas terlihat, bergelombang dan merajut-rajut. Layaknya nebula luar angkasa yang di lukis di matanya. Apa semua mata biru memang seperti ini?

Aku memajukan kepalaku untuk melihatnya lebih dekat. Tapi...

"...!"

Mia sudah menutup pamerannya. Dia membalikkan tubuh lebih dulu sebelum aku berhasil memotong jarak pandang.

"Sudah lagi? Baru juga sebentar, banget?"

Aku ingin sedikit lebih lama, beberapa detail belum aku lihat.

"Hn?"

Aku melihat Mia dari belakang. Punggungnya yang kembang kempis dan nafasnya yang menjadi keras. Dari belakang aku juga bisa melihat tangannya menutup sebagian mukanya.

Jika kau menunjukkan sikap seperti itu, aku juga jadi malu.

Sekarang aku menyadari apa arti tindakanku barusan. Jika aku memang peka terhadap pandangan orang lain dan berusaha menghindari tatapan dari Mia. Bukan berarti Mia tidak merasakan hal yang sama.

"Mi-mia?"

Bodoh, kalau aku juga gugup bagaimana bisa menenangkannya.

Aku menekan beberapa bagian tanganku, menarik nafas kecil dan menelan ludah. Perlahan jantungku juga mulai mereda, rasa tegang pada tangan dan kaki ikut menghilang.

"Kamu gak suka mata kamu?"

"..."

"Kenapa harus pake soft lens?"

"Memang kakak gak aneh lihatnya?"

Hmn...

Dunia ini adalah papan permainan bodoh. Ada hukuman ketika kita berbeda dengan orang lain, suatu jalan keras untuk orang dengan keunikan.

"Aku gak tahu apa-apa, tapi aneh dalam bahasa inggris itu unique, kan jadi bagus. Gak ada yang salah dari mata kamu kok"

"Hn? Bukannya aneh itu weird yah kak?

"..."

Memang aku tidak terlalu ahli dalam mengingat, tapi itu hanya karena kata tersebut jarang kugunakan, tidak keren.

Kenapa dia bisa pintar dalam hal ini? Aku kan jadi merasa konyol sendiri.

Hmn... Kalau tidak salah di buku yang kemarin itu ada sesuatu tentang ini. Kalau begitu....

"Mia, kamu mau tahu rahasia dari mata kamu"

"Rahasia?"

"Iya, kamu ingat istilah Rayleigh Scattering yang pertama aku kasih tahu?"

"Ingat kok"

"Mata kamu biru karena hal yang sama"

"He? Beneran?"

Mia yang tadinya membelakangiku bergerak maju dengan wajah penasaran. Tapi sayang, aku sudah tidak bisa melihat mata birunya.

Apa boleh buat, aku akan melakukannya seperti biasa.

"Dari awal warna biru itu spesial. Gak ada faktor gen yang bisa membentuk warna biru. Melanin hanya bisa membentuk warna kuning dan coklat"

"..."87

Mia mengambil posisi fokus seperti biasa, mendengarkanku dengan hikmat. Padahal baru beberapa hari kami tidak melakukannya, tapi kegiatan ini memberikan nostalgia yang besar padaku.

Aku menjelaskan beberapa dasar dari Rayleigh Scattering dan melanin padanya. Protein-protein, gen-gen, dan apapun yang menjadi faktor pembentukan manusia. Mia mengambilkan alat tulis untukku, membiarkan aku menggambar sedikit untuk menjelaskan.

Detik-detik dari penjelasan itu sangat menyenangkan, sangat menenangkan. Aku tidak tahu perasaan apa yang melandaku kali ini. Dalam hatiku berharap kalau waktu-waktu seperti ini terus ada. Apa aku benar-benar seperti itu?

"Hmn... Jadi mata biru itu terjadi waktu mata gak mengandung melanin"

"Iya, dan mata hijau terjadi karena sedikit melanin yang bikin warna kuning bercampur dengan warna biru"

Perasaan ini? Perasaan yang tidak kudapat ketika membaca buku? Apa aku berhak merasakan kenyamanan ini?

Entah karena kondisiku, atau karena rasa penasarannya yang memang sudah terpenuhi, Mia tidak terlalu banyak tanya tentang ini. Reaksinya cenderung ringan, tapi bukan berarti dia tidak mengerti. Sesekali aku menanyakan kembali penjelasanku, dan dia bisa menjawabnya dengan baik.

Aku sudah selesai dengan penjelasanku. Wajahnya sekarang sudah berseri sangat cerah, perasaan canggung telah hilang dari kami. Setidaknya dia tidak membenci atau berpikir buruk tentang matanya lagi sekarang. Dia bahkan memberikan sedikit jawaban ketika aku bertanya.

Mia mendapatkan mata itu sejak kecil. Sebenarnya heterochromia bisa menjadi indikasi penyakit mata berbahaya, tapi itu tidak berlaku jika hal tersebut didapatkan sejak lama dan tidak mendadak. Hanya saja, kelainan ini tidak dapat disembuhkan.

Beberapa Bayi dilahirkan dengan mata berwarna biru. Bagi mereka yang memiliki keturunan gen bermelanin, mereka akan mengalami perubahan warna mata ketika dewasa. Tapi pada kasus Mia, dia hanya mengalami perubahan pada sebelah matanya saja.

Ada beberapa hal yang masih ingin kutahu darinya, tapi itu bisa diurus nanti. Pertanyaan yang melebihi jawaban ini hanya akan membuat situasi kembali canggung.

Aku merasa lega, ternyata aku tidak sendiri. Mia tidak meninggalkanku, begitupun dengan Ryan, mereka masih ada ketika aku terjatuh.

Aku tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi, entah mereka bodoh atau tidak peka? Selama seminggu ini, sudah jelas kalau aku menjauhi mereka. Aku yang takut dibuang oleh mereka memilih untuk menjauh. Itu semua aku lakukan untuk mengurangi ketergantunganku. Setidaknya, jika aku tidak terlalu dekat dengan mereka, lubang yang kudapat setelah dibuang tidak terlalu dalam.

Tapi di luar dugaan, Mia bahkan tidak menanyakan perubahan sikapku yang menjauhinya sampai hari ini. Bahkan Ryan juga, mereka tetap hadir demi diriku.

"Kakak mau makan apa?"

Aku tidak tahu kalau waktu sudah berjalan sejauh itu. Perasaan nyaman membuat waktu terasa cepat berlangsung.

"Terserah"

"Terserah itu menu makanan tersulit kak"

Hmn... Oke, jika aku plin-plan begini, dia akan sulit untuk memutuskan. Aku memang tidak pilih-pilih makanan, tapi aku sudah bosan dengan roti. Jika aku harus memilih, aku ingin makanan yang berkuah.

"Kalau gitu aku mau sayur, kalau bisa sayur bayam"

Kerongkonganku kering, nafsu makanku sedang turun. Sesuatu yang baik jika aku memakan menu yang mudah hancur dan kaya akan mineral.

"Eh? Sayur bayam yah? Hehe...."

"Kenapa?"

Mia berbalik dan mengambil benda dari kantung plastik hitam. Aku sendiri baru menyadari benda tersebut ada.

"Maaf kak, sebenernya aku sudah beli bubur ayam tadi"

Kalau begitu, bukankah percakapan yang tadi itu tidak berguna. Kenapa kau tidak langsung menawariku saja? Aku tidak akan menolaknya, karena aku bukan anak manja.

“Ya sudah gak apa-apa”

Mia mempersiapkan buburnya di atas mangkok. Setiap toppingnya dibungkus terpisah, ini membuat makanan itu terlihat baru disajikan.

Aku pun memakannya sampai tak bersisa. Entah itu karena disajikan oleh seseorang atau karena hidup penuh dengan roti tawar. Bubur dingin itu terasa sangat nikmat.

“Awk...”

Aku mengeluarkan suara tegas di tengah santap makanku.

“Kenapa kak? Pahit? Pedas? Atau keras?”

Dari semua pilihan itu, aku tidak menemukan satu pun faktor penyebabnya di bubur ayam. Tidak ada topping keras, pedas maupun pahit di makananku sekarang.

“Bukan, aku cuman gak sengaja kegigit”

Mungkin karena rasa lapar luar biasa, aku sedikit bersemangat dan mempercepat kunyahanku.

“Lidah kakak kegigit?”

“Bukan, daging pipi yang ada di dalam”

“Oh... Hati-hati saja kak, aku juga pernah kegigit soalnya”

Yah, karena kau juga memiliki postur gigi yang mirip denganku, gingsul.

Aku tidak tahu dengan pemilik gigi gingsul lain, tapi hal yang kualami karenanya cukup merepotkan. Entah sudah banyak pipiku tergigit, ini sudah terjadi sejak gigi tetapku tumbuh.

Salah satu dokter gigi berkata, postur gigiku tidak akan pernah rapi walaupun memakai kawat gigi. Ukuran gigiku besar, sedangkan mulut dan gusiku kecil. Gigi seri atasku saling berhimpitan dan kehilangan tempat, membentuk gigi kelinci karena gigi seri keduaku yang terselubung dibelakang. Inilah alasannya kenapa aku malu untuk tersenyum lebar di depan orang-orang. Senyumku tidak indah sama sekali.

Dokter gigi itu menyarankanku untuk memahat gigi agar bisa di rapikan, tapi aku menolak. Itu seperti tidak mensyukuri apa yang sudah diberikan. Gigi gingsulku diturunkan oleh ibu, walaupun ibuku jauh lebih asri karenanya. Aku sendiri merasa kalau ini adalah bagian dari tanda lahir dan bukti kekeluargaan. Aku tidak ingin menghilangkannya.

Iya, Itulah yang kukatakan dulu, alasan sebenarnya adalah aku yang takut pada proses pemahatan gigi.

Mia sendiri sepertinya tidak mengalami hal yang sama denganku. Walaupun mirip, tapi sebenarnya berbeda. Gigi seri pertamanya berukuran besar, sedangkan yang keduanya kecil. Kegingsulannya dimulai pada gigi taring yang sedikit keluar. Sangat berbeda, senyumnya jauh lebih indah, gigi gingsulnya adalah kelebihan yang bisa membuat orang iri, tidak sepertiku.

Jika gigi atasku mempengaruhi penampilan, lain hal nya dengan bawahku. Gigi taring bawahku sedikit keluar dari barisan, membuatnya miring ke depan dan siap menusuk daging pipiku.

Dari kecil, aku sudah mengalami ini berulang kali. Ketika daging pipiku tergigit, luka yang terbentuk akan membengkak sehingga memudahkannya tergigit kembali, seperti lingkaran setan. Mungkin ini adalah bentuk evolusi, entah sejak kapan aku bisa merasakan kalau daging pipiku telah menebal. Ini membuatnya sedikit tahan dari luka, tapi lebih mudah untuk tergigit.

Luka gigit kali ini juga tidak parah, hanya menyebabkan sedikit lecet. Berdarah sebentar dan tidak menimbulkan pembengkakan. Ini membuatku bisa menikmati makanan sampai akhir.

Perutku masih meminta makanan, tapi aku mengganjalnya dengan air putih. Aku tidak ingin merepotkannya lebih dari ini.

Mia membersihkan bekas makanku. Kembali bangkit dan merapikan kamarku lagi.

Kalau dilihat-lihat kembali, kamarku hari ini mendadak bersih. Aku sendiri sudah lama tidak mengurus kamar. Seharusnya ada satu atau dua barang berserakan di lantai, tapi sekarang tidak sama sekali. Semua barang yang berserekan di lantai ia tumpuk dan satukan. Penempatan barang-barangku juga berubah, menjadi lebih nyaman dipandang. Walaupun kamarku hanya penuh dengan buku, dan...

"...!?"

Seragamku? Digantung?

Aku menggerakan kepala ke bawah, melihat area dada dan perutku.

"Mia, aku tadi melindur sambil ganti baju?"

"Hn? Melindur kayak gitu memang ada?"

Aku juga tidak pernah mendengarnya. Tapi jika memang bukan, berarti aku harus menerima fakta bahwa peristiwa itu benar adanya.

"Terus kenapa bajuku ganti?"

"Aku yang gantiin, soalnya tadi kakak keringetan"

Aku tidak tahu harus berterima kasih atau memarahinya. Perasaan aneh bercampuk aduk di benakku sekarang, mungkin ini yang dikatakan aneh dari weird.

"Gak apa-apa kok kak, aku gak lihat bagian pentingnya"

Apanya yang bagian penting. Itu sudah cukup memalukan. Memangnya kamu sudah pernah menelenjangi laki-laki sebelumnya.

"Aku punya adik laki-laki kak, jadi aku pernah bukain bajunya"

Ha?

"Apa itu tadi? Kamu ini beneran esper yah?"

"Hehe... Kadang-kadang ekspresi kakak memang gampang ditebak. Tapi kadang-kadang sih"

Sebenarnya aku masih ingin bertanya. Hal itu dan ini masih bertentangan, aku ini laki-laki dewasa, setidaknya bukan anak kecil. Tapi sudahlah, fakta kalau dia sudah merawatku sekarang tidak berubah. Setidaknya dia tidak membuka celanaku.

Harusnya juga aku sadar dari awal. Handphone-ku ditemukan di samping tempat tidur, padahal aku ingat betul kalau benda itu terakhir ada di saku seragam.

Mia bekerja, dia membereskan bekas makanku sampai tuntas. Tidak hanya itu, dia masih setengah jalan dari beres-beres kamar. Setelah urusan denganku selesai, dia kembali mengambil alat kebersihan. Padahal tempat ini sudah cukup bersih bagiku.

Dari semua hal ini aku hanya berharap kalau dia...

"Kak?"

Ah, sudah terlambat.

"Yang kayak gini mending disimpen dima-, kenapa kak?

Aku memegang kepalaku layaknya orang yang sakit kepala. Yah, memang sakit kepala sih, tapi bukan itu alasan sebenarnya. Aku hanya tidak tahu harus bagaimana menanggapi ini.

Mia sekarang memegang pistol berwarna hitam dan pisau ninja mainan di tangannya. Entah bagaimana dia menemukan benda itu. Karena aku juga tidak ingat kapan terakhir menggunakannya. Apa dia tahu kegiatan bodoh yang kulakukan dengan mainan itu?

"Mia, kamu bisa gak pura-pura gak liat"

"Kenapa?"

"Yah, cukup kamu gak bahas benda ini lagi"

Aku mengambil kedua benda itu. Berdiri sejenak dan menaruhnya di lemari bajuku. Mainan itu sekarang dikubur di bawah tumpukan pakaian sehingga aku tidak bisa melihatnya lagi.

Sial, Aku merasa malu sampai ingin mati.

"Gak apa-apa lah kak, kakak kan memang suka main jadi pahlawan"

Tunggu? Apa itu? Mia?

Perkataan Mia adalah perkataan biasa, tapi bentuk kalimatnya yang ganjil bagiku. Ini adalah salah satu pecahan terakhir dari sesuatu yang kucari selama ini.

Jadi seperti itu yah. Sekarang aku tahu.

****

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
North Elf
1825      811     1     
Fantasy
Elvain, dunia para elf yang dibagi menjadi 4 kerajaan besar sesuai arah mata angin, Utara, Selatan, Barat, dan Timur . Aquilla Heniel adalah Putri Kedua Kerajaan Utara yang diasingkan selama 177 tahun. Setelah ia keluar dari pengasingan, ia menjadi buronan oleh keluarganya, dan membuatnya pergi di dunia manusia. Di sana, ia mengetahui bahwa elf sedang diburu. Apa yang akan terjadi? @avrillyx...
Dunia Saga
3724      1085     0     
True Story
There is nothing like the innocence of first love. This work dedicated for people who likes pure, sweet, innocent, true love story.
Melihat Mimpi Awan Biru
3380      1148     3     
Romance
Saisa, akan selalu berusaha menggapai semua impiannya. Tuhan pasti akan membantu setiap perjalanan hidup Saisa. Itulah keyakinan yang selalu Saisa tanamkan dalam dirinya. Dengan usaha yang Saisa lakukan dan dengan doa dari orang yang dicintainya. Saisa akan tumbuh menjadi gadis cantik yang penuh semangat.
Damn, You!!
2521      898     13     
Romance
(17/21+) Apa yang tidak dimilikinya? Uang, mobil, apartemen, perusahaan, emas batangan? Hampir semuanya dia miliki kecuali satu, wanita. Apa yang membuatku jatuh cinta kepadanya? Arogansinya, sikap dinginnya, atau pesonanya dalam memikat wanita? Semuanya hampir membuatku jatuh cinta, tetapi alasan yang sebenarnya adalah, karena kelemahannya. Damn, you!! I see you see me ... everytime...
Matchmaker's Scenario
791      387     0     
Romance
Bagi Naraya, sekarang sudah bukan zamannya menjodohkan idola lewat cerita fiksi penggemar. Gadis itu ingin sepasang idolanya benar-benar jatuh cinta dan pacaran di dunia nyata. Ia berniat mewujudkan keinginan itu dengan cara ... menjadi penulis skenario drama. Tatkala ia terpilih menjadi penulis skenario drama musim panas, ia bekerja dengan membawa misi terselubungnya. Selanjutnya, berhasilkah...
Life
258      177     1     
Short Story
Kutemukan arti kehidupan melalui kalam-kalam cinta-Mu
TENTANG WAKTU
1844      767     6     
Romance
Elrama adalah bintang paling terang di jagat raya, yang selalu memancarkan sinarnya yang gemilang tanpa perlu susah payah berusaha. Elrama tidak pernah tahu betapa sulitnya bagi Rima untuk mengeluarkan cahayanya sendiri, untuk menjadi bintang yang sepadan dengan Elrama hingga bisa berpendar bersama-sama.
Dimensi Kupu-kupu
11701      2375     4     
Romance
Katakanlah Raras adalah remaja yang tidak punya cita-cita, memangnya hal apa yang akan dia lakukan ke depan selain mengikuti alur kehidupan? Usaha? Sudah. Tapi hanya gagal yang dia dapat. Hingga Raras bertemu Arja, laki-laki perfeksionis yang selalu mengaitkan tujuan hidup Raras dengan kematian.
Rembulan
768      428     2     
Romance
Orang-orang acap kali berkata, "orang yang gagal dalam keluarga, dia akan berhasil dalam percintaan." Hal itu tidak berlaku bagi Luna. Gadis mungil dengan paras seindah peri namun memiliki kehidupan seperti sihir. Luna selalu percaya akan cahaya rembulan yang setiap malam menyinari, tetapi sebenarnya dia ditipu oleh alam semesta. Bagaimana rasanya memiliki keluarga namun tak bisa dianggap ...
Pelukan Ibu Guru
541      403     0     
Short Story
Kisah seorang anak yang mencari kehangatan dan kasih sayang, dan hanya menemukannya di pelukan ibu gurunya. Saat semua berpikir keduanya telah terpisah, mereka kembali bertemu di tempat yang tak terduga.