Aku menghembuskan napasku dengan lega ketika aku sampai di parkiran sekolah bertepatan dengan berderingnya bel pertanda masuk sekolah. Hari ini aku, Fira, dan Lala memutuskan untuk tidak pergi ke mading gedung D karena hari ini, Arsen dengan senang hati menawarkan dirinya untuk memeriksa mading itu.
Dan hasilnya, tidak ada. Tidak ada tulisan baru di mading itu. Dan sampai sekarang, aku beserta mereka bertiga belum dapat menebak siapa orang dibalik tulisan yang ada di mading itu.
"Sya," seseorang memanggilku dari arah belakangku saat aku hendak memasuki gedung sekolahku.
Aku membalikkan badanku ke arah belakang dan mendapati Arsen sedang berjalan ke arahku. Ada sesuatu yang aneh terpancar dari wajahnya. Aku tidak tahu kenapa aku merasakan hal itu, tetapi yang jelas, Arsen terlihat berbeda.
"Lo pasti gak percaya sama apa yang bakalan gue bilang," ucap Arsen setelah Arsen berdiri di hadapanku.
Aku terdiam sejenak, bermaksud untuk mempersilakan Arsen memberitahukan apa yang ingin ia beritahu.
"Ada artikel aneh di mading," lanjut Arsen.
"Bukannya lo bilang gak ada?" tanyaku.
"Bukan di mading gedung D, Sya," jawab Arsen, "Tapi, di mading gedung A."
Aku terkejut mendengar jawaban Arsen. Tidak mungkin ada artikel aneh di mading gedung A karena artikel apapun yang ada di mading A merupakan artikel buatanku. Artikel terakhir yang kutulis dan seharusnya sekarang ada di mading adalah artikel yang kutulis bersama dengan Kenzo. Dan kurasa artikel itu tidak aneh.
"Artikel aneh 'gimana, Sen?" tanyaku.
Tanpa menjawab pertanyaanku, Arsen menggenggam pergelangan tangan kiriku dan menarikku menuju mading gedung A. Dan entah kenapa, detak jantung bekerja lebih cepat dari biasanya. Perasaanku mulai tidak enak.
Mading sangat ramai di kelilingi oleh para siswa dan siswi. Ini adalah kali pertamanya aku melihat mading di kelilingi oleh orang sebanyak itu. Dan kurasa, sudah jelas artikel aneh yang dimaksud oleh Arsen bukan artikel tulisanku.
"Minggir bentar," instruksi Arsen dan berhasil membuat beberapa murid memberikan jalan kepadaku dan Arsen untuk membaca isi mading itu.
Aku tahu selama ini mading kalian tidak diisi oleh sesuatu yang sangat menarik. Maka dari itu, aku merasa aku harus menuliskan sebuah artikel yang dapat membuat kalian semua terperangah. Sebelumnya, mohon maaf kepada penulis artikel, Marsya Nadhifa, karena untuk sementara waktu, kurasa para pembacamu akan menyukaiku.
Aku tak mau memperkenalkan diriku kepada kalian karena kurasa, tak ada pentingnya jika kalian mengetahuiku. Dan sebenarnya, aku juga tidak peduli dengan kalian. Jadi, kurasa kalian hanya perlu membaca tulisanku dan terpuaskan olehnya.
Baiklah, aku akan langsung menuju berita terpanas yang ada. Apakah kalian tahu gedung D? Kurasa kalian tahu. Tapi, apakah kalian tahu bahwa ada tulisan yang dapat memprediksi masa depan di sana? Hmm, kalau yang itu, kurasa kalian tidak tahu karena kalian juga tidak peduli dengan gedung itu, bukan? Dan apakah kalian tahu bahwa ada tiga murid, ralat, empat murid, ralat lagi, lima murid yang mengetahui keberadaan itu? Kurasa kalian juga tidak tahu karena kami, aku dan empat murid itu, memang merahasiakannya.
Sebenarnya aku sangat ingin memberitahu kalian semua mengenai mading itu dari beberapa hari yang lalu. Tetapi, aku selalu mendengar mereka selalu mengatakan bahwa mereka harus merahasiakannya sampai tulisan itu memang terbukti kebenarannya. Dan sayangnya, walaupun tulisan itu sudah terbukti, mereka tetap tidak memberitahukannya.
Dan kurasa, akulah yang harus memberitahukannya kepada kalian karena kalian juga berhak untuk berwaspada dan jangan sampai terlambat seperti keempat murid tersebut.
Ya, mereka pernah terlambat. Tahukah kalian petaka yang menimpah salah satu teman kita yang bernama Nadya? Itu adalah dampak dari keterlambatan mereka akan tetapi mereka tidak merasa bersalah.
Dan semalam, mereka menuduh salah satu dari mereka sebagai pelakunya. Jujur saja, aku menyaksikan diskusi kecil mereka dan aku hanya bisa tertawa melihat empat murid yang sok jagoan itu.
Untuk kalian, kuharap kalian tidak saat mengetahui rahasia kecil kalian terungkap. Karena sebentar lagi, akan ada rahasia besar terungkap dan kurasa hidup salah satu di antara kalian akan hancur sehancur-hancurnya.
Sekian dariku, aku sangat berterima kasih karena kalian mau membaca tulisanku ini. Dan kuharap kalian mau memeriksa mading gedung D, siapa tahu akan ada tulisan mengenai masa depan kalian.
Aku benar-benar tidak dapat berkata apapun mengenai artikel yang baru saja kubaca. Apa yang kubaca merupakan salah satu hal yang terduga. Aku tidak menyangka akan ada seseorang yang memberitahukan mengenai apa yang ada di gedung D.
Tanpa mengajak Arsen untuk ikut bersamaku, aku langsung melangkahkan kakiku menuju kelas Fika. Tak mungkin Fika tidak mengetahui siapa penulis artikel aneh itu.
"Fika!" panggilku saat melihat Fika baru saja keluar dari kelasnya.
Fika yang tadinya hendak berjalan ke arah yang searah dengan arah kedatangankupun berhenti dan membalikkan badannya. "Ada apa, Sya?"
"Lo tau siapa yang nulis artikel aneh itu?" tanyaku.
"Artikel aneh yang mana?" tanya Fika.
"Yang tentang mading gedung D," jawabku.
"Astaga, Sya, itu bukan artikel aneh, kali, itu malah artikel yang seharusnya ada di mading," ucap Fika.
"Fika, tolong kasih tau sama gue, siapa yang nulis artikel itu?" tanyaku dengan sedikit memohon.
Fika mengedikkan bahunya. "Kenapa lo penasaran sama yang nulis? Emangnya lo tersindir? Engga, 'kan?"
Aku terdiam mendengar pertanyaan Fika. Seandainya menampar orang bukan sesuatu yang terlarang, kurasa aku akan menampar diriku sendiri karena tahan menerima pertanyaan yang sedikit kurang ajar dari Fika.
"Udahlah, Sya, yang penting, 'kan, sekarang mading kita udah ramai. Apa lagi yang perlu di pertanyakan?" tanya Fika lalu ia melangkahkan kakinya menjauhiku dengan segala emosi yang timbul di dalam diriku.
Perasaanku sangat campur aduk sekarang dan emosi adalah rasa yang paling mendominasi. Dan karena itu, aku merasa aku ingin menitikkan air mata sekarang juga. Tapi, aku tidak boleh, ini masih pagi dan aku tidak boleh terlihat lemah di depan orang banyak.
"Sya," seseorang memanggilku dan aku merasakan sebuah tangan menggenggam tangan kananku.
Aku pun menoleh ke arah sumber suara dan mendapati Arsen dengan tangannya yang menggenggam tangan kananku.
"Ayo, ikut gue," ajak Arsen.
Aku menganggukkan kepalaku. Perasaan campur aduk yang kurasakan saat ini menghilangkan rasa tak enakku kepada Cindy dan kurasa sehabis ini aku harus meminta maaf kepada Cindy.
Arsen membawaku ke sebuah ruangan yang terletak di samping perpustakaan. Setahuku ini adalah ruang agama yang sudah tidak terpakai lagi karena ada ruangan yang lebih bagus.
"Kalau lo mau nangis, silakan," ujar Arsen.
Seketika itu juga, air mataku turun. Bukan karena aku sedang sedih, tapi karena emosiku yang sangat luar biasa yang timbul di dalam diriku.
"Sen, gue bener-bener gak tahan lihat, Fika," ucapku setelah aku merasa suaraku sudah cukup normal untuk didengar oleh orang lain.
Arsen merangkul pundakku dan mengusap-usap pundakku. Ia berusaha untuk menenangkanku lalu ia menatapku. "Sya, udah. Gue nyuruh lo nangis biar lo bisa luapin emosi lo tanpa berbuat dosa."
Aku menatap balik mata Arsen dan ada keteduhan di dalam sana. Keteduhan itu membuatku lupa akan situasi yang sedang menerpa jiwaku.
"Sen, 'makasih banyak, ya," ujarku sembari menghentikan kontak mata kami berdua.
Arsen menganggukkan kepalanya dan tatapannya tetap ke arahku. "Kalau lo perlu seseorang buat luapin emosi lo, mungkin lo bisa datang ke gue."
Aku menggelengkan kepalaku. Aku tidak bermaksud jahat, tapi ada sesuatu yang harus kujaga. Pertemananku dengan Cindy.
"Lo ngerasa gak enak sama Cindy?" tanya Arsen.
Aku menganggukkan kepalaku.
***
Bel istirahat kedua berbunyi, Bu Siti pun langsung menghentikan penjelasan yang beliau berikan. "Baiklah semuanya, sampai ketemu di hari Senin."
"Siang, Bu," ujarku dan teman-teman sekelasku secara bersamaan.
"Siang," balas Bu Siti kemudian beliau merapikan barang-barang miliknya dan berjalan keluar kelasku.
"Lo berdua mau tau sesuatu yang hots selama kita belajar gak?" tanya Archie kepadaku dan Cindy.
Aku menganggukkan kepalaku.
"Apaan, Arch?" tanya Cindy.
Archie mengambil ponselnya yang ia letakkan di depannya kemudian ia menunjukkan layar ponselnya kepadaku dan Cindy.
Aku benar-benar terkejut melihat apa yang kulihat. Kurasa penulis artikel aneh di mading gedung A adalah penulis yang sama dengan penulis tulisan yang ada di mading gedung D. "Ini di mading gedung D?"
Archie menganggukkan kepalanya. "Aneh, ya? Kenapa semua isi tulisan itu sama dengan tiga kejadian yang baru aja terjadi belakangan ini?"
"Penulisnya belum ketemu, Arch?" tanya Cindy.
Archie menggelengkan kepalanya. "Setiap kali Fika ditanya, dia selalu jawab gak tau."
"Apa jangan-jangan dia yang nulis itu?" tanya Cindy.
Aku terdiam sejenak. Apa yang ditanyakan Cindy bisa saja memperoleh jawaban 'iya'. Tak menutup kemungkinan bahwa Fika adalah pelakunya. Mengingat dia ingin artikel mading berisi peristiwa-peristiwa yang ada di sekitar sekolah dan dia juga selalu menjawab bahwa ia tidak tahu siapa penulis artikel aneh itu.
Sepertinya aku harus menemui Fira dan Lala untuk membahas masalah ini. Jika memang Fika adalah penulis dari tulisan yang ada di mading gedung D, artinya kami tidak perlu lagi mencari tahu siapa orang yang ada di dalam mading itu. Dan kurasa, aku akan mundur sebagai penulis artikel di mading gedung A dan menyerahkan tugasku kepada Fika. Pasti dia akan puas dan tak akan membuat kehebohan lagi
"Cin, Arch, gue keluar dulu, ya? Mau ketemu Fira sama Lala," pamitku lalu aku bangkit dari tempat dudukku dan berjalan menuju kelas Fira.
Saat aku masuk ke kelas Fira, Fira dan Lala sudah duduk di kursi Fira. Sepertinya mereka berdua sudah berdiskusi sedikit mengenai tulisan-tulisan mading gedung D yang kembali muncul di mading itu.
"Sumpah, ya, gue yakin banget, dua penulis itu adalah orang yang sama," ucap Fira setelah aku duduk di kursi yang berhadapan dengan mereka.
Aku dan Lala menganggukkan kepala kami hampir bersamaan.
"Kayaknya gue tau siapa yang nulis," kataku.
"Siapa?" tanya Fira.
"Fika," jawabku.
"Kenapa harus Fika?" tanya Lala. "Bukannya Fika bilang kalau kunci mading gedung D hilang? Berarti, 'kan, dia gak bisa buka mading itu."
"La, kita 'kan gak tau dia jujur atau engga waktu kita tanya itu," jawab Fira. Ia terlihat sedikit yakin bahwa Fika adalah penulis itu.
"Iya, juga, sih," ucap Lala. "Jadi, apa yang harus kita lakukan sekarang?"
"Gue rasa kita harus minta Fika buat ngelepas artikel aneh itu dan memasang artikel gedung D di gedung A supaya orang-orang bisa tau tentang tulisan itu," ujarku.
"Tunggu, kalau Fika yang nulis artikel itu, terus lo jadi apa?" tanya Fira.
"Gue gak mau jadi siapa-siapa lagi, Fir, gue gak mau ngelakuin apa yang gue gak suka," jawabku. "Dan nulis artikel berdasarkan peristiwa yang gak penting-penting banget adalah salah satu hal yang gak gue suka. Karena gue nulis artikel biar orang dapat ilmu atau informasi yang berguna, bukan malah dapat gosip."
"Ya udah, kalau emang itu yang lo mau, hari Senin kita bicara sama dia," jawab Fira.
"Kenapa gak hari ini aja, Fir?" tanya Lala.
"Kita biarkan dulu dia puas sama kehebohan yang udah dia buat karena gue yakin, itu adalah maksud dari dia nulis artikel itu," jawab Fira.