Aku membuang sampah bekas makanan dan minumanku ke tempat sampah yang sudah disediakan oleh restoran cepat saji ini. Di hari Minggu yang cerah ini, aku memutuskan untuk sarapan di salah satu restoran cepat saji karena selama seharian penuh ini, ibu dan ayahku tidak berada di rumah.
Sebelum aku keluar dari restoran cepat saji ini, aku memutuskan untuk memakai komputer yang disediakan oleh restoran ini untuk menonton sebuah video YouTube yang semalam tidak jadi kutonton karena Wi-Fi di rumahku belum dibayar dan kurasa akan rugi jika menggunakan kuotaku.
Ketika aku sedang asyik menonton video itu, ponselku yang kusimpan di saku celanaku tiba-tiba saja bergetar. Akupun langsung mengambil ponselku dan memeriksa notifikasinya. Beberapa pesan dari Kenzo. Kenapa dia mengirimiku pesan?
Aku membuka pesan dari Kenzo dan aku sedikit terkejut dengan apa yang sedang kubaca. Aku benar-benar tidak menyangka akan mendapat serentetan pesan dari Kenzo.
Kenzo Benedict: P
Kenzo Benedict: Lo lagi di mana?
Kenzo Benedict: Lo bisa temani gue gak?
Marsya Nadhifa: Gue lagi di McD
Marsya Nadhifa: Ke mana?
Kenzo Benedict: McD di mana?
Marsya Nadhifa: Dekat sekolah
Kenzo Benedict: Gue otw ke sana
Aku tidak tahu kenapa, tetapi aku tidak merasakan sesuatu yang seharusnya dirasakan oleh seseorang ketika ia diajak ketemuan oleh orang yang disukainya. Apakah aku tidak menyukai Kenzo? Apakah yang kurasakan ini hanyalah perasaan kagum biasa? Atau ini karena aku masih menyukai Arsen?
Astaga, apa yang baru saja kupikirkan? Aku tidak seharusnya melontarkan pertanyaan itu kepada pemikiranku sendiri. Jika aku tetap seperti ini, aku malah akan mempersulitkan diriku untuk menghilangkan perasaanku kepada Arsen.
“Sya,” panggil seseorang dari arah belakangku.
Aku pun menoleh ke belakang dan mendapati Kenzo dengan ponsel di genggaman tangan kirinya. “Hai, Ken.”
Kenzo tidak langsung membalas sapaanku tetapi dia malah duduk di sampingku. “Lo lagi sibuk?”
“Kalau menurut lo nonton video YouTube itu sibuk, berarti gue lagi sibuk,” jawabku.
“Lo mau temani gue ke mall gak?” tanya Kenzo.
Aku sedikit terkejut mendengar pertanyaan Kenzo. Aku tidak menyangka Kenzo akan mengajakku ke pusat perbelanjaan. Kenapa dia mengajakku, ya?
“Gue udah buat seseorang kecewa dan gue rasa gue harus minta maaf dengan ngasih dia kado, tapi gue gak tau dia sukanya apa,” ucap Kenzo menjelaskan padaku mengapa dia mengajakku untuk pergi ke pusat perbelanjaan.
“Kenapa lo ngajak gue?” tanyaku.
“Karena lo cewek dan orang yang gue maksud itu juga cewek,” jawab Kenzo.
“Lo mau pergi sekarang?” tanyaku.
Kenzo melihat jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. “Jam 10 mall udah buka, ‘kan?”
Aku menganggukkan kepalaku.
“Lo bawa mobil?” tanya Kenzo.
Aku menggelengkan kepalaku.
“Oh, ya udah, kita pergi sekarang, yuk,” ajak Kenzo.
“Lo udah makan, Ken?” tanyaku.
Kenzo tidak langsung menjawab pertanyaanku, ia malah diam menatapku. Apakah ada yang salah dengan pertanyaanku? Atau apakah ada yang salah dengan Kenzo?
“Ken?” Aku menyadarkan Kenzo yang sepertinya sudah berada di alam bawah sadar.
“Gue udah makan kok, Sya,” jawab Kenzo.
***
“Cewek yang lo maksud tipe cewek yang ‘gimana?” tanyaku saat aku dan Kenzo baru saja memasuki pusat perbelanjaan yang cukup terkenal di kotaku.
Kenzo menggelengkan kepalanya.
“Kalau lo gak tau dia tipe cewek yang kayak mana, ‘gimana caranya gue bisa bantu lo cari kado buat dia?” tanyaku.
Kenzo mengedikkan bahunya. “Kalau lo sukanya apa?”
“Kalau gue sukanya novel,” jawabku, “Tapi, kayaknya cewek yang lo maksud ini gak setipe sama gue deh.”
“Kenapa lo bilang kayak ‘gitu?” tanya Kenzo.
“Karena gue bukan tipe orang yang mudah kecewa atau marah sama seseorang,” jawabku.
“Sya, kalau aja lo tau apa yang gue lakuin ke dia sampai dia kecewa sama gue, lo pasti bakal kecewa juga,” ucap Kenzo.
Aku yang tadinya tidak terlalu penasaran dengan apa yang dilakukan oleh Kenzo sehingga membuat perempuan kecewa, tiba-tiba saja merasa penasaran. “Emangnya apa yang lo lakuin?”
Kenzo menggelengkan kepalanya. “Maaf, Sya, gue gak bisa bilang karena gue sendiri benar-benar nyesal udah lakuin itu ke dia. Nanti kalau semuanya udah kembali normal, gue pasti kasih tau lo.”
Aku menganggukkan kepalaku lalu menghentikan langkahku agar aku bisa memberitahukan sesuatu yang mungkin bisa membuat Kenzo sedikit terhibur.
Kenzo juga menghentikan langkahnya dan sekarang kami berdiri dengan saling berhadapan.
“Ken, apapun yang lo lakuin ke dia, gue harap itu gak bakalan terjadi lagi. Dan gue harap dengan kado dan permintaan maaf yang bakal lo kasih, hubungan lo dan dia akan membaik,” ucapku.
“’Makasih, Sya, gue bener-bener butuh dukungan dari orang lain,” ujar Kenzo lalu ia menggenggam tanganku.
Aku menatap genggaman tanganku dan Kenzo. Aku tidak menyangka Kenzo berani menggenggam tanganku.
“Biar gue pegang tangan lo, ya, Sya,” kata Kenzo, “Buat hari ini aja.”
Aku menganggukkan kepalaku. Lalu kami berduapun kembali melangkahkan kaki kami untuk mengelilingi pusat perbelanjaan yang sangat luas ini. Dan semoga saja aku tidak bertemu dengan teman-temanku karena aku belum siap untuk menceritakan apa yang baru saja kualami kepada mereka.