"Sebelum kedatanganmu duniaku baik-baik saja. Setelah kau datang, kau membalikkan semuanya. Tanpa meminta izin dariku." Stella.
"Kau adalah orang teraneh yang pernah kutemui." GG.
-Distaste-
Bel pulang sekolah sudah berbunyi sejak beberapa menit yang lalu tapi Stella masih setia duduk di depan ruang BEST. Padahal lima menit lagi rapat akan dimulai. Stella sebenarnya malas menghadiri rapat karena sesuai aturan artinya Stella harus menjadi ketua menggantikan Erza dan cewek itu sama sekali belum siap.
"Semua yang di luar silahkan masuk!" Seru Dyto dari dalam ruang.
Stella melangkah gontai memasuki ruangan. Di sana Gita sudah duduk manis sambil melambaikan tangan pada Stella. Ia menghampiri Gita dan duduk di sebelahnya.
Setelah semua anggota BEST dirasa lengkap. Dyto angkat bicara, "Assalamu'alikum warahmatullahi wabaratuh ... Agar tidak mengulur waktu langsung saja, disini saya sebagai ketua BEST angkatan-6 mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya pada angkatan-7 yang sudah meluangkan waktunya untuk menghadiri rapat ini. Sebenarnya saya sangat kecewa pada kalian semua. Pada awal kalian masuk dalam organisasi ini kalian berjanji akan menjaga nama baik BEST. Tapi faktanya ada saja dari kalian yang melanggar." Dyto memberikan jeda sejenak dan memberi kode pada Stevi. Semua anggota BEST terlihat tegang.
"Stella kamu maju!" Pinta Stevi.
Stella terlonjak mendengar namanya dipanggil ke depan. Ia menoleh ke arah Gita sambil menekuk wajahnya.
"Udah maju aja!" Gita mengepalkan tangan kanannya, memberi semangat pada sahabatnya.
Stella sudah berdiri di depan menghadap ke arah anggota BEST lainnya. Ia menggigit bibirnya. Stella sangat gugup sekarang.
"Seperti yang kita tahu, Erza sudah dikeluarkan dari BEST karena sikapnya yang memalukan. Sesuai tradisi, maka-" Dyto menarik nafas dalam.
Ia menatap ke arah Stella. Cewek itu mengerutkan keningnya. Ia seperti menangkap maksud lain dari kakak kelasnya itu.
"Seharusnya Stella yang menggantikan posisi Erza, tetapi karena kami belum menemukan sekretaris yang tepat, mengingat posisi itu juga penting. Maka Stella Patricia tetap akan menjadi sekretaris BEST," sambung Dyto.
Entah Stella harus senang atau sebaliknya. Ia memang belum siap menjadi ketua tapi cewek itu bukan tidak tahu jika sejak awal angkatan-7 sedikit tidak suka pada Stella. Matanya terasa panas sekarang.
Enggak gue gak boleh nangis, batinnya.
Sekuat tenaga Stella berusaha menahan air matanya.
Tau gini ngapain coba gue dipanggil ke depan, sengaja banget apa bikin gue malu, Stella mengcengkram roknya guna melampiaskan amarahnya sekarang.
Dari sudut ruangan dua orang cowok berdiri. Mereka berdua maju ke depan setelah komando dari Dyto.
Stella sedikit terkejut melihat salah seorang diantaranya. "Rasta," gumamnya pelan.
Keduanya berdiri di samping Stella.
"Hey," sapa Rasta seraya melambaikan tangannya pada Stella.
"Gue males nih berdiri, untung ada cewek cantik sebelah gue," bisiknya pada Stella.
Stella mengucap beribu syukur. Tuhan mengirim Rasta disaat yang tepat. Setidaknya rasa malunya sedikit berkurang sekarang. Stella melirik cowok di sebelah Rasta. Sedari tadi ia hanya diam.
"Setelah pertimbangan yang cukup matang. Kami memutuskan memilih dua kandidat untuk calon ketua BEST kita. Silahkan kalian perkenalkan nama!" Pinta Dito.
Rasta maju satu langkah ke depan, "Perkenalkan nama saya Ravindra Rasta Alankara. Bisa dipanggil Rasta. Saya dari kelas X IPA 2, " ucap Rasta sambil menunjukkan senyuman khasnya.
"Manisnya."
"Iya manis banget."
Gumam beberapa anggota BEST.
Meskipun mereka hanya berbisik, bagi Stella ucapan mereka terdengar sangat jelas dan Stella hanya menghembuskan nafas, malas.
Setelah Rasta selesai sekarang giliran cowok di sebelahnya. Stella pikir cowok itu cuek atau sejenisnya, tapi dugaannya salah. Sebelum perkenalan saja cowok itu sudah senyum-senyum tidak jelas.
Dia sehat apa nggak ya, batin Stella.
"Perkenalkan nama saya Ghazi Geraldo Pratama. Biasa dipanggil Ghazi. Saya dari kelas X IPA 2."
"Ciee Stevi," sindir Mega, sahabat Stevi.
"Doi depan mata tuh samperin Stev," cibir beberapa cewek angkatan-7.
Stella menghadap ke arah kakak kelasnya itu. Benar saja, pipi Stevi sudah seperti kepiting rebus sekarang. Kulit Stevi yang putih sekarang terlihat merah.
"Oh jadi dia pacarnya kak Stevi," celetuk Stella.
"Emang kenapa?" Tanya Rasta tiba-tiba.
"Eh-em nggak papa sih. Cuman..."
"Apa?"
Stella menunjukkan cengirannya. "Lebih cantik Kak Stevi."
Pipi Stella yang memerah membuat Rasta gemas. Ia mendekat ke arah Stella dan berbisik tepat di telinganya. "Jangan salah sangka. Asal lo tahu Ghazi itu punya pesonanya sendiri. Buktinya, Kak Stevi sampai kepincut sama dia."
"Apa bagusnya coba, mending sih kamu," ceplos Stella tanpa sadar.
"Apa?" Tanya Rasta.
"Eh eng-gak kok." Stella tergagap.
Habislah sudah. Bagaimana bisa ia keceplosan mengatakan hal itu pada Rasta. Jika Stella terus di samping Rasta seperti sekarang, bisa habis semua rahasianya. Stella akhirnya berpindah tempat ke samping Gita.
"Baiklah sekarang mari kita lakukan voting. Yang memilih Rasta silahkan angkat tangan!" Pinta Dyto.
Stella mendengus ketika melihat hanya sedikit yang mengangkat tangan. Mungkin hanya sepertiga yang hadir di ruang ini. Bahkan sahabatnya Gita juga tidak mengangkat tangan. Padahal Stella ingin sekali Rasta yang menjadi ketua.
"Gita kok nggak angkat tangan sih," omel Stella.
"Ya ampun Stella ya jelas gue pilih Ghazi lah." Mata Gita berbinar menatap Ghazi.
"Yang memilih Ghazi silahkan angkat tangan!" Seru Dyto.
Tidak perlu ditanya, tentu saja dua pertiga anggota rapat ini memilih Ghazi.
"Berdasarkan hasil voting, maka secara otomatis Ghazi Geraldo Pratama resmi menjadi ketua BEST angkatan-7." Dyto bertepuk tangan diikuti anggota BEST lainnya.
-Distaste-
Setelah rapat usai, kini tinggal Stella, Ghazi, Dyto, Stevi, dan Mega yang ada di ruangan ini.
"Pesan kita cuman satu. Kalian berdua sekarang itu tombaknya BEST. Jangan sampai kejadian seperti Erza keulang lagi. Intinya kalian berdua harus kompak," tutur Dyto.
"Dan kamu Stella, akan lebih baik kalau kamu lebih aktif lagi di organisasi ini. Jangan karena kamu dapet recommen guru kamu bisa seenaknya," sergah Mega tiba-tiba.
Stevi terlihat menyenggol lengan temannya itu.
"Emang aku salah apa kak? Aku nggak pernah ngelanggar apapun," bantah Stella.
Tidak ada jawaban sampai beberapa menit.
Stella muak berada di situasi seperti ini. Selalu disalahkan tanpa alasan yang jelas. Stella akhirnya memutuskan untuk pulang. "Aku pulang kak. Makasih."
Cewek itu mempercepat langkah kakinya agar segera keluar dari area sekolah. Air matanya sudah hampir tumpah sekarang. Ia bahkan tidak menyadari jika ada sepasang mata yang memperhatikan kepergiannya.
-Distaste-
@flower_flo wkwk gapapa dong, nanti gula di rumah Stella awet
Comment on chapter Senyuman Maut