Loading...
Logo TinLit
Read Story - Man in a Green Hoodie
MENU
About Us  

Beruntung, kamar yang kami tuju tak terlalu jauh dari taman. Ruang kamarnya terbilang cukup luas, dengan hanya satu tempat tidur di tengah ruangan. Terdapat meja dan sofa-sofa kecil di dekat pintu, rak meja di depan tempat tidur dengan televisi diatasnya, lemari es kecil, lemari pakaian di bagian dalam kamar, serta sebuah pintu yang kuyakini merupakan pintu toilet. Kalau saja tidak ada tabung oksigen, tempat infus dan beberapa peralatan medis lain, aku bisa mengira kamar ini sebagai kamar hotel. Ternyata seperti ini tampilan kamar VIP di rumah sakit, gumamku dalam hati.

Ku tuntun Dirga menuju tempat tidur yang berada di tengah ruangan. Setelah sampai, ia pun langsung merebahkan tubuhnya diatas tempat tidur, yang bagiku lebih terlihat seperti kursi, karena memiliki sandaran dengan sudut sekitar 100 derajat.

Kecanggungan langsung merebak dan membuatku salah tingkah. Dirga hanya diam. Sesekali matanya terpejam sesaat, gurat kelelahan tergambar jelas di wajah pucatnya. Aku ingin keluar dari kamar itu agar ia beristirahat, tapi aku juga tak tega meninggalkannya sendirian. Bagaimana kalau dia kesakitan lagi seperti di taman tadi? Siapa yang akan membantunya? Lagipula masih banyak pertanyaan yang sedang berkecamuk dibenakku saat ini, memaksa untuk keluar.

Seketika aku teringat buku sketsa Dirga yang masih ada di tasku. Langsung ku keluarkan dan kuletakan diatas nakas, disebelah gelas dan air yang sudah terlebih dahulu berada disana.

"Dirga mau minum?" tanyaku sambil berusaha mencairkan suasana canggung yang terasa semakin mencekik.

"Boleh. Makasih." Jawab Dirga lemah. Ku tuangkan air ke dalam gelas dan kubantu Dirga untuk meminumnya.

"Ga? Ini kamar kamu?" tanyaku sambil memandang berkeliling.

"Kalau bukan kamar aku, gak mungkin dong aku ajak kamu masuk sini? Hahaha... uhuk.." aku langsung panik saat mendengarnya batuk, takut kejadian di taman terulang lagi. Untungnya yang ku khawatirkan tidak terjadi.

"Aku gak apa-apa, Kirana. Kamu sih pertanyaannya aneh. Aku jadi ketawa terus keselek deh. Akhirnya jadi batuk." Dirga tersenyum menenangkanku yang tadi sudah hampir berlari keluar untuk memanggil dokter. Untung saja tangan Dirga langsung cepat menangkap tanganku dan menahan tubuhku sebelum aku berlari ke luar.

"Ya soalnya aku bingung. Berarti kamu pasien disini dong?" Dirga mengangguk.

"Bukan pengunjung yang lagi jenguk pasien?" Dirga kembali mengangguk.

"Tau gak sih? Selama ini aku pikir kamu itu pengunjung sama kayak aku dong, hahahaha. Lagian kamu juga gak pake baju seragam pasien kayak yang lain, makanya aku gak nyangka kalau kamu itu pasien."

"Lho? Aku pakai baju pasien kok." Dirga menunjuk celana yang dikenakannya, lalu mengangat sedikit hoodienya, dan terlihatlah seragam pasien rumah sakit dibaliknya. "Kalau ke taman aku memang harus pakai jaket, soalnya penyakit aku bisa kumat kalau aku kena angin dingin."

"Ya ampun, Ga! Aku selama ini gak meratiin celana yang kamu pakai! Aku udah keburu fokus liat gambar kamu, dan keasikan ngobrol sama kamu, hahahaha." Aku menertawakan kebodohanku yang selama ini melewatkan petunjuk tentang status Dirga di rumah sakit ini.

"Eh, bentar dulu." Tawaku sontak berhenti saat tersadar dengan pernyataan Dirga tadi. "Kalau penyakit kamu kumat pas kena angin dingin, seharusnya kamu gak boleh ada di taman kelamaan dong, apalagi sampe hampir magrib. Kan angin sorenya dingin. Maafin aku yaaa. Sejak kita kenalan, aku bikin kamu ke taman terus sampe magrib. Bahkan tadi sampai bikin penyakit kamu kambuh."

Aku menunduk, tak kuasa rasanya menatap wajah Dirga setelah diserang oleh rasa bersalah.

"Na, kamu masih ingat tentang pilihan yang ku ceritakan tempo hari?"

Pertanyaan Dirga membuatku mengangkat kepala yang semula menunduk, kemudian memandangnya dan mengangguk bingung.

"Ketemu kamu tiap sore di taman itu adalah pilihan aku. Segala konsekuensi yang terjadi, itu karena diri aku sendiri, bukan salah kamu. Aku akui, seharusnya sore ini aku tidak boleh ke taman. Cuacanya sedang buruk, dan tubuhku masih belum pulih sepenuhnya akibat semalam sempat drop karena penyakitku kambuh. Tapi…" Dirga menghembuskan nafas panjang sebelum melanjutkan ucapannya.

"… Dibandingkan tubuhku bisa cepat pulih tapi tidak bisa ketemu kamu lagi, aku lebih memilih untuk mengambil resiko penyakitku kambuh lagi, asalkan aku bisa bertemu kamu. Tapi ternyata pilihanku ini malah menyusahkanmu. Maafin aku ya, Na." Dirga menatapku dengan senyum penyesalan tersungging di wajahnya.

Aku hanya bisa terdiam mendengar jawaban tak terduga keluar dari mulut Dirga. Aku hanya bisa menjawabnya dengan menganggukan wajahku yang sudah tersipu dan memerah.

"Ga? Boleh nanya?" Tanyaku ragu, yang dijawab dengan anggukan dan senyuman oleh Dirga.

"Sebenarnya kamu sakit apa?"

"Kamu ingat gak? Pertama kali kita ketemu, kamu nanya kenapa aku gak gambar pakai pensil? Dan sebelum aku selesai jawab, kamu udah keburu dijemput." Aku hanya mengangguk mendengar pertanyaan Dirga. Masih terekam jelas kejadian hari itu dibenakku, namun baru sekarang aku menyadari kalau saat itu aku belum mendengar jawabannya.

"Aku mengidap asma sejak kecil. Yaah, bisa dibilang cukup parah. Aktivitasku terbatas, capek sedikit, asmaku langsung kumat. Cuaca terlalu dingin dan lembab, aku langsung sesak. Aku juga sensitif dengan debu, asap, bulu hewan dan serbuk-serbuk halus. Terkena dalam jumlah kecil, aku bisa langsung batuk dan sulit bernafas. Terkena dalam jumlah besar, aku bisa langsung tidak bisa bernafas dan pingsan. Karena itu aku tidak bisa menggambar dengan pensil, karena pensil menghasilkan serbuk halus saat digunakan. Untuk orang normal, tentunya tidak ada masalah. Tapi untukku, itu sama saja dengan menantang maut." Dirga tersenyum, tetapi bukan senyum manis yang biasa membuatku melting, melainkan senyum yang menyiratkan kepedihan.

Seketika keheningan langsung menyelimuti kami. Tak ada suara selain dari jam dinding yang entah sejak kapan terasa sangat keras. Aku hanya duduk diam di kursi samping tempat tidur Dirga, memandang dirinya yang sedang menatap kosong kearah jendela.

Tiba-tiba Dirga menoleh kepadaku dan memecah kesunyian dengan berkata, "Udah hampir magrib, Na. Nanti kamu kemalaman sampe rumah. Jam besuk juga hampir habis."

"Ah iya, aku sampai lupa waktu. Aku pulang dulu ya, Ga. Kamu istirahat, biar cepat pulih dan gak drop lagi." Ujarku sambil bangkit dari kursi dan menyampirkan tas di pundakku. Dirga hanya menjawab ucapanku dengan senyuman dan sedikit mengangguk.

Sudah setengah jalan manuju pintu, aku menghentikan langkah dan membalik badan, kembali menghadap Dirga yang sedang terbaring di tempat tidurnya.

"Dirga, besok aku boleh datang lagi, kan? Gak harus ketemu di taman seperti biasa, di kamar ini juga cukup. Aku hanya ingin ketemu dan mengobrol seperti biasa."

Dirga memandangku dan tersenyum, "Boleh kok, besok aku tunggu disini, nanti kita ke taman sama-sama. Aku bosan kalau di kamar terus."

"Siip! Malam ini kamu istirahat yang banyak, biar besok fit dan kita bisa ngobrol di taman." Secercah senyuman yang tak kuasa ku tahan langsung tersungging manis di bibirku.

"Siap! Kirana hati-hati di jalan ya. Jangan lupa kabarin aku kalau udah sampai rumah. Kalau kamu gak ngasih kabar, aku bisa khawatir dan gak bisa istirahat karena kepikiran terus." Dirga memasang tampang memelas, seperti anak kucing yang sedang meminta susu. Ingin rasanya aku langsung mendekap dirinya yang terlihat sangat imut dan manja itu.

Aku melambaikan tanganku sebelum membalik badan, dan melangkah keluar dari kamar Dirga. 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (1)
  • rara_el_hasan

    si Dirga ,,,hehehe

    Comment on chapter CHAPTER 1 : Di Sudut Taman
Similar Tags
TRIANGLE
349      229     1     
Romance
Semua berawal dari rasa dendam yang menyebabkan cella ingin menjadi pacarnya. Rasa muak dengan semua kata-katanya. Rasa penasaran dengan seseorang yang bernama Jordan Alexandria. "Apakah sesuatu yang berawal karena paksaan akan berakhir dengan sebuah kekecewaan? Bisakah sella membuatnya menjadi sebuah kebahagiaan?" - Marcella Lintang Aureliantika T R I A N G L E a s t o r ...
Ritual Buang Mantan
378      247     2     
Short Story
Belum move on dari mantan? Mungkin saatnya kamu melakukan ritual ini....
Frasa Berasa
67395      7456     91     
Romance
Apakah mencintai harus menjadi pesakit? Apakah mencintai harus menjadi gila? Jika iya, maka akan kulakukan semua demi Hartowardojo. Aku seorang gadis yang lahir dan dibesarkan di Batavia. Kekasih hatiku Hartowardojo pergi ke Borneo tahun 1942 karena idealismenya yang bahkan aku tidak mengerti. Apakah aku harus menyusulnya ke Borneo selepas berbulan-bulan kau di sana? Hartowardojo, kau bah...
Hoping For More Good Days
519      367     7     
Short Story
Kelly Sharon adalah seorang gadis baik dan mandiri yang disukai oleh banyak orang. Ia adalah gadis yang tidak suka dengan masalah apapun, sehingga ia selalu kesulitan saat mengahadapinya. Tapi Yuka dan Varel berhasil mengubah hidup Sharon menjadi lebih baik dalam menghadapi segala rintangan.Jujur dan saling percaya, hanya itu kunci dari sebuah tali persahabatan..
Flower With(out) Butterfly
449      309     2     
Romance
Kami adalah bunga, indah, memikat, namun tak dapat dimiliki, jika kau mencabut kami maka perlahan kami akan mati. Walau pada dasarnya suatu saat kami akan layu sendiri. Kisah kehidupan seorang gadis bernama Eun Ji, mengenal cinta, namun tak bisa memiliki. Kisah hidup seorang gisaeng yang harus memilih antara menjalani takdirnya atau memilih melawan takdir dan mengikuti kata hati
Musyaffa
149      131     0     
Romance
Ya, nama pemuda itu bernama Argya Musyaffa. Semenjak kecil, ia memiliki cita-cita ingin menjadi seorang manga artist profesional dan ingin mewujudkannya walau profesi yang ditekuninya itu terbilang sangat susah, terbilang dari kata cukup. Ia bekerja paruh waktu menjadi penjaga warnet di sebuah warnet di kotanya. Acap kali diejek oleh keluarganya sendiri namun diam-diam mencoba melamar pekerjaan s...
Vampire Chain
2047      838     4     
Fantasy
Duniaku, Arianne Vryl Berthold adalah suatu berkah yang penuhi cahaya. Namun, takdir berkata lain kepadaku. Cahaya yang kulihat berubah menjadi gelap tanpa akhir. Tragedi yang tanpa ampun itu menelan semua orang-orang yang kusayangi lima belas tahun yang lalu. Tragedi dalam kerajaan tempat keluargaku mengabdi ini telah mengubah kehidupanku menjadi mimpi buruk tanpa akhir. Setelah lima bel...
A Story
316      252     2     
Romance
Ini hanyalah sebuah kisah klise. Kisah sahabat yang salah satunya cinta. Kisah Fania dan sahabatnya Delka. Fania suka Delka. Delka hanya menganggap Fania sahabat. Entah apa ending dari kisah mereka. Akankah berakhir bahagia? Atau bahkan lebih menyakitkan?
KILLOVE
4810      1458     0     
Action
Karena hutang yang menumpuk dari mendiang ayahnya dan demi kehidupan ibu dan adik perempuannya, ia rela menjadi mainan dari seorang mafia gila. 2 tahun yang telah ia lewati bagai neraka baginya, satu-satunya harapan ia untuk terus hidup adalah keluarganya. Berpikir bahwa ibu dan adiknya selamat dan menjalani hidup dengan baik dan bahagia, hanya menemukan bahwa selama ini semua penderitaannya l...
RAIN
684      456     2     
Short Story
Hati memilih caranya sendiri untuk memaknai hujan dan aku memilih untuk mencintai hujan. -Adriana Larasati-