Read More >>"> Man in a Green Hoodie (CHAPTER 5 : The Pain) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Man in a Green Hoodie
MENU
About Us  

Batuk Dirga berhenti dan ia kembali bersandar di bangku taman yang kami duduki. Aku hampir saja bernafas lega, namun langsung berubah menjadi kepanikan yang lebih hebat dari sebelumnya saat melihat kondisi Dirga.

Kedua tangannya berada di setiap sisi kedua kakinya, mencengkram erat ujung bangku taman hingga terlihat urat-urat tangannya bermunculan. Dadanya tampak naik turun dengan cepat namun dengan irama yang tak beraturan. Nafasnya terdengar keras berdengik dan tersengal-sengal, seakan ia sedang berusaha keras mencari oksigen. Mulutnya sedikit terbuka, sementara kedua matanya tertutup rapat. Kerutan-kerutan di sekitar matanya menunjukan seolah Dirga sedang menahan rasa sakit yang sangat hebat.

"Ga? Kamu kenapa?" dengan panik aku mengusap pundak dan tangannya.

Tak ada jawaban keluar dari bibirnya. Hanya tangan kanannya yang sibuk merogoh kantong hoodie. Tak lama, Dirga mengeluarkan sebuah tabung kecil berwarna biru dari dalam kantong hoodienya. Namun benda tersebut langsung meluncur jatuh menghantam tanah, karena tangannya yang gemetar tak cukup kuat memegang sang tabung biru.

Dirga hanya bisa memandang putus asa tangan kanannya yang kini kosong, lalu langsung mengangkat tangan kanannya tersebut untuk mencengkram dada. Sementara tangan kirinya masih tetap mencengkram erat ujung bangku taman yang kami duduki.

Segera aku mengambil tabung biru yang mendarat di sebelah kaki Dirga dan langsung ku berikan kepadanya. Dengan tangan bergetar, diambilnya tabung biru tersebut dari tanganku. Perlahan Dirga menggerakan tubuhnya, membangkitkannya dari posisi bersandar dan berusaha untuk duduk dengan posisi tegak.

Aku yang tidak mengerti harus melakukan apa, hanya bisa memperhatikannya dalam diam. Ku lihat tangan kirinya berusaha membuka tutup tabung biru tersebut dengan susah payah namun belum membuahkan hasil. Langsung kuambil tabung itu dari tangannya.

"Ini dibuka?" Dirga hanya melihatku dan mengangguk lemah, sesekali matanya kembali terpejam dan mengernyit menahan sakit.

"Setelah ini bagaimana?" aku merasa sangat bodoh karena benar-benar tak tahu apa yang harus ku lakukan.

"To-long..... ko-cok...." Dirga menjawab dengan susah payah.

"Seperti ini?" tanyaku kembali sambil membuat tabung itu bergerak naik turun dengan tanganku. Dirga tersenyum lemah dan mengangguk, lalu mengulurkan tangannya. Aku pun langsung memberikan tabung itu kepadanya. Ia lalu memasukan ujung tabung, yang tadi memiliki penutup, ke dalam mulutnya.

Ku lihat ia mencoba bernafas dengan tabung itu berada di mulutnya. Matanya kembali menutup, namun guratan menahan sakit yang dari tadi terlihat sangat jelas kini sudah mulai agak memudar. Walau tidak bisa dipungkiri, wajah pucatnya masih belum sepenuhnya ditinggalkan oleh kernyitan, yang menandakan sang pemilik wajah sedang menahan rasa sakit.

Aku hanya bisa terdiam memandangnya, sambil menggenggam dan mengusap lembut tangan kirinya yang sudah berpindah keatas pangkuanku. Berharap bisa sedikit mengurangi rasa sakit yang sedang dihadapinya.

Entah sudah berapa lama waktu berlalu. Aku hanya bisa memandang Dirga berusaha menyembuhkan dirinya sendiri. Beberapa kali ia melepaskan tabung itu dari mulutnya, terdiam sejenak, mengocoknya lagi, lalu kembali memasukan si tabung biru kedalam mulutnya dan bernafas dengan tabung biru menempel dimulutnya. Sempat ku ajak dia untuk menemui dokter saja, tapi ia hanya menggeleng dan meneruskan kegiatannya dengan si tabung biru.

Aku hanya bisa mendampingi sambil terus mengelus lembut tangan kirinya yang berada di pangkuanku, dan berdoa agar ia bisa segera pulih. Secercah harapan mulai timbul saat aku menyadari bahwa tangan Dirga yang sedang ku elus mulai terasa rileks. Awalnya tangan tersebut mengepal dengan erat hingga semua uratnya timbul, dan terasa keras karena tegang. Lambat laun kepalan tangannya terasa mulai santai dan melemas, kepalannya pun perlahan mulai membuka. Hingga akhirnya kepalan tangannya terbuka sempurna, dan aku pun langsung menyambut dengan menggenggam tangannya, mengusap lembut kelima jemarinya yang terasa dingin.

"Dirga? Udah baikan?" tanyaku takut-takut. Ku lihat dia sudah kembali menyandarkan tubuhnya di bangku taman, suara nafasnya sudah tidak berisik seperti tadi, dadanya pun sudah mulai bergerak dengan normal. Dirga hanya mengangguk, matanya masih terpejam. Aku pun kembali diam dan menunggu sambil terus mengusap tangannya.

"Kirana," suara Dirga yang terdengar lemah memecah kesunyian. "Maaf ya, kamu pasti tadi kaget." Masih dalam posisi bersandar di bangku, Dirga membuka matanya dan memandangku dengan tatapan penyesalan.

"Yaaah, bo'ong banget sih kalau aku bilang tadi gak kaget. Tapi yang penting sekarang kamu udah gak apa-apa." Aku memandangnya sambil tersenyum, berharap bisa menenangkan hatinya yang sedang merasa bersalah.

"Maaf hari ini gak bisa gambar dan nemenin ngobrol. Sekarang aku mau istirahat aja di kamar." Dirga mengambil barang-barangnya dan bangkit berdiri. Tiba-tiba ia langsung terhuyung. Beruntung ia bisa langsung berpegangan pada sandaran bangku, sehingga bisa mencegah tubuhnya terhempas ke tanah.

Aku langsung segera bangkit dan membantunya kembali duduk. Dirga duduk dengan posisi condong kedepan, kedua tangannya yang bertumpu di pangkuan memegang erat kepala, kernyitan kesakitan itu kembali menghampiri wajahnya.

Beberapa menit berlalu. Aku kembali hanya bisa diam menatap Dirga, yang masih terpejam dengan kedua tangan memegang kepalanya. Beberapa bulir keringat terlihat kembali muncul di dahinya yang sedang mengernyit.

Tak lama kemudian, Dirga membuka mata dan menurunkan kedua tangan yang sedari tadi memegang erat kepalanya.

"Dirga udah bisa jalan? Yuk aku bantu." Dirga menatapku dan tersenyum, "Makasih, Na. Maaf dari tadi repotin kamu terus."

"Santai aja, Ga. Aku dari tadi gak ngerasa direpotin kok." Balasku sambil tersenyum.

Aku mengambil barang-barang Dirga, memasukannya ke dalam tas, dan langsung membantunya berdiri. Ku peluk pinggangnya dengan tangan kananku, sementara tangan kirinya merangkul bahuku. Sepanjang perjalanan dari taman, ku dapati dia beberapa kali memegangi kepala dan desisan kecil keluar dari bibirnya, menemani langkah kakinya yang terseok lemah. Dirga sungguh terlihat seperti sosok yang jauh berbeda dengan Dirga yang selama lima hari kemarin ku temui.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (1)
  • rara_el_hasan

    si Dirga ,,,hehehe

    Comment on chapter CHAPTER 1 : Di Sudut Taman
Similar Tags
Jangan Datang Untuk Menyimpan Kenangan
465      329     0     
Short Story
Kesedihan ini adalah cerita lama yang terus aku ceritakan. Adakalanya datang sekilat cahaya terang, menyuruhku berhenti bermimpi dan mencoba bertahan. Katakan pada dunia, hadapi hari dengan berani tanpa pernah melirik kembali masa kelam.
The Past or The Future
392      310     1     
Romance
Semuanya karena takdir. Begitu juga dengan Tia. Takdirnya untuk bertemu seorang laki-laki yang akan merubah semua kehidupannya. Dan siapa tahu kalau ternyata takdir benang merahnya bukan hanya sampai di situ. Ia harus dipertemukan oleh seseorang yang membuatnya bimbang. Yang manakah takdir yang telah Tuhan tuliskan untuknya?
The Alpha
1176      589     0     
Romance
Winda hanya anak baru kelas dua belas biasa yang tidak menarik perhatian. Satu-satunya alasan mengapa semua orang bisa mengenalinya karena Reza--teman masa kecil dan juga tetangganya yang ternyata jadi cowok populer di sekolah. Meski begitu, Winda tidak pernah ambil pusing dengan status Reza di sekolah. Tapi pada akhirnya masalah demi masalah menghampiri Winda. Ia tidak menyangka harus terjebak d...
KNITTED
1241      543     1     
Romance
Dara memimpikan Kintan, teman sekelasnya yang sedang koma di rumah sakit, saat Dara berpikir bahwa itu hanya bunga tidur, pada pagi hari Dara melihat Kintan dikelasnya, meminta pertolongannya.
Once Upon A Time: Peach
839      501     0     
Romance
Deskripsi tidak memiliki hubungan apapun dengan isi cerita. Bila penasaran langsung saja cek ke bagian abstraksi dan prologue... :)) ------------ Seorang pembaca sedang berjalan di sepanjang trotoar yang dipenuhi dengan banyak toko buku di samping kanannya yang memasang cerita-cerita mereka di rak depan dengan rapi. Seorang pembaca itu tertarik untuk memasuki sebuah toko buku yang menarik p...
Oh My Heartbeat!
331      227     1     
Romance
Tentang seseorang yang baru saja merasakan cinta di umur 19 tahun.
Drama untuk Skenario Kehidupan
8793      1796     4     
Romance
Kehidupan kuliah Michelle benar-benar menjadi masa hidup terburuknya setelah keluar dari klub film fakultas. Demi melupakan kenangan-kenangan terburuknya, dia ingin fokus mengerjakan skripsi dan lulus secepatnya pada tahun terakhir kuliah. Namun, Ivan, ketua klub film fakultas baru, ingin Michelle menjadi aktris utama dalam sebuah proyek film pendek. Bayu, salah satu anggota klub film, rela menga...
Mimpi Membawaku Kembali Bersamamu
562      391     4     
Short Story
Aku akan menceritakan tentang kisahku yang bertemu dengan seorang lelaki melalui mimpi dan lelaki itu membuatku jatuh cinta padanya. Kuharap cerita ini tidak membosankan.
Guguran Daun di atas Pusara
427      286     1     
Short Story
My Rival Was Crazy
84      72     0     
Romance
Setelah terlahir kedunia ini, Syakia sudah memiliki musuh yang sangat sulit untuk dikalahkan. Musuh itu entah kenapa selalu mendapatkan nilai yang sangat bagus baik di bidang akademi, seni maupun olahraga, sehingga membuat Syakia bertanya-tanya apakah musuhnya itu seorang monster atau protagonist yang selalu beregresi seperti di novel-novel yang pernah dia baca?. Namun, seiring dengan berjalannya...