Read More >>"> sHE's brOKen (8. KENANGAN) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - sHE's brOKen
MENU
About Us  

8. Kenangan

Aku adalah perempuan paling beruntung yang dapat mengenalmu lewat sebuah kebetulan yang semesta sebut dengan Takdir.

 

“Arrrghhh! Sial!” Berulang kali Aldi memasukkan bola basketnya ke dalam ring namun selalu gagal. Sore itu, dia sengaja menghabiskan waktunya di lapangan basket. Membiarkan pikiran kacaunya ikut terbawa oleh lemparan bola yang belum satupun masuk ke dalam ring. Aldi tidak tahu mulai dari kapan dirinya merasa seperti ini. Yang dia tahu, pikirannya menjadi tidak karuan semenjak acara makan malam di rumah Tiara beberapa hari lalu.

Rasanya, begitu banyak pertanyaan yang mendesak untuk masuk ke dalam pikirannya. Tak membiarkan sedikit ruang bagi otaknya untuk sekadar bernapas. Aldi sedang tidak habis pikir melihat laki-laki yang baru dikenal Tiara itu terlihat berusaha menarik perhatian Tiara. Memberikan sebuket bunga, memuji kecantikannya, mengelus kepalanya, dan perhatian-perhatian lain yang diberikan pada Tiara, yang tidak bisa Aldi temui maksudnya. Lebih tepatnya, Aldi tidak bisa menerimanya.

Seseorang yang baru datang di hidup perempuan yang sudah dijaganya sejak empat tahun lalu itu, dengan seenaknya memberikan perhatian-perhatian yang mengundang harapan. Kekhawatiran Aldi semakin tak terkendali, ketika menyadari raut bahagia di wajah polos Tiara. Perempuan itu belum pernah jatuh cinta. Dia belum pernah merasakan sakitnya berharap pada seseorang yang tak bisa kita dapatkan. Pun belum pernah merasakan pedihnya pengkhianatan. Aldi tahu, dia tidak memiliki hak untuk melarang Tiara jatuh cinta. Namun kekhawatiran yang dirasakannya benar-benar mengusik. Bagaimana bila Randi bukanlah laki-laki yang baik seperti anggapan Tiara saat ini? Bagaimana bila laki-laki itu hanya mempermainkan Tiara dan tidak menjaga hatinya dengan baik? Bagaimana bila dia suatu saat membuat Tiara sedih dan kembali terpuruk?

Ketakutan-ketakutan itu yang mendasari kekhawatiran Aldi. Selama ini, dia begitu tulus menjaga Tiara dan selalu memprioritaskan perempuan itu di setiap kesibukannya. Dia yang begitu tulus berusaha keras membuat Tiara tersenyum kembali dari masa-masa terpuruknya. Dia yang akan selalu ada memberikan bahunya untuk Tiara ketika perempuan itu menangis dan membutuhkan tempat untuk bersandar. Tentunya dia tak akan pernah sudi membiarkan ada orang lain datang hanya untuk memberi kebahagiaan semu yang pada akhirnya akan direnggut kembali.

Aldi melempar bola basketnya hingga memantul di kejauhan. Dia mengambil jaket kulit hitamnya yang ada di pinggir lapangan, dan pergi menuju tempat di mana dirinya bersenggolan dengan sebuah mobil waktu mengambil buku tugas Tiara saat hujan deras. Dengan kecepatan tinggi Aldi menuju toko bunga yang berada tidak jauh dari rumah Tiara itu. Ada beberapa hal yang ingin dia tanyakannya pada pemilik toko.

Sesampainya di sana, di depan toko bunga, Aldi melihat seorang perempuan sedang melihat-lihat bunga lily. Perempuan itu menyadari kedatangan Aldi, dan memperlihatkan raut wajah yang berubah. Dia menoleh sesaat, lalu berusaha menjauh dan menutupi wajahnya dengan beberapa bunga yang sedang dipegangnya. Aldi menatap sesaat, lalu melangkah masuk ke dalam toko untuk bertemu dengan sang penjual.

“Siang, Bu.” Aldi menyapa Bu Rita—pemilik toko—  dengan ramah, menyunggingkan senyumnya. “Ada yang mau saya tanyakan ke ibu.”

“Eh, iya nak Aldi, mau nanya apa?” Jawabnya, sambil menggenggam beberapa tangkai bunga di tangan kanannya. Perempuan paruh baya itu memang sudah mengenal Aldi, karena tidak jarang datang dengan Tiara untuk melihat-lihat bunga. Letak toko yang tidak terlalu jauh dari perumahan, membuat Bu Rita dengan mudah mengenal orang-orang yang berkunjung ke tokonya.

“Minggu lalu waktu hujan deras, tepat di hari ini, ada laki-laki yang memarkirkan mobilnya di depan situ, ibu ingat?” Aldi menunjuk ke arah luar, tempat dia hampir bersenggolan dengan sebuah mobil yang diparkir sembarangan. “Dengan seorang perempuan cantik yang sedang melihat-lihat bunga di toko ini, ibu ingat?” Aldi mengulang pertanyaannya.

Bu Rita tampak berpikir sejenak, memandang tempat yang di tunjuk Aldi barusan. Sementara Aldi menunggu dengan tidak sabar jawaban yang ingin didengarnya. Tentu, jawaban itu yang akan memastikan kebenaran atas kekhawatirannya.

Bu Rita menggeleng pelan. “Ibu nggak ingat, Nak.” Jawabnya, dengan wajah ragu dan tidak yakin.

Aldi menghela napas samar. Dia menutupinya dengan senyum dan segera pamit dengan perempuan paruh baya itu. Jawaban yang masih abu-abu dan diambang keraguan. Langkah Aldi terhenti saat kembali menuju motornya yang terparkir di depan toko. Ada sebuket bunga di sana—jok motor miliknya, seperti diletakkan dengan sengaja. Pandangan Aldi menyapu pada sekitarnya, melihat barangkali adalah milik orang lain yang tidak sengaja meninggalkan bunganya di situ. Tapi, tidak ada siapa-siapa di sana. Hanya ada dirinya.

Apakah perempuan tadi yang menaruh bunga itu di sini? Tanyanya, dalam hati. Dia langsung mengambil bunga itu, dan kembali ke rumah. Otaknya sedang tidak bisa berpikir apa-apa saat ini. Bahkan, tempat yang ingin ditujunya pun tidak ada lagi selain rumah. Beberapa kali memang Aldi sering mendapatkan bunga dari seseorang yang tak pernah di kenalnya. Seperti waktu itu, sebelum hendak menjemput Tiara di kampus, pernah ada seseorang yang menaruh sebuah paper bag berisi bunga digantung di setang kemudi motornya. Aldi senang memiliki banyak teman, memiliki orang-orang yang menyayanginya walaupun belum pernah bertatap muka. Namun, rasanya akan lebih menyenangkan kalau saja orang-orang itu berani untuk menyapanya secara langsung, mengenalkan dirinya, dan tidak sembunyi-sembunyi seperti ini. Dirinya terlalu dibuat bingung.

Seperti yang selalu dilakukan Aldi setiap mendapat sesuatu dari orang-orang yang tak dikenalnya, dia meletakkan bunga itu di tepi jendela kamar. Ada beberapa bunga juga yang dia letakkan di sana. Sebetulnya, masih ada banyak bunga yang didapatnya, tapi sudah layu dan terpaksa dibuangnya. Entah pengirimnya adalah satu orang yang sama, atau berbeda-beda, Aldi pun tidak tahu. Hanya itu yang bisa dilakukannya sebagai bentuk menghargai dan terima kasihnya pada orang yang berada di balik ini semua.

***

Malam ini, Tiara akan menemani ayahnya untuk pergi ke rumah teman lamanya yang kini membuka usaha baru. Hari sudah pukul 5 sore, dan Tiara masih berkutat di depan lemari bajunya, melihat-lihat dress yang sekiranya cocok untuk dikenakannya malam ini. Beberapa baju yang menurutnya tidak terlalu bagus, dibiarkannya tergeletak di atas tempat tidur. Dan akhirnya, menyisakan sebuah dress berwarna maroon yang pernah dikenakannya tahun kemarin, sewaktu dirinya merayakan ulangtahunnya yang ke-19.

Tiara tersenyum tipis, lalu membungkukkan badan, melihat ada sebuah box kayu berwarna cokelat yang ada di bawah tumpukan-tumpukan bajunya. Tiara memposisikan duduknya, mengambil box itu, dan membukanya. Di dalamnya, ada banyak foto dirinya bersama Aldi, dan barang-barang yang pernah laki-laki itu berikan padanya setiap dirinya berulangtahun. Beberapa foto dengan ekspresi wajah bodoh, foto ketika dirinya sedang mengantuk di bis umum dan bersandar di bahu Aldi dengan mulut yang sedikit menganga. Masih banyak foto-foto lain yang membuat Tiara tersenyum geli melihatnya. Dua foto yang digenggamnya, tergambar wajah Tiara yang sedang kelaparan menunggu Aldi memasakkan sesuatu untuknya. Tidak ada yang tahu, laki-laki itu juga pandai memasak. Bukan hanya Tiara yang senang sekali memasak, Aldi pun juga!

Satu foto yang lain, tergambar dirinya yang dipotret secara diam-diam sedang menyendiri di sebuah kafe dengan buku kesukaannya. Tiara membalik foto itu. Ada tulisan Aldi yang membuatnya lagi-lagi tersenyum.

Aku tahu kamu sedang butuh waktu untuk menyendiri. Jadi, gadis cantik di foto ini hanya kupotret diam-diam supaya tidak terganggu.

Foto-foto yang lain menyisakan potret dirinya dengan ekspresi-ekspresi wajah yang tidak terduga. Sangat konyol memang. Tapi, sungguh menyenangkan memiliki teman seperti Aldi. Di dalam box cokelat itu, juga ada sebuah sapu tangan dengan motif bunga yang paling Tiara suka. Dirinya memang sangat menyukai bunga. Beberapa kali, Aldi menemaninya ke toko bunga di seberang jalan hanya untuk mengganti vas bunga yang ada di ruang tamu dan kamarnya. Bagi Tiara, keindahan yang ada pada bunga, selalu bisa meluluhkan hati siapapun yang melihatnya.

Barang-barang itu yang menjadi pemberian Aldi di hari ulangtahunnya kemarin. Dengan dress maroon itu, Aldi benar-benar mengagumi kecantikan Tiara pada hari ulangtahunnya. Dan malam ini, dia akan mengenakan dress itu lagi. Layaknya bunga, akan meluluhkan hati siapapun yang melihatnya.

***

“Jadi, ini rumahnya, Yah?” Tanya Tiara pada Ayahnya yang sedang fokus memarkirkan mobil di depan rumah teman lamanya itu. Dia sudah siap dengan dress maroonnya. Rambut yang dibiarkannya terurai dengan ujungnya yang dibiarkan ikal, membuat Tiara terlihat manis malam itu.

“Iya, Nak. Ini rumahnya. Yuk, masuk.” Ayah Tiara membuka pintu mobil dan melangkah masuk ke dalam. Sementara Tiara mengekorinya dari belakang.

Mereka dipersilakan masuk oleh seorang asisten rumah tangga. Dibiarkan menunggu sebentar, untuk memanggil sang pemilik rumah. Tidak lama dari itu, ada sepasang suami istri menuruni anak tangga, dan tersenyum lebar menyambut kedatangan mereka.

“Suryo? Sudah lama sekali kita nggak bertemu!” Seru teman ayah Tiara, disambut dengan pelukan dan tepukan pelan di punggungnya. Mereka sudah berkumpul di ruang tamu dengan beberapa makanan dan minuman yang sudah tersaji di atas meja.

“Wisnu! Makin berisi aja sekarang, ya?” Balas Ayah Tiara, tertawa lebar. Lalu bersalaman juga dengan istri temannya itu, yang ternyata adalah teman satu kuliahnya dulu.

Tiara ikut memperkenalkan diri pada sepasang suami istri di hadapannya itu. “Om, Tante, perkenalkan aku Tiara.” Sapanya, dengan sopan.

“Cantik sekali anak kau ini, ya? Mirip persis seperti ibunya.” Seru Om Wisnu, melihat Tiara dengan senyum. “Om panggilkan anak om, ya? Anak semata wayang. Dia yang bantu Om mengurus usaha Om.” Sambungnya.

Tiara mengangguk ramah. Sementara Ayahnya, mengelus rambut Tiara dengan lembut. Istri Om Wisnu beranjak memanggil anak semata wayangnya itu, membuat Tiara merasa sedikit gugup. Dia mengambil minum di hadapannya, berusaha menutupi rasa gugup yang datang begitu saja. Tapi.. kenapa juga harus gugup? Ucap Tiara dalam hati. Justru seharusnya dirinya bahagia karena malam ini akan mendapat teman baru. Akhir-akhir ini, semesta sedang senang mendatangkan orang-orang baru di hidup Tiara.

Air yang hendak diminum Tiara seakan tercekat di tenggorokan, ketika melihat seseorang yang datang bersama istri Om Wisnu adalah seseorang yang dikenalnya.

Tidak mungkin.. tidak mungkin dia ada di sini..

Randi?

Telapak tangan Tiara seketika mendingin. Gugupnya bukan lagi hilang, melainkan bertambah. Di hadapannya kini, ada Randi dengan setelan kemejanya, melangkah pelan menuju ruang tamu dan juga memperlihatkan kekejutannya di wajahnya. Dia duduk di hadapan Tiara dan Ayahnya, memperkenalkan diri, dan meminta izin untuk mengajak Tiara pergi menuju taman belakang rumah. Laki-laki itu memperlihatkan pada kedua orangtuanya kalau Tiara adalah seseorang yang baru ditemuinya. Entah apa alasannya, laki-laki itu menutupinya.

“Nggak nyangka, ya, kita bertemu lagi dan ternyata bertemunya malah di rumahku?” Randi menoleh pada Tiara yang menatap kagum melihat langit malam itu. Mereka duduk di kursi taman yang langsung menghadap ke arah langit.

“Iya, kita bertemu lagi.” Tiara tersenyum, menjawab seadanya. Lebih tepatnya, rasa gugupnya masih belum hilang.

“Ra,” Panggil Randi, membuat Tiara menoleh ke arahnya. “Kamu cantik sekali malam ini.”

Semesta.. ini benar-benar membuatku gugup. Tiara mengeluh dalam hati. Rasanya, dia ingin kembali lagi ke ruang tamu dan duduk di sebelah Ayahnya. Dia tidak ingin duduk berdua seperti ini dengan Randi.

“Terimakasih.” Lagi-lagi Tiara menjawab seadanya. Dia tidak bisa berkata banyak. Dia tak ingin rasa gugupnya terlihat.

“Pantas saja, ada orang yang benar-benar betul menjaga kamu, Ra.”

Tiara kembali menoleh, mengerutkan dahinya. “Maksudmu?”

“Aldi. Dia pacarmu, kan?”

Tiara tertawa kecil, lalu menggeleng. “Bukan.”

“Oh, maaf, aku salah.” Randi merasa tak enak, lalu terdiam sejenak. Membiarkan angin malam terdengar jelas di telinga, lalu menyambung perkataannya. “Aku mengagumi kamu, Ra. Maaf, Bukan. Lebih tepatnya, Aku menyukai kamu.”

Kata-kata yang menancap tepat di sudut hatinya. Membuat tenggorokan Tiara terasa tercekat dan tak bisa mengeluarkan perkataannya. Tangannya semakin dingin, dan rasa gugupnya semakin menjadi. Jantungnya berdegup kencang, tak terkendali. Untuk pertama kali di hidup Tiara, ada seseorang yang menyatakan kekaguman dan rasa suka padanya.

Semesta.. seperti inikah rasanya? Tiga kata yang cukup membuat Tiara menjadi ragu dengan pendengarannya. Apakah ada pengulangan agar pendengarannya bisa meyakinkan dengan jelas?

Tiara hanya diam terpaku. Cukup lama mereka terdiam dan tak ada yang bersuara selain angin malam yang semakin dingin menusuk. Seakan bisa mendengar suara hatinya, laki-laki di samping Tiara itu kembali mengulang perkataannya.

“Aku menyukaimu. Tiara, kamu mau jadi pacarku?”

Tags: twm18

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Kyna X Faye
3928      1132     2     
Romance
Keiko Kyna adalah seorang gadis muda pemilik toko bunga. Masa lalu yang kelam telah membuat gadis itu menjauhi dunia keramaian dan segala pergaulan. Namun siapa sangka, gadis pendiam itu ternyata adalah seorang penulis novel terkenal dengan nama pena Faye. Faye sama sekali tak pernah mau dipublikasikan apa pun tentang dirinya, termasuk foto dan data pribadinya Namun ketika Kenzie Alcander, seo...
KAFE IN LOVE
1378      845     1     
Romance
Ini adalah cerita mengenai Aura dan segudang konfliknya bersama sahabatnya Sri. Menceritakan Kisah dan polemik masa-masa remajanya yang dia sendiri sulit mengerti. belum lagi, kronik tentang datangnya cinta yang tidak ia duga-duga. Lalu bagaimanakah Aura menyelesaikan konflik-konflik ini? Dan bagaimanakah akhir kisah dari cinta yang tak diduga?
you're my special moments
2443      971     5     
Romance
sebenarnya untuk apa aku bertahan? hal yang aku sukai sudah tidak bisa aku lakukan lagi. semuanya sudah menghilang secara perlahan. jadi, untuk apa aku bertahan? -Meriana Lauw- tidak bisakah aku menjadi alasanmu bertahan? aku bukan mereka yang pergi meninggalkanmu. jadi bertahanlah, aku mohon, -Rheiga Arsenio-
Utha: Five Fairy Secret
1369      668     1     
Fantasy
Karya Pertama! Seorang pria berumur 25 tahun pulang dari tempat kerjanya dan membeli sebuah novel otome yang sedang hits saat ini. Novel ini berjudul Five Fairy and Secret (FFS) memiliki tema game otome. Buku ini adalah volume terakhir dimana penulis sudah menegaskan novel ini tamat di buku ini. Hidup di bawah tekanan mencari uang, akhirnya ia meninggal di tahun 2017 karena tertabrak s...
Satu Koma Satu
14993      2750     5     
Romance
Harusnya kamu sudah memudar dalam hatiku Sudah satu dasawarsa aku menunggu Namun setiap namaku disebut Aku membisu,kecewa membelenggu Berharap itu keluar dari mulutmu Terlalu banyak yang kusesali jika itu tentangmu Tentangmu yang membuatku kelu Tentangmu yang membirukan masa lalu Tentangmu yang membuatku rindu
Slap Me!
1407      636     2     
Fantasy
Kejadian dua belas tahun yang lalu benar-benar merenggut semuanya dari Clara. Ia kehilangan keluarga, kasih sayang, bahkan ia kehilangan ke-normalan hidupnya. Ya, semenjak kejadian itu ia jadi bisa melihat sesuatu yang tidak bisa dilihat oleh orang lain. Ia bisa melihat hantu. Orang-orang mengganggapnya cewek gila. Padahal Clara hanya berbeda! Satu-satunya cara agar hantu-hantu itu menghila...
THE HISTORY OF PIPERALES
1897      696     2     
Fantasy
Kinan, seorang gadis tujuh belas tahun, terkejut ketika ia melihat gambar aneh pada pergelangan tangan kirinya. Mirip sebuah tato namun lebih menakutkan daripada tato. Ia mencoba menyembunyikan tato itu dari penglihatan kakaknya selama ia mencari tahu asal usul tato itu lewat sahabatnya, Brandon. Penelusurannya itu membuat Kinan bertemu dengan manusia bermuka datar bernama Pradipta. Walaupun begi...
Dieb der Demokratie
16906      1974     16     
Action
"Keadilan dan kebebasan, merupakan panji-panji dari para rakyat dalam menuntut keadilan. Kaum Monarki elit yang semakin berkuasa kian menginjak-injak rakyat, membuat rakyat melawan kaum monarki dengan berbagai cara, mulai dari pergerakkan massa, hingga pembangunan partai oposisi. Kisah ini, dimulai dari suara tuntutan hati rakyat, yang dibalas dengan tangan dingin dari monarki. Aku tak tahu...
The Reason
9652      1787     3     
Romance
"Maafkan aku yang tak akan pernah bisa memaafkanmu. Tapi dia benar, yang lalu biarlah berlalu dan dirimu yang pernah hadir dalam hidupku akan menjadi kenangan.." Masa lalu yang bertalian dengan kehidupannya kini, membuat seorang Sean mengalami rasa takut yang ia anggap mustahil. Ketika ketakutannya hilang karena seorang gadis, masa lalu kembali menjerat. Membuatnya nyaris kehilan...
Loading 98%
612      369     4     
Romance