Ya Ampun... Gue kenapa, sih? kok deg-degan gini? pasti cuma kaget karena kita terlalu deket, tadi. Iya. pasti cuma kaget.
Renata berjalan cepat sambil berusaha mengurangi rasa gugupnya. Entah kenapa, Ia merasa aneh bertemu Abi dengan cara sedekat itu. Melihat wajah Abi dari jarak yang cukup dekat. Mata kelam yang penuh ketenangan. Rasanya Renata bisa berlama-lama memandang mata seperti itu di kehidupanya yang cukup rumit.
"Ren!" Sasha menghentikan langkahnya di depan kantor
"Ada apa sha? Kok lo di sini?"
"Ada Kak Rahma sama Adhi di dalam, gue takut ganggu mereka."
Renata memanjangkan lehernya, berusaha melihat suasana di dalam kantor. "Mereka lagi sibuk di depan komputer berdua, kan? masuk bentar, yuk! gue mau beresin ini sebentar." Renata mengangkat map yang ia bawa dari tadi.
Sasha mengangguk mantap. sejenak, Renata mencuri pandang ke arah mading sekolah di seberang lapangan. Ia melihat Abi masih berdiri di sana sambil memandangi papan berlapis kaca itu.
Tu cowok masih di sana. Dia ngapain, sih? Ia membatin sambil mengikuti Sasha masuk kantor.
"Gue mau cari catatan gue yang ketinggalan di sini." Bisik sasha ketika mereka sampai di meja yang berisi tumpukan dokumen.
"cepetan cari! keburu masuk, nih!" balas Renata juga dengan bisikan.
sesekali, mereka melirik ke arah punggung Rahma dan Adi yangs edang sibuk di depan komputer.
"Coba kamu lihat!" Suara Adhi yang bersih mendominasi ruangan yang terasa mencekam saat itu. cowok itu menunjuk ke arah komputer. "Ini kosepnya, coba kamu koreksi. mana yang nggak cocok sama ide kamu." Ia berkata lagi, lalu menatap Rahma. "Rah.... lihat Komputer! Bukan lihat aku." katanya dengan sedikit tegas.
Rahma tersenyum, lalu mengarahkan tatapannya ke komputer. "Udah. udah bagus, kok. Nanti tinggal kita bikin selebaran aja buat di tempel."
"Mereka pacaran?" bisik renata lagi pada Sasha.
"kayaknya..." kata Sasha yang masih menatap mereka berdua yang kini sedang tertawa bersama.
"kok kayaknya?!" Renata mendesis, lebih mendekatkan kepalanya ke arah Sasha.
"Adhi belum nembak, Gitu kata Kak Rahma." Balas Sasha sama mendesisnya.
"Sasha!" panggilan Rahma membuat mereka berdua berdiri kaku di pojok ruangan.
"I...ya kak" Jawabnya ragu
"Besok, tempel selebaran buat anggota baru kita yang kemarin, ya!"
"Iya... kak." katanya dengan senyum kaku.
Rahma tersenyum, "Renata juga bisa bantu kalo kamu kerepotan."
"Iya kak," jawab Renata sama kakunya.
sekilah, Adhi membalas senyum mereka berdua, yang membuat Sasha membulatkan matanya dan segera menarik Renata keluar dari kantor.
"Apaan sih?!" Renata berusaha melepaskan pegangan tangan Sasha di lengannya yang semakin menguat.
"Adhi, Ren! Adhi!" katanya histeris di tenga riuhnya koridor menjelang bel masuk kedua.
"Iya, emang kenapa Adhi? lepasin ah, sakit nih!" Renata menepis kasar tangan Sasha.
"Dia senyum sama gue!" katanya lebih histeris dengan meenggenggam kedua tangannya di depan wajah.
"Dia juga senyum sama gue!" jawab Renata ketus.
mereka masih berjalan menerobos riuhnya koridor, sedangkan Sasha masih tersenyum-senyum sambil memegangi dadanya.
"Ah, gue update status di Instagram nih!" ia segera mengeluarkan ponselnya, yang membuat Renata seketika berdecak. "Gue...Habis...Disenyumin ....sama....Oppa" Katany sambul mengetikkan sesuatu di ponselnya. "yess! kebakaran jenggot nggak kalian?!" katanya dengan bangga.
"Lo norak, Sha!" Renata berjalan menjauh melihat tingkah temannya.
"Ren! dengerin gue ya, semua cewek di sekolah ini tuh berlomba-lomba menarik perhatiannya Adhi. Enggak, enggak. bukan cuma cewek sekolah ini. semua netizen cewek yang masih normal, mati-matian DM Adhi supaya mereka punya kesempatan ngobrol sama dia. dan konon, jarang ada yang berhasil. Makanya, sebelum janur kuning melengkung..." Sasha merendahkan suaranya.
"Udah ah! apaan sih? janur kuning, janur kuning. sekolah woy! sekolah!" Renata meninggalkannya begitu saja sambil menggeleng-geleng tak mengerti dengan jalan pikiran temannya. Mungkin semua cewek yang berkelakuan seperti temannya itu mengalami gangguan otak, sehingga bisa-bisanya memikirkan hal seperti itu di umur mereka yang masih belia.
belum hilang rasa herannya dengan tingkah Sasha, iadiserbu dnegan pertanyaan yang sama oleh kedua sahabatnya.
"Lo habis sama Sasha kan tadi?" anya Avi dengan keras sehingga hampir semua anak di kelas itu menatap mereka berdua.
Renata memandang sesiis kelas, lalu mendesis. "Lo kenapa sih, Vi? pelan-pelan dong! malu gue..."
"Iya, iya." Avi segera menyeretnya untuk segera duduk. "lo tadi habis sama Sasha kan?" Tanya Avi dengan nada normal dan tenang.
"Iya." katanya datar.
"Berarti lo tadi juga lihat dia di senyumin sama Adhi?" kali ini stefani ikut andil mencecarnya. gadis itu bahkan masih memegang ponsel dan sesekali mengetikkan sesuatu di sana.
"iya." Jawab renata masih dengan wajah datarnya.
"Gimana ceritanya?"
"Jadi itu bukan gosip!" Kata mereka hampir bersamaan.
"kalian ini kenapa sih?! kenapa pada heboh gara-gara senyum Adhi? emang senyumnya itu kenapa? kalian juga bisa lihat senyumnya tiap hari kan waktu di kelas." Renata menggerutu. Ia sudah meletakkan tasnya di atas meja dan fokus dengan isi tasnya.
kedua temannya kembali ke posisi masing-masing dan duduk tenang.
Ia heran, kenapa dunia seakan bergoncang ketika Adhi tersenyum. dia bukan dewa, dia bukan malaikat yang bisa memberikan kedamaian pada dunia. Adhi cuma cowok teman sekelasnya. anak pindahan. memang sih, wajahnya memang mirip artis korea. kalau kata stefani, Adhi mirip salah satu anggota boy band korea entah apa namanya. hanya saja, rambutnya kurang coklat saja.
pikiran Renata malah terbang pada sosok Abi. kalau Rambut adhi kurang coklat... Rambut Abi terlampau pirang kalau di sebut artis korea. Ia tersenyum membayangkan semua itu. tetapi, kenapa ia malah terbanyang wajah Abi yang tegas itu, daripada wajah Adhi yang tersenyum.
"Eh, Ren!" Stefani kembali berbalik dari meja depan setelah beebrapa waktu hening diantara mereka bertiga. "Lo lihat nggak waktu Adhi senyum kayak apa?" tanyanya lirih sambil menatap Renata lekat-lekat.
"Emm....lihat, sih!" kata Renata ragu-ragu.
"Gimana waktu dia senyum?" Tanya Stefani dengan senyum mengembang.
Renata terlihat berpikir. ia mengingat bagaimana rupa senyum Adi waktu itu, tetapi yang muncul selalu wajah Abi yang terlihat tegas. berapa kalipun ia mencoba mengulang peristiwa di kantor jurnalis waktu itu, selalu wajah Abi yang muncul di pikirannya.
"Lupa, stef!" renata menggeleng kuat. "Kenapa sih? senyum gitu aja heboh banget!" kata Renata akhirnya.
"Nih!" stefani menunjukkan Instagram Story Sasha beberapa menit lalu yang sudah dibanjiri komentar dari beberapa akun bernama cewek. kebanyakan dari mereka kagum pada Sasha, meski ada juga yang iri hingga melemparkan komentar negatif.
"Kok bisa gitu sih?" Tanya Renaya dengan muka masam. "Udah kayak Idola papan atas aja." Kata Renata asal.
"memang dia udah jadi idola. lihat nih, followernya udah berapa." stefani menunjukkan profil IG milik Adhi yang menunjukkan jumlah follower yang menjapai ribuan. Renata sontak membulatkan mata. "Bukan cuma itu. Fansnya juga nggak kalah banyak." Stefani menunjukkan pencarian akun dengan kata kunci nama Adhi yang langsung memunculkan nama serupa dengan embel-embel 'fans' atau 'holic' di belakangnya.
"Wah..." Lirih Renata sambil menutup mulutnya.
"dan lihat, nih! l likes dan komentarnya juga ribuan." Stefani menunjukkan bebrapa postingan Adhi yang menuai banyak like dan komentar yang bejibun. "bukan hanya di dunia maya aja sih, Ren. asal lo tahu, Kalo Adhi lewat di koridor, semua cewek pasti pengindi sapa sama Adhi. sayangnya Adhi cuma jalan lurus aja." Stefani bercerita panjang lebar.
"sekolah kita punya artis, ya?!" Kata Renata akhirnya, tetapi pikirannya justru kembali melayang ke sosok Abi. segitu terkenalnya Adhi di sekolah ini. Tapi Kenapa Abi nggak seperti Adhi? mereka kembar kan?
Renata memandang lembaran puisi yang ia lipat di tangannya, yang sempat diminta Abi beberapa menit lalu.