Ibu sedang berada di teras dengan ayah saat aku sampai. Ibu tersenyum, aku menyalami tangannya dan ayah, balas tersenyum.
" Gimana seleksinya? Lancar?" Ibu bertanya saat kami sudah masuk ke dalam rumah.
Aku mengangguk, " Lancar. Ibu masak apa? Aresh laper." Ucapku sambil berjalan menuju dapur, lalu membuka tudung saji. Ada semangkuk besar sayur sop, ayam kecap, dan tempe. Aku segera mencuci tangan, lalu mengambil piring dan mulai mengambil makan, ibu mengambil tempat di sampingku. Meneriaki ayah untuk segera ke dapur dan makan bersama.
Aku tidak langsung makan. Sudah jadi tradisi kami untuk saling menunggu saat akan makan bersama - sama. Ayah datang tak lama kemudian, meletakkan korannya di atas meja. Ibu bergegas mengambilkan makan untuk ayah. Ibu orang yang cekatan, terutama dalam mengurus ayah. Segala keperluan ayah, ibu yang selalu menyiapkannya.
Melihat itu, mengingatkanku pada Sia. Membuatku membayangkan juga jika yang berada di posisi ibu saat ini adalah Sia, dan aku yang berada di posisi ayah. Sia yang menyiapkan makan malam untukku, aku yang tersenyum dan mengucapkan terima kasih karena telah dilayani. Seketika aku merindukannya. Astaga. Aku baru saja bertemu dengannya dan sekarang sudah ingin bertemu lagi.
" Dimakan Resh, kok malah ngelamun." Teguran ibu membuyarkan lamunanku.
" Eh, iya bu." Aku melihat ayah sudah duduk disampingku.
Esok paginya, aku sudah berada di rumah Sia. Bermaksud untuk mengantarkannya sekoIah. Sia menatapku bingung setelah membukakan pintu. " Mau ngapain?" Ucapnya.
" Nganter kamu sekolah." Aku hanya menjawabnya singkat kemudian duduk di sofa, " Udah siap belum? Udah hampir setengah tujuh ini."
" Eh iya, udah kok, bentar ambil tas." Sia buru - buru pergi.
Tidak ada satu menit, Sia sudah kembali dengan tas di punggungnya. " Yuk."
Aku mengangguk, lalu berjalan mendahului keluar rumah. Sesaat kemudian, mobilku sudah pergi meninggalkan rumah Sia.