Telfonku berdering, aku melihat nama yang tertera di layar. Pelatihku yang menelpon, aku segera mengangkatnya, " Halo."
" Halo Resh, saya sudah ngirim hasil seleksi pertamanya. Sudah kamu lihat?"
Aku mengernyit, " Sudah keluar pak?" Sejak kapan?
" Sudah, kamu lihat segera ya." Telfon ditutup, memang sudah satu bulan sejak seleksi pertama dilaksanakan.
Aku lantas segera mengecek e-mail. Memang benar ada e-mail dari pelatih. Aku melihat satu per satu nama yang tertera disana. Senyumku langsung merekah saat melihat namaku tertera disana, aku berada di nomer lima.
Disitu juga tertera tanggal pelaksanaan seleksi kedua alias final. Satu minggu lagi. Aku segera berlari keluar kamar mencari ibu di halaman rumah. Ibu sedang menyiram tanaman disana.
" Bu!" aku berseru memanggil ibu dari teras. Ibu menoleh, menatapku bingung.
Aku berlari menghampiri ibu, langsung memeluknya erat.
" Aduh, kamu kenapa sih nak? Dateng - dateng teriak nggak jelas. Kenapa sih?"
Aku melepaskan pelukan, memperlihatkan daftar nama itu pada ibu, " Aresh lolos tahap pememeluknya
Mata ibu terbelalak, " Wah, Selamat ya nak!" Kini ibu yang memelukku erat. Aku balas memeluknya.
Hari itu aku tidak tahu jika ibu sebenarnya hanya berpura - pura bahagia.
Malamnya aku menelpon Sia. Berniat memberitahukan hal yang sama kepadanya.
" Halo Ya'." Aku menyapa duluan setelah telepon tersambung.
" Ya Halo? Tumben telfon duluan, kenapa?"
" Aku lolos seleksi."
" Apa?"
Aku spontan menjauhkan handphoneku, astaga keras sekali suaranya. " Ya ampun suaramu Ya'."
" Eh, maaf maaf, kelepasan. Kapan pengumumannya ?" Ia terkekeh.
" Aku baru tahu tadi dari pelatih." Jawabku singkat.
" Terus habis ini ada seleksi lagi berarti?"
" Iya, kalau seleksi kedua ini aku lolos. Aku bisa berangkat." Aku terdiam. Sia juga, ia seperti menungguku melanjutkan. " Doain aku Ya'." Hanya kata itu yang terucap.
Aku bisa mendengar Sia terkekeh, " Pasti. Buat aku bangga ya."
Tanpa sadar aku mengangguk, " Aku Janji."