Di sela waktu luang dari kesibukannya dalam mengerjakan skripsi, Karina menikmati buah kesukaannya yang sudah lama tidak ia nikmati belakangan ini. Di tambah lagi sambil menonton film yang selalu menjadi teman di saat kesendiriannya. Dalam waktu dua hari ke depan, Karina masih akan tinggal sendirian di rumah tantenya yang cukup luas itu.
Dengan santai Karina duduk melipat kedua kakinya di sofa dengan jari di tangan kanannya yang penuh dengan sisa-sisa buah durian. Karina merasa ada getar yang menjalar sampai ke kakinya. Ia cukup terkejut karena getaran ini terjadi begitu saja dan menghilang dalam sekejap. Ia berpikir keras kenapa hal itu bisa terjadi dan mulai panik. Ia pun lalu bangkit dari duduknya dan mengetahui ponselnya terjatuh dari saku celananya di sofa yang ia duduki.
‘Astaghfirullah, ternyata ponsel ini yang bergetar. Membuatku panik saja,’ keluh Karina dalam hati.
Karina mengambil ponselnya dengan tangan kirinya. Ia melihat ada icon facebook di layar ponselnya dan segera membukanya. Dan ternyata berisi pesan dari Arshad. Hi, Karina. Assalamu’alaikum.
Karina mengetik balasan pesan dari Arshad masih dengan menggunakan tangan kirinya. Wa’alaikumsalam.
Tidak butuh waktu lama untuk menunggu karena sebuah pesan langsung muncul di layar ponsel Karina. How are you?
Alhamdulillah, fine. Aur tum? (Dan kamu?) Karina juga menanyakan kabar dari Arshad dengan menggunakan bahasa Hindi.
Beberapa detik kemudian Arshad pun kembali mengirimkan pesan. Main bhi fine (Aku juga baik). What are you doing?
Karina berjalan menuju dapur sambil mengetikkan balasan dengan tangan kirinya. I am eating durian fruit while watching the movie. Do you know durian? Karina meletakkan kembali ponselnya ke dalam saku celananya. Lalu ia mencuci kedua tangannya.
Karina baru saja kembali duduk di sofa dan ia sudah merasakan ponselnya bergetar kembali. Balasan singkat dari Arshad. Yes, I know that.
Karina tersenyum membaca pesan dari Arshad. Can you tell me about it?
Yes. It is in greenish yellow thorn covered husk at out and yellow inside. Am I right?
Alis Karina berkerut samar dan tersenyum. Lalu, ia pun membalas dengan membenarkan perkataan Arshad. Yes. You’re right.
By the way, which movie? Arshad kembali bertanya.
Karina tidak lagi bisa fokus dengan film yang ia tonton karena Arshad selalu cepat membalas pesannya. Ia pun juga tidak ingin membuat Arshad menunggu lama balasan pesan darinya. Rab Ne Bana Di Jodi. Do you like it?
Of course. That’s the one of my favorite movie. By the way, how do you know hindi bhaasha (bahasa Hindi)?
Sepertinya Arshad ingin tahu darimana dirinya bisa menggunakan sedikit bahasa Hindi. Sama seperti saat Karina tahu bahwa ternyata Arshad cukup lancar berbahasa Indonesia, yang ia pelajari dari teman sekamarnya yang merupakan orang Indonesia semasa perkuliahannya dulu.
Lalu Karina pun membalas pesan dengan menjawab sejujurnya. By watching Bollywood movies. Why?
Nothing. I think that’s good.
I want to watch Chennai Express movie.
Good. I have watched Chennai Express, it’s awesome.
Karina juga tahu bahwa filmnya mendapat penilaian yang cukup bagus dari beberapa kritikus film di India. Namun, ia harus menunggu selama beberapa hari ke depan untuk menonton film itu di bioskop yang ada di daerah tempat tinggalnya. Yes, I know. That really make me curious to see it as soon as possible.
Let’s watch together.
Karina hanya tersenyum membaca pesan dari Arshad yang menambahkan emoticon tanda ejekan di akhir kalimatnya. Dan Karina pun juga menanggapinya dengan santai. Okay. With pleasure… lol. Karina pun tidak mau kalah menambahkan emoticon yang sama.
I’m waiting…. Come to India and we will watch together.
Naa mumkin (Tidak mungkin). Karina membalas tanpa menanggapinya dengan serius.
Just kidding. Balas Arshad
I know that. But, one day I’ll come to India to meet my favorite actor. Karina mengetik pesannya dengan semangat.
Shah Rukh Khan???
Of course. I know it’s very difficult. But I believe in this world nothing is impossible, right?
Dalam hati Karina, ia merasa bahwa kalimat itu cukup mujarab untuk tetap tidak putus asa dalam berharap sesuatu.
Yes, even I’m huge fan of Shah Rukh Khan, but I couldn’t meet him yet because of security reasons.
Karina pun membalas pesannya dengan menggunakan bahasa Hindi yang ia ingat dari sebuah dialog film Bollywood. Haan, mushkil to hai (Ya, itu memang sulit).
Hindi achchi bolte ho (Ucapan Hindi yang cukup baik) .
Karina tersenyum membaca pesan balasan dari Arshad dan menganggap hal itu adalah pujian. Ia pun kemudian hanya membalas pesan dari Arshad dengan mengirimkan satu stiker emoticon tanda kedipan.
Tiba-tiba saja Arshad menanyakan kapan Karina bisa menyelesaikan tugas skripsinya. Hal itu membuat Karina seedikit bingung dengan pertanyaan Arshad.
I think about two months. Kyoon (Kenapa)? Karina mulai terbiasa dengan sedikit menambahkan kata-kata dalam bahasa Hindi di dalam pesannya.
Nothing. But, I have a good plan.
Karina mengerutkan keningnya, ia bingung sekaligus juga sedikit penasaran dengan rencana yang dimaksud oleh Arshad. What’s your plan?
Come to India and we will meet Shah Rukh Khan together.
Karina tertawa karena ia yakin kalau Arshad tidak serius dengan rencananya itu. Namun, Karina ingin tahu juga seberapa seriusnya Arshad dengan rencana yang dikatakannya itu. Are you serious?
I’m really serious. If you want, I will prepare everything for you here.
Karina masih sibuk dengan pikirannya sendiri. Ia masih bingung apakah tawaran dari Arshad ini memang serius atau hanya sekedar bercanda saja. Karina pun menjawab seadanya saja karena ia pikir tawaran itu tidak serius dan Arshad hanya ingin menghiburnya saja. Ia pun tidak ingin terlalu menanggapi hal itu. I will think about that.
Okay, I’ll waiting.
* * *
Kesibukan pun menghiasi hari-hari Karina dan waktu terus berjalan. Saat ini, Karina sedang di kantin kampus bersama Maya menikmati waktu senggang mereka.
“Karin, gimana kabar teman kamu itu?” tanya Maya membuka pembicaraan.
“Teman yang mana?” Karina balik bertanya karena ia tidak tahu teman mana yang dimaksud oleh Maya.
“Itu loh, pemuda India yang jadi teman facebook kamu. Belakangan ini kamu jarang cerita tentang dia, makanya aku tanya,” sahut Maya.
“Oh.” Karina hanya menjawabnya dengan singkat. Ia terlihat memikirkan sesuatu sambil mengaduk-aduk jus alpukatnya dengan sebuah pipet.
Maya bertanya dengan nada kesal. “Oh apanya sih? Aku tanya kenapa jawabannya cuma ‘oh’.”
“Eh, ya. Sorry. Belakangan ini aku memang jarang berkomunikasi dengannya, tapi ….”
“Tapi apa?” sela Maya.
“Kok kamu jadi excited gitu sih, aku ‘kan belum selesai bicara, May,” kata Karina heran dengan tingkah Maya.
“Habisnya kamu lama banget bilangnya. Tidak seperti biasanya.”
Karina mendengus pelan. “Dimaklumi sajalah. Kamu sendiri ‘kan tahu aku harus menyiapkan skripsiku dan itu membuat tenaga dan pikiranku terkuras. Mungkin karena itu pikiranku jadi agak error dan sedikit lambat,” ucapnya seraya diiringi senyum tipis.
“Kamu sih, pilih jurusan sistem informasi. Ya tentu saja kamu harus menghabiskan waktumu di depan layar laptop mengerjakan program dan kalau saja terjadi error sedikit dengan programnya, aku bisa bayangin gimana kepala kamu juga bisa error dibuatnya,” jelas Maya dengan penuh keseriusan membayangkan seakan-akan ia berada di posisi Karina.
“Nah, itu kamu tahu sendiri,” celetuk Karina spontan.
“Ya, aku tahu karena aku sudah lihat sendiri gimana kamu kalau sudah berkutat dengan program-program php kamu itu. Dan terkadang, gara-gara itu juga aku jadi ikut terkena di php-in sama kamu,” ucap Maya seraya tersenyum lebar.
Karina hanya bisa tertawa pelan melihat sahabatnya itu mengetahui keadaannya.
“Jadi?” Maya bertanya kepada Karina yang terlihat sedang memikirkan sesuatu.
“Jadi apanya?” tanya Karina balik. Giliran Karina yang bingung dengan pertanyaan Maya.
“Tadi itu kamu mau bilang apa? Kamu bilang jarang berkomunikasi dengan dia, tetapi?” tanya Maya, kemudian ia memasang ekspresi menunggu dengan tidak sabar.
Belum sempat Karina ingin bicara Maya sudah langsung mencegahnya. “Jangan bilang ‘oh’ lagi, ya,” sela Maya memperingatkan.
Karina jadi terdiam sejenak. Ia mengerti dengan sahabatnya ini. Jika sudah penasaran, Maya pasti menyerangnya dengan pertanyaan-pertanyaan yang tak bisa ia hindarkan lagi. Ia sudah pernah mencoba menghindar untuk menjawab pertanyaan dari Maya, namun Maya terus menanyakan hal yang sama pada beberapa kesempatan saat mereka sedang mengobrol. Hal itu cukup membuat Karina kesal menghadapi sikap kepo Maya yang memasuki kadar overdosis.
Karina menyeruput jus alpukatnya yang tinggal sedikit. “Tetapi waktu terakhir kali aku chatting dengannya, dia menawarkanku untuk datang ke India untuk bertemu dengan Shah Rukh Khan,” jelas Karina, lalu meminum kembali jusnya hingga habis.
“Apa? Dia serius bilang seperti itu?” tanya Maya terkejut.
“Aku rasa sih cuma bercanda, tapi pas aku tanya dia serius atau nggak, dia bilang dia serius,” sahut Karina masih dengan santainya menanggapi keseriusan Maya.
“Kalau dia beneran serius dengan tawarannya gimana?”
Karina menggeleng. “Kayaknya nggak mungkin deh dia serius.”
“Kalau saja tawarannya Arshad itu sungguhan, kamu nggak boleh pergi sendirian, ya. Aku harus ikut denganmu. Ingat itu!” pinta Maya yang lebih terlihat seperti memberikan ancaman.
Karina tersenyum tenang. “Nggak mau. Kamu ‘kan nggak bisa bahasa India, nanti kalau kamu nyasar gimana?” tanya Karina mencoba membuat Maya kesal.
“Tapi, aku ‘kan bisa bahasa Inggris walaupun tidak begitu lancar,” jawab Maya dengan jujurnya, mungkin terdengar sedikit lebih terpaksa mengakuinya.
Karina hanya tersenyum jahil memandang ekspresi wajah Maya yang lugu seperti adik kecil yang takut ditinggal pergi oleh kakaknya.
“Pokoknya aku harus ikut. Ti-tik. Karena kalau tidak, kita putus sajalah,” ucap Maya seraya pura-pura cemberut.
Karina hanya tersenyum menanggapi ucapan Maya. Ia akhirnya menyerah dan tidak ingin terlibat lebih jauh dalam pembicaraan yang sedikit kekanak-kanakan ini. “Baiklah, aku pastikan kamu ikut. Aku ‘kan nggak mau putus dari kamu,” ucapnya membalas godaan dari Maya.
Tawa keduanya pun pecah. Mereka berdua merasa geli dengan ucapan mereka masing-masing. Dan itu membuat hampir semua mata tertuju ke arah mereka berdua yang tertawa seperti anak kecil. Beban yang dirasakan keduanya pun seakan-akan menghilang dalam sekejap. Itulah gunanya jika memiliki seorang sahabat yang sudah lama bersamamu. Seorang sahabat yang tidak akan pernah menyembunyikan tingkah konyolnya dan bersikap kekanakan.