Hampir selama dua minggu, Karina tidak berkomunikasi dengan Arshad. Karina memang sedang sibuk dengan penyelesaian skripsinya dan ia juga berpikiran bahwa Arshad juga sedang sibuk.
Saat ia ingin membuka file skripsinya di laptop, ia mendengar ponselnya berdering dan menandakan bahwa ada pesan di facebook. Ia sedikit terkejut ternyata pesan tersebut berasal dari Arshad.
Kamu lagi sibuk?
Karina mengurungkan niatnya untuk membuka file skripsinya dan segera membalas pesan dari Arshad. Tidak.
Kamu sudah memikirkan tawaranku?
Karina tidak tahu tawaran apa yang dimaksudkan oleh Arshad. Tawaran yang mana?
Bertemu dengan Shah Rukh Khan. Kamu masih ingat, bukan?
Karina tidak menyangka kalau Arshad akan membahas hal ini lagi setelah hampir satu bulan lamanya terakhir kali mereka membahas soal ini. Ya, aku masih ingat. Sampai sekarang aku masih belum memikirkannya.
Kenapa? Aku serius dengan hal itu.
Karina masih berpikir bahwa Arshad tidak akan serius dalam hal ini dan ia sedang tidak berada dalam mood yang bagus untuk membicarakan hal yang tidak serius. Maaf, tetapi sekarang aku sedang sibuk dengan tugas skripsiku.
Aku bisa mengerti itu. Tapi setidaknya kamu harus memikirkannya, karena aku benar-benar serius dengan tawaranku itu. Sungguh!
Belum sempat Karina membalasnya, Arshad lalu mengirimnya pesan lagi.
Karin, aku ingin bicara langsung denganmu melalui Skype.
Karina sedikit terkejut membacanya. ‘Apa mungkin Arshad benar-benar serius dengan tawarannya, ya? Sampai dia mau membicarakannya secara langsung denganku,’ tanya Karina dalam hati.
Baiklah, tunggu sebentar. Karina mengenakan hijab dan sweaternya, hal ini biasa ia lakukan ketika berbicara dengan Arshad melalui Skype. Ia pun kemudian menyalakan aplikasi Skype di laptopnya.
“Hai, Karin. Assalamu’alaikum,” sapa Arshad diiringi senyum ramah dari balik layar laptop.
“Wa’alaikumsalam,” sapa Karina, juga ikut tersenyum.
“Aku yakin kamu pasti tahu maksudku berbicara langsung denganmu sekarang,” kata Arshad membuka pembicaraan.
Karina hanya mengangguk pelan, mengisyaratkan ia tahu maksud dari Arshad.
“Sebenarnya, aku tidak ingin memaksamu. Aku hanya ingin membantumu untuk mewujudkan keinginanmu yang juga menjadi keinginanku,” lanjut Arshad serius.
“Kamu juga ingin bertemu dengan Shah Rukh Khan?” tanya Karina mulai antusias.
“Ya, tentu saja. Sebelumnya aku tinggal di Lucknow bersama keluargaku dan sekarang aku sudah berada di Mumbai untuk urusan pekerjaan. Di Mumbai, aku tinggal bersama seorang teman dekatku sekaligus menjadi rekan kerjaku. Aku pikir karena aku sudah berada di Mumbai, jadi aku ingin bertemu dengannya tepat dihari ulang tahunnya,” jelas Arshad.
“Bulan Nopember sekitar dua bulan lagi. Lalu, apa yang ingin kamu rencanakan dengan hal itu?”
“Aku ingin kamu datang sebelum hari H, mungkin tepatnya satu minggu sebelumnya,” jawab Arshad dengan penuh keyakinan.
“Jadi maksud kamu, aku dan kamu bisa ikut merayakan hari ulang tahunnya secara langsung, begitu?” tanya Karina yang masih belum bisa percaya dengan apa yang didengarnya.
Arshad mengangguk pasti. “Aku akan atur penginapan kamu selama berada di Mumbai,” lanjutnya seraya diiringi senyum lebar terukir di wajahnya.
Karina mengernyit. “Apa kamu serius?” tanyanya masih menatap sangsi pada Arshad.
“Tentu saja. Aku sangat serius,” ucap Arshad penuh kesungguhan.
“Sungguh?” tanya Karina lagi untuk memastikan.
“Ya, sungguh,” ucap Arshad dengan penuh keyakinan.
Karina terdiam dan mencoba berpikir. Arshad bisa melihat jelas dari ekspresi Karina yang mengernyitkan dahinya dan menatap ke arah lain.
“Karin, aku tidak memaksamu untuk menerima tawaranku. Aku tidak bermaksud apa-apa, aku hanya berniat untuk membantumu mewujudkan keinginanmu. Aku tahu keinginan itu sudah lama terpendam, sama seperti diriku. Aku juga sudah lama ingin bisa mewujudkannya.”
Arshad menarik napasnya cukup dalam dan kemudian mengembuskannya perlahan, sepertinya ia akan berkata cukup serius. “Aku sering mendengar orang berkata bahwa kesempatan itu tidak akan datang untuk kedua kalinya. Aku tidak setuju dengan hal itu. Karena menurutku, kesempatan itu bisa datang kapan saja. Dan akan selalu ada kesempatan kedua, ketiga dan seterusnya. Tetapi, jika kita sudah memiliki kesempatan pertama, jadi aku pikir untuk apa harus menunggu kesempatan kedua, bukan?”
Sejenak Karina masih terdiam. Dan sedetik kemudian, ia pun tersenyum.
“Kenapa kamu cuma tersenyum?” tanya Arshad yang cukup heran dengan sikap Karina yang tiba-tiba tersenyum, padahal ia berkata serius dan bukan bercanda.
Karina pun menggeleng pelan. “Memangnya aku tidak boleh tersenyum, ya?”
Alis Arshad berkerut samar, hal itu membuat kedua alis tebalnya terlihat menyatu. “Bukan begitu, aku cuma heran saja. Disaat aku berkata serius, kamu malah tersenyum.”
“Aku tersenyum karena ternyata aku baru tahu kalau temanku ini cukup pandai menggunakan kata-kata bijak untuk bisa membujuk seseorang. Aku pikir itu adalah cara yang bagus. Not bad,” ucap Karina sengaja mengomentari ucapan Arshad agar ia tahu seberapa seriusnya teman dunia mayanya ini.
“Jangan menyinggungku seperti itu. Aku berkata seperti itu karena aku tidak mau kamu menyia-nyiakan kesempatan yang sudah ada di depan mata.”
Karina cukup yakin kalau kali ini Arshad memang berkata serius. “Ya, aku tahu itu. Aku juga tidak bermaksud menyinggungmu. Aku hanya merasa bahwa ternyata aku cukup beruntung bisa memiliki teman sepertimu,” kata Karina diiringi senyum.
Arshad pun ikut tersenyum. “Jadi bagaimana?” tanyanya untuk memastikan.
Karina terdiam sejenak dan kemudian berkata, “Baiklah, aku terima.”
Arshad mendekatkan wajahnya tepat ke arah laptop dan hanya menyisakan sedikit jarak antara wajahnya dengan laptopnya. “Benarkah?”
Refleks Karina sedikit menjauh dari laptopnya. Ia kaget dengan tingkah Arshad yang begitu antusias hingga dia mendekatkan wajahnya tepat di depan layar laptopnya hingga wajah Arshad terlihat penuh di layar laptopnya. Dengan begitu, ia pun jadi bisa melihat wajah Arshad dengan jelas seperti melihatnya secara langsung. Tidak ingin salah tingkah, Karina pun segera mengangguk pasti. “Sudahlah, jangan terlalu dekat seperti ini. Wajahmu terlihat sangat lucu karena memenuhi layar laptopku.”
Arshad tersenyum dan menjauhkan wajahnya dari layar laptop ke posisi semula.
“Baiklah, Arshad. Aku tidak ingin mengecewakan teman sepertimu. Tetapi, itu pun jika aku mendapat izin dari keluargaku, maka bisa kupastikan aku akan datang ke India. Insya allah.”