DELAPAN
Waktu. Dia tidak bisa kau raba. Tidak pula untuk dirasa. Hanya bisa memberikan hasil akhir. Memudarnya masa. Menghitamnya nestapa. Sampai terlontarnya kata, “kau akan baik-baik saja tanpaku,” yang disusul suara langkah kaki. Waktu seperti menuakan cinta. Meskipun sejujurnya cinta itu awet muda. Hari itu benar-benar nyata, senyata mimpi disetiap malamnya. Senyata pagi yang enggan membuka tirai jendela.
Entah kenapa mimpi semacam ini hadir lagi. Kenapa Martha mengatakan pernyataan semacam itu? Padahal rasa padanya sudah kian membaik. Apa maksudnya mimpi semalam? Apakah itu yang ingin dikatakan padanya namun tak kunjung ia sampaikan. Namun kenapa? Majid bangkit dari ranjang, dia harus bersiap untuk ke sekolah. Mengesampingkan segala pertanyaan dalam kepalanya.
Majid berada di ujung masa kelas XII yang kian mendekati akhir perjalananya. Inilah sebuah masa penentu baginya sebelum benar-benar lepas dari kehidupan remajanya. Berbagai pengalaman telah menempa dirinya dari segala bentuk kehidupan. Dia benar-benar seorang pelajar yang hebat. Kata orang pengalaman adalah guru terbaik, namun baginya cinta adalah penempa mental tercanggih sepanjang sejarah. Kehilangan membawanya pada pendewasaan.
Dilihat dari sudut pandang fakta yang ada, pada umumnya penentu kelulusan hanyalah formalitas menjenuhkan. Hanya berisi detik-detik terakhir yang biasa disebut dengan istilah ujian. Majid paham jika waktu panjangnya selama tiga tahun akan berakhir hanya dalam kurun waktu yang relatif singkat. Membuahkan kecemasan dalam dirinya.
Kalender di sudut kamarnya penuh sudah akan coretan, berupa tanda lingkaran merah. Semakin banyak, semakin menutupi lekuk-lekuk angka hitam. Kurang dari sepuluh angka lagi ujian berlangsung dan hanya berkisar dua jam di setiap siangnya. Rasa gugup menyentuh batinnya tatkala memikirkan waktu yang berputar begitu cepat. Itulah yang kini selalu terbayang dipikirannya dan selalu menghantuinya siang malam. Setidaknya dia senang, masa kelam perjalanan cintanya sedikit tersamarkan. Bagaimana tidak kelam? Seusai dicampakan oleh Martha, dia hanya menemui potret-potret kehadiran Siska yang seperti ilusi. Juga perkenalannya pada gadis lain, si admin perlombaan yang kini juga lenyap.
Petang ini dia tutup dengan belajar semalaman. Tidak berbeda dengan kemarin atau mungkin esok hari, bahkan lusa juga akan sama. Meskipun pesan teks teman-temannya selalu datang silih berganti, dia menahan diri untuk tidak segera menanggapinya. Terlebih ditengah-tengah pesan-pesan itu tersisip pesan dari gadis itu, Martha, mantan kekasihnya. Dan tetap dia biarkan begitu adanya. Matanya tetap berjaya pada barisan huruf dalam buku pelajarannya.
Sejujurnya dia sempat terkejut. Entah mengapa gadis itu mulai mengiriminya pesan seperti layaknya satu tahun silam, walaupun tempo hari dia mengatakan kepada dua temannya mengenai Martha dan dirinya, baik-baik saja. Malam ini Majid berusaha tetap fokus pada buku-bukunya. Sebuah pesan tidak harus dibalas selepas terkirim dan diterima, begitu pikirnya. Walaupun sebenarnya sulit untuk dilakukan, lebih tepatnya penasaran. Karena itulah dia sedang berperang dengan kefokusannya. Setiap selesai satu paragraf, matanya selalu melirik laci di mana dia menyembunyikan telepon genggamnya. Tangannya sudah terasa gatal untuk melakukan sesuatu. Ingin rasanya segera menghubungi mereka. Dan salah satunya adalah perasaannya yang tetap bertahan akan pencarian gadis bernama Siska.
Hari-hari membosankan selama enam bulan terakhir telah mengungkumnya dalam suasana semester penuh latihan dan pembelajaran. Gemblengan demi gemblengan materi datang silih berganti dari satu guru ke guru lainnya tanpa henti. Sampai-sampai sisa waktu senggangnya hanya dia gunakan untuk tidur. Kemudian di sore harinya dia kembali dituntut untuk belajar. Itulah masa-masa kelam lain dalam hidupnya. Hanya di akhir pekan saja dia bisa berkumpul bersama kedua temannya, Rudi dan Amir. Terkadang juga dia masih berjumpa dengan Martha sesekali. Itu pun dalam kurun waktu yang relatif singkat. Alhasil dia tidak mampu menggeluti hobi barunya dengan maksimal.
Selama satu semester itu juga hasratnya untuk mencari jati diri Siska, si gadis misterius di lomba telah berbeda pada awalnya yang menggebu-gebu. Salah satu penyebabnya adalah perasaan kecewa yang masih membekas kuat dalam ingatannya akibat perlakuan dari admin facebook perlombaan fotografi. Majid terlalu berharap jika admin itu benar-benar Siska yang dia cari. Pasalnya Majid terlanjur merasa teramat senang mengetahui bahwa dia sudah bisa berkomunikasi dengan gadis yang selalu terbayang dalam kepalanya. Sayangnya perasaan bahagia itu tidak bertahan lama, dengan segera sirna tatkala mengetahui kebenarannya. Bahwa admin itu sebenarnya adalah perempuan lain, bukan Siska.
Benih cinta dari taman surga terindah yang dia tanam dengan baik di pusat taman hatinya berhenti tumbuh seketika. Kali ini bukan badai yang menghalangi rasa itu untuk berkembang. Melainkan tidak adanya uap air sebagai bakal awan mendung. Akibatnya tanah di tamannya menjadi gersang dan kering kekurangan nutrisi. Benih yang ada di dalamnya berubah mengeras semacam menjadi fosil seketika.
Seperti yang orang tahu, benih membutuhkan cukup nutrisi untuk tumbuh. Tanpa terkecuali benih cinta. Dia perlu hangatnya kasih sayang layaknya mentari pagi. Membutuhkan sejuknya air dan banyak humus untuk tetap subur. Selayaknya perasaan rindu dan cemburu. Keduanya adalah senyawa bumbu tambahan dalam kisah yang dinamakan cinta. Tapi semuanya sirna sebelum kisah itu terbentuk sebab hal terpenting telah lenyap. Sosok yang dicintainya bagaikan tokoh fiksi yang tidak tahu di mana keberadaannya.
“Hey, melamun saja kau men.” Rudi menepuk pundak Majid yang sedang duduk sendirian di depan kelasnya.
Hanya sesaat dia melihat ke arah Rudi, kemudian dia membuang muka di taman depan kelasnya, bersama rintik hujan. “Ah, kau Rud.” Jawabnya tanpa semangat. Majid terlihat menghembuskan napasnya. Pandangannya kosong ke depan menatap taman hijau tanpa bunga dan gemericiknya hujan.
“Kau kenapa men? Baru jam segini sudah murung saja. Mau bersaing dengan hujan?” Katanya pada Majid. “Kantin yuk?” Ajak Rudi dengan senyuman.
Majid menjawab ajakan Rudi dengan gelengan kepala. “Aku ingin di sini saja.” Katanya kemudian dengan nada lesu.
Rudi tersenyum datar. “Okelah kalau begitu. Aku duluan.” Katanya sambil berlalu. Sesaat kemudian dia berhenti dan menoleh ke arah Majid. “Jika kau berubah pikiran, aku menunggumu di kantin seperti biasanya. Amir juga ada di sana.”
Tidak biasanya dia menjadi orang yang peka. Entah mengapa dia merasa jika sahabatnya sedang ingin sendirian. Dia juga berpikir pasti itu ada sangkut pautnya dengan Siska. Mungkin ada baiknya juga dia membiarkan Majid sendirian untuk kali ini, pikir Rudi. Rudi berjalan meninggalkan Majid yang sedang duduk termenung.
Majid melihat ke arah Rudi. Kali ini Rudi benar-benar memiliki insting yang bagus. Setelah kepergian Rudi, Majid tersenyum. Entah kenapa dia merasa ingin mengacak-acak rambut temannya itu. Tidak biasanya dia mengerti tanpa harus di jelaskan terlebih dahulu jika itu menyangkut perasaan yang ada di dalam dada.
Masalah pagi ini benar-benar pelik. Seperti hujan yang tiba-tiba datang. Dia tidak kenal waktu. Gerimis, deras selalu tidak bertanya dahulu, mana diantara keduanya yang akan jatuh. Sama seperti rindu yang tak tertoleransi oleh waktu. Majid masih belum mampu melupakan sosok Siska seutuhnya. Bayangannya masih lekat dalam ingatannya. Seakan menjadi candu disetiap napasnya. Dia hanya melupakannya sejenak ketika fokus belajar. Namun rasa rindu akan kembali menyerangnya jika dia sedang berdiam diri. Apalagi setelah membaca sebuah postingan di dinding facebook miliknya secara tidak sengaja. Di sana terpampang informasi mengenai lomba fotografi di SMA Bintang Kejora tahun ini. Seketika itu juga memorinya akan Siska kembali kepermukaan. Selain itu dia juga teringat akan teman barunya di dunia maya, namun dia menghilang ketika jati dirinya terbongkar. Kedua rasa gundah itu kini bersemayam dalam dirinya, membuatnya tidak bersemangat pagi ini. Apakah ini yang dinamakan dengan sebuah dilema? Pikir Majid dalam hati.
Kedekatannya dengan admin perlombaan terjadi di akhir masa-masa liburan kelas XI. Tepatnya ketika rasa ingin tahu akan keberadaan Siska masih kuat. Dia mencari tahu jadi diri gadis itu lewat admin perlombaan yang ada di facebook. Sayang kedekatan dengannya tidak berlangsung lama. Majid merasa kecewa ketika mengetahui jati diri admin perlombaan yang sebenarnya. Namanya Melissa. Awalnya gadis itu mengaku sebagai Siska entah apa alasannya. Dan pengakuannya sempat membuat Majid gembira. Setelah bersusah payah, akhirnya dia bisa berhubungan dengan gadis yang dia cari-cari.
Dengan penuh emosi Majid langsung menanyakan di mana keberadaan Siska pada gadis itu. Tapi Melissa tidak pernah membalas segala bentuk pesannya lagi. Bahkan sampai detik ini gadis itu mengabaikannya begitu saja. Akan tetapi Majid tetap berusaha menghubunginya beberapa kali dan gadis itu benar-benar diam membisu. Baik melalui pesan di facebook maupun pesan teks.
Majid memang merasa kecewa karena dibohongi, namun dia cukup senang dengan hadirnya Melissa beberapa minggu terakhir. Setiap hari mereka bertukar cerita yang mereka lalui dengan suka cita. Tidak jarang juga mereka bertukar cerita mengenai hal pribadi yang orang-orang mengenalnya dengan istilah curhat. Majid sempat menceritakan kisah sedihnya bersama Martha. Lambat laun Majid merasa nyaman dengan teman barunya, mungkin juga sebaliknya dengan apa yang dirasakan teman gadisnya itu.
Jika kedekatannya dengan gadis bernama Melissa itu bisa berlangsung lama, mungkin saja benih lain bisa tumbuh tanpa mereka sengaja. Di sisi lain Majid sadar, rasa ingin tahunya akan Siska yang membuat Melissa hilang entah kemana. Mungkin saja Melissa merasa terganggu dengan sikap Majid yang mendadak menjadi temperamen. Dia selalu menanyakan di mana keberadaan Siska dan tidak jarang dia memaksakan karena saking penasarannya. Sedangkan selama berminggu-minggu lalu, Melissa-lah yang memberikannya obat kegundahan, menemani hari-harinya yang kosong.
Selalu saja penyesalan itu berbuah diakhir. ketika tersadar baginya telah terlambat. Jika bisa dia ingin mengulang waktu itu. Memutar sebuah tuas jam yang mampu membawanya ke masa yang telah dilaluinya dan memperbaiki. Namun hal semacam itu hanya berhasil di film dan cerita fiksi saja. Tidak untuk kisah klise cintanya.
Mungkin gadis itu memang tidak secantik Siska. Majid sempat melihat foto Melissa lewat profil di Facebook dan dibeberapa albumnya. Tapi parasnya tidak kalah dengan kecantikan Martha. Album-album itu didominasi oleh puluhan foto, berisi gambar ayu Melissa dan beberapa temannya. Tidak ada satupun foto tentang keberadaan gadis bernama Siska. Majid mencoba mencari nama Siska di kumpulan teman facebook Melissa dan hasilnya juga nihil.
Majid menarik napas panjang dan membuangnya kembali ke udara. Meskipun pagi ini matahari menyingsing cukup cerah menggantikan hujan, namun agaknya mentari itu tidak kuasa untuk menghangatkan pribadinya yang terlanjur dingin akibat rasa sedih. Sekali lagi dia harus berusaha melupakan orang yang dekat dengannya. Mungkinkah ini sebuah kutukan baginya. Itulah yang sempat terlintas dipikirannya. Namun secepat itu juga dia menepis pikiran tidak realistis semacam itu. Di zaman serba modern seperti ini masih memikirkan kutukan adalah hal konyol. Jika bisa dia ingin sekali meminta maaf pada Melissa. Masalahnya dia tidak ada keberanian untuk mengatakannya.
Majid melihat jam tangannya sekilas. Masih ada waktu beberapa menit sebelum jam pelajaran selanjutnya dimulai. Dia bangkit meninggalkan tempat duduknya di seberang taman di depan ruang kelasnya. Berjalan menuju arah yang sama dengan Rudi beberapa saat silam. Arah di mana kantin tempat mereka biasa bercengkerama bersama. Mungkin dengan bertemu dengan teman-temannya, lambat laun perasaannya akan kembali membaik. Paling tidak itu yang dia percaya saat ini.
@atinnuratikah gehehe thx u kak... iya emang lagi galau
Comment on chapter Satu