“Tenang aja pah. Aku baik-baik saja. Disana ada teman-temanku kok. Ada Denayla,” keluh aku kepada papah.
“Tapi bapak khawatir. Takut kamu kenapa-kenapa di ibukota.”
“Tapi kan aku juga sudah besar. Sudah berpikiran dewasa. Dan tolong papah jangan mengekangku. Tolong pah. Aku ingin sekolah disana, dan juga menulis disana.”
Setelah itu papah menghela napas dan menanda tangan dilayar tablet super tipis itu.
“Ok. Sekarang kamu tidur, dan Ibumu besok akan membantumu. Papah tidak akan menemanimu ke stasiun. Papah ada shif malam sampai jam sembilan siang. Papah akan transfer sejumlah uang kepada kamu. Dan setiap bulannya, kamu akan dapat satu juta rupiah untuk bekal kamu. Selamat jalan anakku. Jadilah orang hebat di ibukota. Dan harumkan nama keluargamu ini.”
“Terima kasih pah,” aku mengambil tablet itu dan menekan tombol centang di layar. Ah, senangnya. Aku bisa ke ibukota. Belajar di SMA favorit dan hidup mandiri disana.
Kubuka pintu kamar, dan melompat ke tempat tidur. Ah, senangnya besok. Kubuka tablet layar super tipis itu, dan memesan tiket kereta kapsul super cepat pada jam 11. Tidak sabarnya aku ini.
Kupejamkan mata perlahan-lahan, dan aku sudah tertidur lelap. Selamat malam untuk besok yang gembira ria.
***
Aku bangun pukul enam pagi. Mengemas barang-barang, dan sarapan.
“Katanya mau makan masakan yang terakhir mama disini?” tanya ibu di ruang makan.
“Iya sih mah, tapi sudah jam berapa ini?” tersenyum sungging.
“Bentar deh. Kamu pesan tiket yang jam berapa?”
“Sembilan.”
“Loh, kok nggak yang jam delapan?”
“Udah habis mah, kulihat dapat kapsul yang kelas eksekutif, mahal banget mah. Pengennya sih, bisnis. Hehehe.”
“Ya sudah, sekarang makan dulu yuk, mamah sudah buat roti bakar dengan makanan penutup es matcha milo? Gimana?” tanya mamah sambil merayu.
“Ya sudah deh, nyerah, ayo mah. Tapi mamah janji yah, bantu aku beres-beres ini.”
“Iya,” ucap mamah sambil mengangguk.
Setelah makan, packing pakaian, mandi, menunggu sambil jam setengah delapan, akhirnya aku diantar mamah sampai ke stasiun.
Di stastiun, ramai sekali orang. Oh, sekarang tahun 2029, dan bentuk stasiun sekarang lebih modern dan seperti bandara. Bukan hanya bentuknya saja, mulai dari cleaning service, penjaga loket, satpam, penjaga toko-toko supermarket, semuanya adalah robot. Yang tidak dikendalikan. Alias auto pilot.
Aku mendekati sebuah layar besar, seperti mesin minuman. Dan kumasukan kode booking disitu. Berubahlah sebuah kode menjadi boarding pass, hebat bukan?
Setelah itu, aku kembali ke mamahku.
“Mamah, aku berangkat dulu yah, kata layarnya, harus masuk terlebih dahulu ke kapsul kereta mah. Aku berangkat yah mah. Doakan aku sampai dengan selamat.”
“Aamiin. Tas kamu?”
“Oh, sudah dimasukkan ke bagasi.”
“Jangan lupa, di ibukota kamu harus rajin solat, mengaji, ok?”
“Iya mamah yang cantik? Aku akan pulang dalam enam bulan yang akan datang.”
“Ingat pesan mamah. If you love to your dreams, run, run, and run, sampai kau mendapatkannya. Mamah pulang lagi yah, dah.”
“Dah mamah. Sampai ketemu lagi,” kupeluk mamah sambil berlinang air mata. Oh, sentimen sekali.
Mamah sudah pergi, dan aku cepat-cepat menuju peron. Disana, sudah banyak orang yang berdesakan ingin masuk kapsul. Ini MRT, kereta cepat. Dan aku ada di Subang. Mungkin aku hanya membeutuhkan waktu satu jam untuk menuju ibukota. Ah, senangnya.
Kumasuk kapsul tersebut, dan mencari tempat duduk sesuai boarding pass. Ok, lets go to ibukota!