Rasanya segar sekali setelah mandi. Apalagi keramas disore hari tubuhku menjadi lebih bugar tapi perutku lapar sekali. Aku berkacak pinggang melihat cermin betapa diriku yang sekarang sangat berbeda. Bahkan rasanya tubuhku ini benar-benar sehat. Sehat diuang, karena sekarang aku tidak lagi minta pada kakakku, tidak seperti dumu, mau bagaimana aku tidak punya sepeserpun. Sehat di mata, meski aku tidak bisa menerima cinta tapi aku adalah lelaki normal, lumayan setiap hari kerja bisa sekalin cuci mata dan otak, tapi sebenarnya aku bisa menerima wanita tanpa cinta tapi aku jangan tergoda nafsu duniawi. Katana tidak dapat, bisa-bisa cewek lain aku tidak mendapatkannya. Imanku diuji jika masalah seperti ini. Sehat dijiwa karena aku sering mulai hang out bareng teman kerjaku kamanapun oke. Dan pastinya sehat ditelinga karena aku tidak di ceramahi Asbul dan kakakku. Adem rasanya hidupku. Sayangnya tidak aku lakukan dari dulu.
Tubuhku benar-benar sehat seperti terlahir kembali, bahkan aku tidak bisa berhenti bergaya di depan cermin. Betapa, betapa, betapa kerennya diriku. Ternyata didalam cermin ini tidak hanya ada wajahkuu melainkan setengah wajah orang yang bersembunyi dibalik selimutku.
“Hey… kau…,” aku menakutinya dari cermin itu.
“Om… masih sehat.”
“Sehatlah… memangnya kamu mengerti yang om lakukan.”
Pir menggelengkan kepala.
“Mangkanya kamu itu jangan bertanya."
“Aku nggak nanya cuma ngomong doang. Soalnya papah kalau lagi ngaca, Cuma lihat baju dan nyisir, tidak banyak gaya kaya om.”
“Ya sudah om menyerah.”
Libur di akhir minggu itu benar-benar sangat-sangat menyenangkan karena rasanya sangat berarti sekali untuk beristirahat. Aku merebahkan diriku duduk bersantai, kepalaku tidak sengaja menoleh keatas meja kerjaku yang tergeletak sebuah bungkusan, bungkusan dari Thanny yang berisi sebuah buku karya Katana. Aku membukanya dengan enggan, tapi harus kubuka. Bahkan kini aku jiga karang mendapatkan kabar darinya. Hanya bayang-bayang di TV seperti biasa yang menunjukkan rupanya. Sampulnya sketsa hitam putih dengan gambar seorang wanita yang tengah duduk membelakangi. Meski aku tidak pernah bertanya ataupun memastikan jika ini memang buku milik Katana tapi hatiku merasa yakin seratus persen lebih jika ini adalah karyanya. Aku membiarkan keponakanku menjajah tempat tidurku dan aku duduk termenung lesu memegang buku yang ada ditanganku kini.
Cover berwarna hitam putih sesuai dengan Judulnya “Dibalik Hitam Sang Putih” seorang gadis duduk termenung disebuah bangku taman yang membelakangi sang pembaca. Sketsa sang gadis itu sangat jelas terasa betapa sedihnya dia. Aku mulai membukanya di awal buku itu sama mirip dengannya tidak ada basa-basi sama sekali. aku yang penasaran langsung melihat halaman belakang karena aku yakin pasti ada data diri sang penulis dan ternyata “Prank” hanya tertulis “Katty Harep” tidak lebih dan sangat kurang.
Aku memang tidak tertarik dengan buku, dan mungkin ini adalah buku pertama yang menarik perhatianku. Dikarenakan nama yang memang sudah tidak asing lagi di ingatanku karena itu adalah nama yang kubuat sendiri. Aku hanya ingin tahu penulis dibalik buku ini, namun sepertinya iapun menyembunyikan, jika tidak salah ingat yang mmebuat Thanny menyukai buku ini selain penulisnya dikarenakan ceria romansa seorang gadis yang menyukai seorang pria.
“Langit membuat manusia dibawahnya selalu diguyur air, basah karena hujan dan berkeringat karena panas. Cerah ataupun mendung itu percuma, kau tidak akan bisa terus berlari.”
Kalimat pertama yang ku baca itu entah mengapa seperti sedang menyindir diriku. Aku mulai membaca helai demi helai dan ternyata benar-benar menarik perhatianku, aku memang tidak tahu pasti penulis ini, tapi hatiku lagi-lagi yakin jika buku ini memang karangan dirinya.
“Saat pertama kali mataku terbuka, aku memang belum mengerti apapun dengan kehidupan ini, seperti perkataan yang sudah terucap tidak bisa ditarik kembali. Begitupun dengan kehidupan ini yang kini sudah tak bisa diulang kembali. Yang tersisa hanya penyesalan yang tak kunjung hilang. Akhirnya aku pasrah dan menyerah pada hidupku. Setiap merasakan asa aku selalu mengatakan “andaikan waktu bisa terulang kembali akan ku ubah semuanya”."
Buku 250 halaman itu sangat benar adanya seperti yang dikatakan Thanny, kisah seorang wanita yang sangat menyukai seorang pria namun ia tidak bisa bersama. Sangat tidak mungkin rasanya jika aku tersentuh dengan kisah cinta ini. Aku seolah mengerti apa yang dialami oleh sang wanita, pantas saja buku ini sangat laris dan pastinya sangat disukai oleh Thanny. Aku tidak menampik karakter mereka hampir sama. Kisah-kasih yang ada dalam buku ini sangatlah berat harapan dalam hidup dan cinta sangatlah bertolak belakang, dimana ia harus memilih salah satunya untuk ia perjuangkan. Dan iapun memililih kehidupannya sendiri dan putus dengan sang kekasih karena ia memiliki kewajiban sebagai seorang anak meski ia juga memiliki hak untuk memilih dan mencintai seseorang.
Ia menyerah dan pasrah untuk menghadapi kehidupannya, bahkan ia pergi jauh tanpa memberikan alasan apapun kepada sang kekasih dan membiarkan ia merasakan rasa sakit seorang diri. Sempat wanita itu ingin memberikan alasannya tapi ia tersadar kembali karena kehidupan ini bukan miliknya seorang dan ia tidak ingin menahannya, kalaupun ia membiarkan kekasih menunggunya ia juga tidak bisa memastikan karena tidak ada yang tahu kejadian apa yang akan terjadi. Rasanya ia sangat egois karenanya dengan terpaksa ia merelakan kekasihnya.
Setelah membaca buku ini aku benar-benar kesal. Hampir semua isi buku ini adalah kisahnya baik dari segi kehidupannya yang serba kekurangan sampai ia merelakan kisah cintanya demi memperbaiki kehidupannya. Ini bagaikan diary miliknya, dimana ketika itu ia pernah mengatakan betapa bencinya ia menulis buku diary, karena hanya buang-buang waktu dan tidak penting baginya. Semua orang tahu jika buku diary seolah melarang orang lain untuk membacanya. Semua itu percuma karena buku itu akan usang dan rusak tanpa ada yang mengingatnya dan pastinya tidak berguna untuk orang lain, ia sangat berharap jika kisahnya bisa dijadikan pelajaran ataupun setidaknya orang lain bisa menghindari kisah pahit yang telah ia alami. Rasanya sungguh kesal mengingat semua tentangnya, tapi aku tidak pernah berpikir jika ia akan menjadikannya sebuah buku. Aku semakin tidak mengerti lagi tentangnya.
Setengah hariku hanya dihabiskan untuk membaca buku ini, aku bahkan tidak merasakan lapar ataupun haus. Keponakanku terus mengoceh dan mendumel begitupun dengan kakak iparku yang juga tidak berhenti mengomeliku karena diriku bagaikan patung batu yang tidak bergerak sama sekali dari tempat dudukku. Kak Larry yang sebelumnya tidak pernah ikut-ikutan rumpi ikut melihat diriku yang sangat serius melihat hal lain selain Katana. Padahal mereka tidak tahu saja dengan buku itu.
“Kak, makananku mana?” Tanyaku sesampainya didapur.
Kakak iparku diam tapi dia tetap menjawab dengan gerakan tangannya yang mengelus perutnya.
“Kak tidak disisakan sedikitpun?” ujarku memelas.
“Masak Katana sana!!!” ujar kakak iparku dengan juteknya. Ia pasti masih marah karena tidak terima dengan sikapku yang cuek sebelumnya.
Aku memasak apapun untuk mengganjal perutku, . Aku ingin cepat kembali kekamarku dan membaca buku kedua itu. Aku tahu maksud yang ada dibuku itu semua kehidupannya. Mungkin bisa dikatakan aku sudah lihat dan dengar dengan kepala mataku sendiri tentangnya. Namun setelah itu, aku telah melupakan sesuatu yang sangat jelas aku tidak pernah mendengar dan melihatnya dari Katana, tapi Thanny sangat penasaran dengannya. Iya benar. Aku melupakan kisah cinta dan identitas seorang pria yang disukainya. Aku terlalu fokus dengan masalah Katana sampai aku melupakan tujuan awalku.
Aku memang sedikit penasaran dengan kisah cintanya yang sedari SMA. Aku tidak mendengar ia menjalin hubungan dengan lelaki manapun, padahal aku sudah siap mental untuk bersaing ataupun ditolak, bahkan beberapa teman menganggapku sudah menjadi pacar Katana. Aku dengar ia menolak cowok yang suka dengannya dan hanya aku satu-satunya teman lelaki yang dekat dengannya. Saat itu rasa senangku luber sampai mau tumpah ruah betapa senangnya aku mendengar kabar yang bagaikan harapan itu. Sampai pada akhirnya aku memberanikan diri untuk menyatakan cinta dan berharap akan bersama sampai lulus SMA nanti. Ternyata lagi-lagi kutukan “Ekspektasi sangat berbeda dengan realita” itu sangatlah kuat. Seketika semuaya berubah menjadi angan yang terbawa angin bagaikan musim gugur. Daun yang berjatuhan adalah kepingan harapan dan keberanian selama ini.
Aku sangat kecewa setelah mendengar tolakan Katana, aku memang tidak mendengarnya ia menolakku tapi aku juga tidak merasa jika ia menerimaku. Takut, gugup dan malu menjadi satu. Aku tidak berani untuk bertemu lagi dengannya. Namun yang terjadi Katana masih bisa tersenyum seperti biasa seperti tidak terjadi apapun dihari sebelumnya dan itu terus berlanjut sampai aku menyatakan cinta untuk kedua kalinya dan ingin memastikan saja. Lagi, jawabannya masih saja absurd. Semenjak itu aku memutuskan untuk menjadi teman saja dan sepertinya itu yang terbaik.
Seusai makan aku langsung kembali masuk kekamar dan membaca buku kedua yang aku beli untuk Thanny. baru kali ini aku membaca buku romance rasa detektif penuh teka-teki akan kehidupannya. Untuk cover buku kedua tidak jauh berbeda dengan sebelumnya masih hitam putih hanya saja kini seorang wanita itu memangku tangannya disebuah jendela. Sebelumnya ia membelakangi pembaca kini ia membuang wajahnya. Aku berkonsetrasi keras membaca buku kedua ini berharap menemukan sesuatu yang hatiku inginkan jawabannya.
Buku kedua ini menceritkan jika kehidupannya sudah lebih baik. Ia bisa mendapatkan apapun yang diinginkannya dan keluarganya. Tapi ia masih merasakan sedih dan sepi karena ia masih belum rela untuk melepaskan kisah cintanya yang kini telah mendapatkan wanita baik disisinya. Bahkan wanita itu adalah temannya sendiri, namun ia tidak berani mengusiknya kerena temannya tidak mengetahui apapun tentang kisah cinta mereka berdua. Iapun hanya bisa diam dan tersenyum melihat kisah cinta mereka berdua yang bersemi.
Setelah aku membaca buku ini sangat jelas berbeda apa yang dikatakan Thanny, Thanny menganggap takdir tidak memberikan kesempatan untuk bersama meski mereka sering bertemu, tapi justru aku melihat sang wanitalah yang bersikeras untuk menjauhinya meski ia mencintainya, “Jika ia jodohku dekatkanlah aku, tapi jika ia bukan jodohku aku mohon bantu aku untuk menghilangkan rasa ini”. Aku tidak yakin apakah pria itu yang dibicarakan Toto sebelumnya yang ia panggil dengan arti “kucing” itu, tapi mengapa rasanya aku seperti de javu membaca buku ini, aku seperti sedang membaca kisahku disini. Perlahan aku sudah mulai berjalan dari masa lalu dan mulai menjalani kenyataan dalam hidupku, meski terkadang rasa itu datang secara tiba-tiba, aku selalu menyibukkan diriku dengan bermain bersama teman-temanku untuk melupakannya, namun setelah membaca buku ini aku merasa lelaki itu adalah diriku. Entah mengapa hawa dikamarku berubah seperti musim panas.
Keren kak
Comment on chapter 01. Seperti Puzzle