Setelah urusan kepindahan Clark, Cedric, dan Rone ke apartemenku selesai, ketiga kakekku akhirnya kembali ke kesibukan mereka. Rone sudah memiliki ruangannya sendiri sejak pertama kali aku pindah ke apartemenku, dan sekarang ia hanya perlu membantu Cedric menata barang-barangnya di kamar barunya. Karena apartemenku hanya memiliki tiga kamar utama, aku harus berbagi kamar dengan Clark. Aku tidak pernah berbagi kamar sebelumnya, begitu juga dengan Clark. Aku harap ini akan mudah.
Ruanganku yang biasanya terlihat sangat luas karena aku tidak memiliki terlalu banyak barang untuk di simpan, sekarang terlihat lebih berisi dengan barang-barang milik Clark. Satu lemari besar yang awalnya kosong, sekarang terisi penuh dengan barang-barang Clark.
Sementara Clark mandi setelah merapikan barang-barangnya, aku keluar ke dapur untuk mengisi perutku.
“Klara, aku tidak melihatmu kemarin?” Tukasku ketika melihat Klara yang tengah menyiapkan makanan di dapur.
“Maaf Blaire, aku memiliki sedikit urusan di sekolah anak-anakku.”
“Tidak apa-apa, beruntung sekali kau sudah kembali, aku kelaparan, bisa kau buatkan aku omlet?” aku duduk di meja bar sementara Klara mengemas makanan yang akan ia simpan untukku di kulkas. Tunggu, anak? Klara mempunyai anak? “Klara, aku tidak tau kalau kau mempunyai anak?.” Selama ini aku hanya mengetahui bahwa suami Klara meninggal dalam sebuah insiden, sebelumnya Klara tidak pernah bercerita kalau ia memiliki anak.
“Aku memiliki dua anak Blaire, si kembar lebih tepatnya. Mereka masih berusia 12 tahun.” Aku bisa melihat wajah bahagia Klara saat menceritakan kedua anaknya. “Jace dan Jessi.”
“Lalu dimana mereka sekarang sementara kau bekerja?”
“Mereka di rumah jika mereka tidak di sekolah. Aku menitipkan mereka pada teman yang tinggal bersebelahan denganku. Aku tidak mungkin membawa mereka bekerja.”
“Kenapa tidak? Kau bisa membawa mereka kemari, aku sama sekali tidak keberatan. Aku sangat suka dengan anak kecil.” Klara tersenyum mendengar ucapanku.
Aku mendengar suara gaduh Cedric dan Rone yang sepertinya masih sibuk menata ruangan Cedric. “Dan mulai sekarang aku tidak akan tinggal sendirian, kakak-kakakku mengungsi di sini.” Leluconku membuat senyum terpasang lebih lama di wajah Klara. “Jadi, kau harus menyiapkan lebih banyak stok makanan untukku dan mereka.”
“Aku tau, seseorang sudah memberi tauku. Aku juga diminta untuk menambah jam bekerjaku.”
“Dan kau bisa membawa Jace dan Jessi sementara kau mengerjakan tugasmu di sini. Aku yang akan menemani mereka mengerjakan pr ataupun bermain.”
“Baiklah, mereka pasti akan sangat senang mendengarnya” Kami berbincang-bincang cukup banyak. “Ketika aku datang tadi, aku sangat terkejut karena stok makanan yang aku letakkan di kulkas sudah kosong. Apa yang kau lakukan dengan makanan-makanan itu Blaire?”
Klara meletakkan omlet yang beraroma sangat lezat di hadapanku dan aku mulai menyantapnya.
“Teman-temanku kemarin datang kemari dan menghabiskan seisi kulkas, mereka sangat menyukai masakanmu.”
“Blaire, kau sedang apa?” Clark menghampiriku.
“Makan. Klara, kenalkan dia kakakku Clark, dan Clark, Klara yang akan membantu kita mengurus perut dan seisi rumah.”
Mereka saling menyapa dengan ‘hei’ dan saling melempar senyum. Clark duduk di sebelahku dan meraih sendok dari tempatnya. Ia ikut menyantap omletku. Aku hanya bisa ternyum melihatnya. Tidak lama Cedric dan Rone ikut bergabung.
“hmm omlet..” ucap Cedric dan Rone bersamaan. Clark memberikan sendok untuk Cedric dan Rone. Mereka berdiri mengerumuni sepiring omlet yang seharusnya bisa mengenyangkan perutku.
“Klara, mereka Cedric dan Rone, kakakku. Cedric, Rone, dia Klara yang akan membantu-“ Aku berhenti berbicara saat melihat mereka hanya fokus untuk menghabiskan omletku, begitu juga dengan Clark.
“Hei, kalian menghabiskan omletku.” Aku memasang wajah kesalku dan mereka tidak menghiraukan.
“Ekstra omlet.” Tukas Klara dan menyajikan tiga porsi omlet di hadapan Cedric, Clark, dan Rone.
“Terimakasih Klara.” Ucap mereka bersamaan.
“Kau juga mendapatkan ekstra omlet Blaire.” Klara menyodorkan omlet di hadapanku.
“Terimakasih Klara, kau yang terbaik.”
***
Aku tiba disekolah lebih awal. Saat tengah meletakkan barang-barangku di loker, aku mendengar keributan dari arah lorong menuju toilet. Karena rasa penasaranku, aku mendekat ke arah sumber keributan itu.
Aku masuk ke area toilet pria. Werewolf tengah berulah dengan memukuli dua siswa lainnya. Aku melihat Sam Geffner yang hanya duduk di atas westafel sementara kedua temannya tengah memukuli dua siswa lainnya.
“Ck ck ck.” Dengan sengaja aku berdecak cukup keras agar mereka menyadari keberadaanku. Mereka berhenti memukul dan Sam Geffner menoleh ke arahku.
“Apa yang kau lakukan di sini? Ini bukan toilet wanita Blaire.” Ucap Geffner. Ia menghampiriku yang tengah bersandar di pintu. Aku hanya tersenyum ramah.
“Seharusnya aku yang bertanya, apa yang kau lakukan di sini? Ini bukan toilet wanita, Sam Geffner dan para tukang pukulnya?Kalau kalian ingin mengadu tinju kalian, carilah lawan yang pantas.”
“Berani-beraninya kau mengganggu kami, kau tidak tau siapa kami?” sahut salah satu teman Geffner.
“Aku tau, kalian berandalan yang suka main tangan.”
Aku menghampiri dua anak yang babak belur dan membawa mereka keluar. Mereka hendak menghentikanku, tapi Geffner meminta mereka untuk melepaskanku. Setelah memastikan kedua siswa yang babak belur itu menjauh dari para werewolf, aku kembali ke toilet untuk mendinginkan kepalaku.
Sesaat setelah aku masuk ke toilet wanita, Geffner tiba-tiba menerobos masuk. Sesaat dia membuatku terkejut. “Sepertinya kau sudah masuk ke toilet yang benar, Geffner.” Tukasku. Aku tidak begitu memperhatikannya, aku hanya berdiri di depan westafel, mencuci muka dan tanganku.
“Sam, panggil aku Sam. Anak-anak tadi, mereka mencuri sesuatu dari loker salah satu temanku. Kami hanya menggertak mereka untuk mengembalikan barang curian mereka.” Jelas Sam.
“Maafkan aku”
“Untuk apa?”
“Mengganggu acara ‘menggertak’ kalian.”
“Hei, dengar Blaire.” Ia tiba-tiba saja berdiri di belakangku. Tangannya berada pada sisi tepi westafel menyangga tubuhnya yang terlalu dekat denganku. Ia menempatkan wajahnya begitu dekat dengan telingaku, membuatku bisa mendengarkan deru nafasnya. Mata kami saling bertemu melalui kaca.
“Aku hanya ingin membuat ini terlihat jelas. Kau sangat menarik, aku menyukaimu. Aku berusaha mendekatimu setelah aku melihatmu untuk pertama kalinya di kafetariawaktu itu. Kau berbeda dari perempuan lainnya, sangat sulit untuk di dekati. Aku ingin membuatmu terkesan, tapi sayangnya kau harus melihatku melakukan hal yang bodoh.” Ia mengucapkan setiap kata dengan tanpa hentinya menatap mataku melalui kaca. Untuk sesaat aku terpanah oleh pandangannya.
“Kalau kau tau itu adalah hal bodoh, kenapa masih kau lakukan juga?” aku mengalihkan pandanganku dengan kembali mencuci tanganku. Aku bisa mendengar tangannya menarik beberapa tisu dari tempatnya. Ia memberikannya padaku.
“Karena kau sangat sulit di dekati.”
Mendengar ucapannya membuatku berbalik dan bertemu matanya secara langsung. “itu tidak ada hubungannya denganku Sam.”Dia tersenyum, lesung pipinya membuatnya terlihat sangat manis.
“Makan siang?” ia mengalihkan pembicaraan.
“Seperti biasa, aku akan makan siang dengan teman-temanku.” Bel dimulainya jam pertama telah berbunyi.
“Aku akan berada di sana, sampai jumpa lagi.” Dia segera berlari keluar. Ia menuju kelasnya tanpa mendengarkan jawabanku.
***
Ketika jam istirahat makan siang, aku sempat berfikir untuk menolak ajakan Ricci dan yang lainnya untuk pergi ke kafetaria, tapi nyatanya aku tidak bisa menolak ajakan mereka.
Makan siang sudah di tangan, tapi sepertinya semua meja sudah penuh. Tiba-tiba seseorang mengambil makan siangku dan menggandeng tanganku.
“Aku sudah mencarikan tempat untuk kalian.” Tanpa persetujuan lagi, Sam menarikku mengikutinya. Ricci, Adia, dan Dyne mengikuti di belakangku dengan ekspresi bingung. Sam membawa kami ke area meja para senior, itu karena ia adalah bagian dari mereka. Beberapa anak yang aku tau adalah para werewolf yang biasanya bergaul dengan Sam juga ada di sana. Semua werewolf yang aku lihat sebelumnya. Mereka mengosongkan tempat untuk kami.
Sam meletakkan makan siangku tepat di depanku. Ricci dan Dyne duduk di hadapankudan Adia duduk di sisi kiriku, sementara Sam duduk di sisi kananku dengan mengambil kursi lain agar bisa duduk bersama kami. Aku bisa melihat Ricci, Dyne, dan Adia menjadi canggung.
Aku tidak bisa makan dengan situasi seperti ini. Aku melihat Sam yang tengah berbicara dengan teman-temannya di meja yang bersebelahan dengan meja kami. Aku menarik ujung jaket yang ia pakai untuk meminta perhatiannya. Dia langsung membalikkan badannya menghadapku dan mengabaikan teman wanita yang sedang berbicara padanya.
“Ada apa hm?” nada bicaranya membuatku ingin melemparnya sejauh mungkin dari hadapanku.
“Katakan sesuatu pada teman-temanku.” Aku berbisik padanya dan mengarahkan pandanganku pada teman-temanku yang tengah makan dengan senyap.
“Ricci, Dyne, dan Adia bukan?” ucapnya mengalihkan perhatian teman-temanku. “Aku Sam Geffner, panggil saja aku Sam. Tidak perlu takut karena aku senior di sini, anggap saja aku seperti teman kalian.”
Dengan tampang bodohnya Adia melihatku dan Sam bergantian. “Sejak kapan kalian saling mengenal?” tanyanya padaku dan Sam.
“Sejak beberapa hari yang lalu. Kami sedikit mengobrol di area parkir. Aku sedang berusaha mengenal teman kalian ini, jadi mohon bantuan kalian, oke?” Jawab Sam.
Suasana sudah lebih membaik dan aku bisa menyantap makan siangku. Aku baru menyadari Sam hanya duduk dan tidak makan apapun.
“Kau tidak makan?” tanyaku padanya.
“Tidak perlu mangkhawatirkanku, nikmati saja makan siangmu.”
“Aku tidak mengkhawatirkanmu, aku hanya bertanya Sam.”
“Apa kau tidak bisa mengatakan iya untuk sekedar menyenangkan hatiku?” ujarnya.
Aku hanya tersenyum dan kembali menyantap makan siangku tanpa memberinya jawaban. Karena ia tidak mendapat jawaban dariku, yang dilakukannya hanya melihatku yang tengah menyantap makan siangku.
“Hentikan Sam.” Tukasku dengan bercanda dan menutup kedua matanya dengan satu tanganku. Aku tidak hanya bisa melihat tawa Sam, tetapi aku juga bisa melihat ekspresi salah satu teman wanita Sam yang kurang senang dengan keberadaanku. Aku menghentikan guyonanku dengan Sam dan kembali dengan makan siangku.
“Apa kalian akan ikut latihan lagi denganku malam ini?” tanyaku pada Adia, Dyne, dan Ricci.
“Tentu, kami sudah membawa baju ganti untuk nanti.” Jawab Adia.
“Aku, Ricci, dan Adia sepulang sekolah berencana membeli beberapa peralatan dan camilan untuk latihan, apa kau mau ikut dengan kami?” sahut Dyne.
“Sepertinya aku tidak bisa ikut dengan kalian, Rone yang akan menjemputku nanti.”
“Latihan?” sela Sam mencoba mengikuti pembicaraan kami.
“Berlatih untuk melakukan perlawanan ketika ada seseorang yang mencoba ‘menggertak’.” Aku menekankan ucapanku pada kata ‘menggertak’, bermaksud untuk menyindir Sam. Sepertinya dia mengerti dengan maksud dari sindiranku.
“Blaire yang melatih kami.” Ricci yang sedari tadi diam mulai menimpali.
“Benarkah?” nada bicara Sam seolah ia tidak percaya dengan ucapan Ricci. Aku menatap tajam ke arah Sam, itu membuatnya diam.
“Jangan lupa ajak Rayn bersama kalian, aku sekalian ingin mengenalkan kalian pada kedua kakakku yang lain, yang mulai hari ini tinggal bersamaku.” Ricci, Dyne, dan Adia hanya mengangguk.
“Siapa Rayn?” sahut Sam.
“Kakak laki-laki Ricci.” Jawabku singkat.
“Kau dekat dengannya?”
“Aku sudah mengenalnya sejak aku masih kecil.”
“Apa dia menyukaimu?” pertanyaan Sam mulai menyebalkan. Aku tidak bisa menjawabnya karena aku tidak tau jawaban untuk pertanyaan itu.
“Iya.” Jawaban itu membuatku melihat Ricci dengan tampang bodohku. Dyne dan Adia tersedak secara bersamaan. Sementara Sam, aku tidak melihat bagaimana ekspresinya karena aku hanya melihat Ricci yang menjawab dengan ekspresi polosnya. “Rayn yang mengatakannya padaku. Dia bahkan bertanya bagaimana pendapatku kalau ia berkencan dengan Blaire.”
“Wow.” Tukas Sam singkat.
“Ricci, seharusnya kau tidak mengatakan itu padaku.” Aku hanya bisa mengusap dahiku. “Aku akan menganggap kalau aku tidak pernah mendengarnya.”
Setelah selesai makan siang, Sam menahanku duduk bersamanya untuk mengobrol lebih lama sementara Ricci, Adia, dan Dyne menungguku sambil berjalan menuju kelas berikutnya.
Aku mengambil sesuatu dari sakuku, kopi kemasan dalam kaleng kecil dan memberikannya pada Sam. “Terimakasih.” Sebelum ia sempat berbicara, aku segera berjalan pergi menyusul teman-temanku.
“Sam Geffner?” tanya Ricci yang ditujukan padaku ketika kami keluar dari area kafetaria.
“Apa?”
“Sejak kapan?”
“Aku tidak tau. Kami hanya mengobrol sebentar sebelumnya, kemarin dan pagi tadi.”
“Kenapa Sam Geffner, Blaire?” Ricci sepertinya tidak begitu senang, begitu juga dengan Dyne dan Adia. “Kau tau dia adalah laki-laki yang tidak baik. Kami sudah memberitahumu sebelumnya.”
“Ada apa dengan kalian?” Aku merasa bahwa mereka tidak seharusnya bersikap seperti ini hanya karena aku mengenal Sam.
“Yang benar adalah, ada apa denganmu Blaire?” Ricci membalik pertanyaan itu untukku. “Maaf, sepertinya lebih baik kita batalkan latihan untuk hari ini.” Setelah mengatakan itu, mereka pergi begitu saja meninggalkanku yang masih tidak mengerti kenapa mereka bersikap seperti itu padaku.
***
Jam pelajaran terakhir selesai lebih awal, itu artinya aku harus menunggu Rone lebih lama untuk menjemputku. Ia masih harus berada di academi bersama Cedric dan Clark. Aku menunggu di tempat parkir kendaraan seperti biasanya.
Aku melihat Ricci, Adia, dan Dyne tidak jauh dari sana. Mereka menghindariku, dan aku tidak tau harus melakukan apa, yang bisa aku lakukan adalah melakukan hal yang sama. Di waktu yang sama saat mereka menyadari keberadaanku, Sam menghampiriku dengan dua orang temannya, Mark dan Jhonny.
“Apa kau mau pergi keluar bersama kami?” tanya Mark.
“Kemana?”
“Tempat yang sudah tua, sebuah gudang di dekat dermaga yang sudah tidak terpakai, tempat kami biasa menghabiskan waktu luang. Bukan waktu luang juga sebenarnya.” Jelas Sam. “Sepertinya kau sedang dalam kondisi yang kurang menyenangkan, aku pastikan kau akan bersenang-senang bersama kami. Kami akan berlatih ‘menggertak’.”
Aku melihat ke arah Ricci, Adia, dan Dyne, mempertimbangkan ajakan Sam dan teman-temannya.
“Tidak perlu khawatir, kami tidak berencana untuk melakukan hal-hal yang buruk. Ada banyak anak perempuan juga yang akan bergabung di sana. Bisa di bilang kami mengikuti kelas tambahan di sana.” Jhonny membantu membujukku.
“Oke...” Aku mengalihkan perhatianku pada Sam, Mark, dan Jhonny.
Kami pergi dengan menggunakan mobil milik Sam. Dan teman-teman Sam ternyata cukup menyenangkan untuk diajak berbincang.
“So, latihan ‘menggertak’ seperti apa yang kalian lakukan di sana?” tanyaku.
“Kami berlatih beladiri di sana. Ada beberapa pelatih yang melatih kami setiap hari setelah kami pulang sekolah. Bisa dibilang kami dilatih dan dipekerjakan untuk menjadi agent keamanan pribadi.” Jelas Mark, dia terlihat lebih cerdas jika dibandingkan teman-temannya, termasuk Sam.
Saat Mark bercerita lebih banyak mengenai latihan yang mereka lakukan, handphoneku berbunyi. Panggilan dari Rone.
“Rone? Ya tuhan.” Aku mengumpat, aku berfikir bahwa Ricci, Adia, dan Dyne sudah mengatakan sesuatu pada Rone sampai Rone menghubungiku. Rone tidak pernah menghubungiku kecuali jika itu hal mendesak dan ia hendak mengomeliku.
“Ada apa?” tanya Sam.
“Kakakku.” Aku meminta mereka untuk diam sementara aku mengangkat telphoneku. “Rone?”
“Kau ada dimana sekarang?”
“Aku pergi bersama teman-temanku.”
“Bukan Ricci, Adia, ataupun Dyne. Kau pergi dengan siapa?”
“Kau serius? Temanku bukan hanya mereka, Rone. Aku bisa menjaga diriku sendiri. Sekarang, berhentilah mengkhawatirkanku.” aku menutup telphoneku begitu saja dan mematikannya, karena aku yakin kalau aku tidak melakukannya, telphoneku tidak akan berhenti berdering.
“Apa kau baik-baik saja Blaire?” tanya Mark and Jhonny.
“Aku baik-baik saja, tidak perlu khawatir.” Yang aku bisa hanya tersenyum pada mereka. “Kakakku agak sedikit bossy.”
Tidak lama kemudian kami tiba di sebuah gedung tua di area dermaga yang sudah tidak terpakai lagi. Yang mengejutkanku adalah aku tidak hanya melihat banyak sekali werewolf muda di sana, tapi juga beberapa guardian, cukup banyak dari mereka. Aku mengenal beberapa dari mereka sebagai orang kepercayaan kakek. Di sana juga ada Hugo, pelatih beladiriku saat aku berusia 7 tahun sebelum akhirnya kakek melatihku secara pribadi.
“Apa yang sedang mereka lakukan?” aku tidak mengerti dengan apa yang mereka lakukan di sana. Para guardian bersama dengan para werewolf yang tidak lain adalah ‘the outsiders’, mereka yang mangkir dari berith teentamen.
“Mereka tengah bersiap untuk berlatih.” Jawaban Mark tidak menjawab ketidaktahuanku.
“Blaire, sebenarnya kami tidak diperbolehkan untuk membawa orang luar kemari, jadi kami harus membawamu masuk diam-diam agar mereka tidak menyadari keberadaanmu.” Ucap Sam.
“Sudah terlambat Sam. Kenapa kau memberitahukan ini lebih awal padaku?” Tukasku.
Bagaimanapun caranya Sam, Mark, dan Jhonny akan membawaku masuk secara diam-diam? Para guardian akan tetap bisa menyadari keberadaanku sebagai ranker para guardian.
Rangker adalah sebutan bagi guardian tingkat atas. Tidak ada satupun dari para guardian yang tidak mengenali ranker mereka, karena saat pengangkatan rangker, semua guardian akan hadir tanpa terkecuali untuk mengenal ranker mereka. Benar saja, saat Sam berniat membawaku masuk secara diam-diam, para guardian menyadari keberadaanku. Pandangan mereka tertuju padaku.
Jhonny dan Mark yang berjalan di depanku berhenti dengan tiba-tiba. Sam dan aku secara otomatis ikut berhenti di belakang mereka.
“Maafkan saya pak.” Ucap Mark pada seseorang di hadapannya.
“Tidak, ini bukan salah Mark, ini salahku pak. Maafkan saya.” Sam angkat bicara, sepertinya mereka mendapat masalah.
Aku mengintip dari punggung Sam. Hugo, pelatihku saat aku masih kecil berdiri di sana. Aku menepuk punggung Sam dan Mark yang menghalangiku untuk bisa melihat Hugo secara langsung. Mereka memberiku ruang.
“Hai Hugo.” Sapaku. Sam, Mark, dan Jhonny terkejut melihatku. Mungkin mereka terkejut karena aku mengenalnya.
Hugo sedikit membungkuk padaku, di susul dengan para guardian lain yang membukuk memberi hormat.
“Nona.” Aku bisa melihat Sam, Mark, dan Jhonny kebingungan.
“Apa yang terjadi?” “aku tidak tau.” Mereka saling berbisik.
“Apa yang nona lakukan di sini?”
“Aku bersama Sam, Mark, dan Jhonny. Mereka membawaku kesini dengan maksud untuk mengajakku bersenang-senang. Dan aku senang bisa bertemu denganmu dan melihat ini semua. Jadi, apa kau bisa menjelaskan apa yang sebenarnya sedang kalian lakukan di sini?”
“Itu di luar kapasitas yang bisa saya lakukan nona.”
“Apakah dia juga terlibat?” aku yakin Hugo tau yang aku maksudkan adalah kakekku. Dan benar saja, Hugo mengangguk mengiyakan.
“Katakan padanya kalau aku ingin bertemu dengannya sekarang, atau aku akan marah kalau dia menyembunyikan sesuatu lagi dariku. Dan sementara kau pergi, aku akan menggantikan tugasmu di sini.”
“Baik nona.” Hugo segera pergi melakukan apa yang aku minta.
“Blaire..” aku hampir melupakan Sam.
“Tidak apa-apa Sam. Aku mengenal Hugo.” Seorang guardian bernama Geofani menghampiriku, sepertinya atas permintaan Hugo.
“Kami akan sangat senang kalau nona bisa bergabung dengan kami.” Dia memberiku baju latihan yang biasa digunakan oleh para guardian untuk berlatih.
“Tidak perlu, aku sudah memakai baju latihanku. Sementara Hugo melakukan apa yang aku minta, aku akan menggantikan tugas Hugo di sini.Katakan pada mereka untuk bersiap.”Geofani hanya menggangguk dan segera memanggil teman-temannya untuk bersiap.
Aku melepas bajuku begitu saja karena aku selalu memakai baju latihan di dalam baju yang aku pakai. “Kalian tidak bersiap untuk berlatih ‘menggertak’ bersamaku?”
“Tidak Blaire, maksudku tidak sekarang, tidak dengan mereka.” Bicara Mark menjadi terbata-bata.
“Aku tidak mengerti Mark.”
“Kami di sini dibagi menjadi 4 kelas Blaire.” Tukas Sam. “ Kelas A, Kelas B, Kelas C, and Kelas D. Kami Kelas C, dan mereka-“ Sam menunjuk ke arah Geofani. “Mereka adalah Kelas A.”
“Maafkan aku.”
“Kau tidak perlu meminta maaf pada kami Blaire.” Sahut Jhonny. “Kelas Abenar-benar menyebalkan karena mereka sangat hebat dalam hal ini.” Aku tertawa dengan olok-olok yang dibuat Jhonny.
“Jadi, kau adalah salah satu dari mereka? Para guardian?” tanya Sam.
Aku tidak ingin mengatakannya, setidaknya bukan aku yang harus mengatakannya sendiri. “Aku harus kesana, mereka sudah menunggu. Terimakasih sudah mengajakku kemari, aku akan bersenang-senang dengan ‘orang-orang yang menyebalkan’.” Aku melirik Jhonny yang tersenyum saat aku menggunakan ejekannya. Aku bergabung dengan Kelas A yang tidak hanya terdiri dari para guardian, tetapi juga para werewolf.
______________________________________________________________________
Sam, Mark, dan Jhonny bergabung dengan teman-teman mereka di Kelas C. Segerombolan guardian yang berada di kelas yang sama dengan Sam menghampirinya.
“Kau mengenalnya?” Seorang guardian yang bernama Link menunjuk ke arah Blaire ketika ia bertanya pada Sam.
“Iya.”
“Bagaimana bisa?”
“Dia berada di sekolah yang sama denganku. Kenapa? Sepertinya tidak ada satupun dari kalian yang tidak mengenal dan menghormatinya sampai harus membungkuk memberi hormat saat melihatnya.”
“Dia adalah salah satu ranker terbaik para guardian. Blaire Bailey, cucu dari Gordon Bailey, pemimpin para guardian. Kau mungkin tidak mengetahuinya, tapi kami semua mengenalnya dengan sangat baik. Dia ranker termuda di peringkat teratas yang berhasil menumbangkan Rone Bailey, kakak dan sekaligus ranker terbaik sebelum dia dalam pertandingan resmi para guardian.”
“Sepertinya kita membawa Blaire ketempat yang tepat.” Tukas Jhonny.
“Entah kenapa aku mendadak takut dengan Blaire setelah mendengar ucapanmu Link.” Sahut Mark. “Dan kau Sam, jangan sampai membuatnya marah, atau kau tidak akan bisa bernafas dengan kedua lubang hidungmu.”
“Dan di tidak mengetahui mengenai semua ini, yang terjadi di sini?” tanya Sam pada Link.
“Sepertinya begitu. Aku dengar dia dibebaskan dari sumpahnya sebagai guardian oleh Gordon Bailey dan hidup di luar lingkungan guardian dan juga dibebaskan dari pelatihan di academi. Sepertinya kabar itu memang benar.”
wah aku suka penulis menulis sesuatu yang berbeda. mantap
Comment on chapter Chapter 1 - My Memories 1