- Mencinta itu tidak selalu merasakan kebahagiaan. Jangan lupakan fakta bahwa dengan cinta semuanya dapat menjadi sangat menyakitkan. Siap? -
; Nothing Like Us. ;
•
•
•
•
Seorang gadis sedang duduk termangu di teras rumahnya, memandang langit senja dengan pandangan kosong. Ia sibuk memikirkan pesan-pesan yang hampir setiap saat masuk kedalam kolom notification pada ponselnya. Entah pagi hari, atau setelah jam makan siang, sore hari, bahkan malam menjelang waktu tidur.
Apa sekarang masih ada orang yang mau melakukan hal tersebut?
"Aysha, jaketnya sudah kering."
"Iya, Umi. Nanti Aysha setrika."
Gadis itu belum beranjak dari tempat duduknya, ia mengingat kejadian kemarin, kejadian dimana hujan turun dan ada seseorang yang menolongnya sampai rela kehujanan juga.
Flashback On
"Jangan memikirkan tentang cinta, kamu belum siap menerima segala sesuatu yang berkaitan dengan cinta. Mungkin iya, cinta memang membuat kita sering merasakan senang dan bahagia. Dan yang lebih saya tekankan, cinta bisa saja menyakiti hati sewaktu-waktu. Seperti menenggelamkan dirimu dalam lautan yang berisi jarum-jarum tajam yang siap menyerang kapanpun."
Aysha terdiam, tak percaya jika dihadapannya kini adalah orang yang ia kenal. Orang yang terkadang pedas dalam bicara dan hampir seluruh teman-temannya kesal dengan sifat arogan miliknya.
Namun, orang itu memakaikan jaket pada tubuhnya yang gemetaran.
Menasihatinya panjang lebar tanpa jeda.
Memberikan tatapan selembut sutra.
Mengusap pucuk kepalanya dengan pelan tetapi penuh afeksi.
Menggetarkan hatinya tanpa permisi.
Memberi segala pesona yang dapat menarik siapa saja dalam sekejap dan jatuh hati.
"Kenapa? Kamu kedinginan, cepat pergi sebelum kamu sakit."
Aysha memegang kepalanya yang terasa pusing, pandangannya berputar dan memburam.
"Aysha? You okay?"
Gadis itu mengangguk lemas-
"-Pak Alvaro ..."
Akhirnya, hitam pun mendominasi pandangannya kini.
"Aysha! Bangun!"
Flashback Off
Aysha berdiri dari duduknya, berniat untuk menyetrika jaket milik Gurunya yang kemarin sempat menolongnya ditengah-tengah hujan deras.
Belum ada lima langkah ia berjalan, suara motor menginterupsi pendengarannya membuat gadis itu berhenti melangkah dan berbalik arah.
"Permisi."
Aysha melongok pada gerbang rumahnya, mendapati seorang laki-laki disana.
"Tunggu sebentar!" Aysha sedikit berlari dan membuka gerbang tersebut terburu-buru, menimbulkan kekehan kecil dari tamunya yang belum melepas helm.
"Maaf, anda siapa?" tanya Aysha pelan.
Lelaki berperawakan tinggi tersebut membuka helmnya lalu membenarkan rambut dark brown miliknya yang sedikit berantakan. Hal itu malah membuat Aysha cukup kagum karena terkesan keren dan cool.
"Hai! Ingat gue?"
Pertanyaan yang langsung dibalas gelengan oleh Aysha.
Lelaki tampan tadi tersenyum, mengeluarkan satu bungkus coklat berukuran sedang dari dalam sakunya. "Ini buat lo, sebagai tanda pertemuan kita yang kedua kalinya. Fyi, gue Rey. Yang nolongin lo pas lo dihadang preman di gang kecil sana. Ingat?"
Aysha dengan ragu menerima coklat pemberian lelaki bernama Rey tersebut, ia berusaha mengingat-ingat sehingga memperlihatkan pose menggemaskan.
"Rey!! Iya iya iya aku ingat sama kamu!! Astaga, aku lupa kalau kamu itu Rey, soalnya rambut kamu beda warna. Duh, maaf sempat lupa." ucap Aysha menundukkan kepalanya guna merutuki kelemahannya yang satu itu; sulit mengingat wajah orang kalau baru sekali bertemu.
"Hahaha, lo lucu banget. Gemes." Rey mencubit pelan pipi gembil milik Aysha, "Oh iya, Sha, lo setiap hari pakai jilbab terus ya? Besok mau gue ajak ke mall nggak?"
Aysha mengangguk, "Iya, Rey. Aku lepas jilbab kalau mau tidur dan pastinya pas mandi. Loh, kamu ajak aku ke mall? Kok dadakan?"
"Nggak dadakan, buktinya ini gue nawarin lo dulu takut lo nggak mau. Kita jalan-jalan, sebagai perayaan pertemanan kita." jawab Rey sembari menyengir lucu.
"Temenan kok harus dirayakan segala, Rey? Ada-ada aja deh," Aysha tertawa geli melihat tingkah Rey yang menurutnya lucu.
"Iya dong, karena lo itu special." gumam Rey sepelan mungkin agar gadis dihadapannya itu tidak mendengar.
"Aku izin dulu sama Abi dan Umi, atau besok kamu kesini dan minta izin langsung ke mereka. Kebetulan besok hari Minggu, 'kan?" kata Aysha, dibalas anggukan singkat lawan bicaranya.
"Siap laksanakan, Bu bos! Hehehehhe." Rey dan Aysha tertawa bersama, seperti sama-sama melepas beban yang ada.
"Kamu ini apa-apaan sih, Rey. Bikin malu tau!"
"Cie cie malu, hahaha. Yaudah, langit udah mulai menggelap, matahari kayaknya iri sama lo deh, Sha." ujar Rey sambil memandang matahari yang akan terbenam.
Aysha ikut mendongak keatas, "Mataharinya kenapa iri sama aku?"
"Soalnya lo itu cantik. Kalau senyum manis, kalau ketawa merdu, bikin mataharinya minder." ucap Rey lalu mengalihkan pandangannya ke wajah Aysha yang masih setia memandang langit senja.
"Masa? Kok kamu bisa tau?"
Aysha menoleh ke arah Rey, membuat pandangan mata mereka bersitatap satu sama lain. Seolah saling menarik, membuat keduanya diam beberapa saat sampai pada akhirnya mereka tersadar dan suasana canggung pun menyelimuti sekitar.
"E-eh..." Rey menggaruk tengkuknya yang tak terasa gatal, Aysha menunduk sembari meremas gugup telapak tangannya yang terasa dingin sekali.
"Anu... G-gue pulang dulu ya, sebentar lagi maghrib. Besok gue kesini jam 10 pagi ya, Sha. Bye bye!"
Rey memakai kembali helmnya, "Jangan lupa dimakan coklatnya, nggak usah takut gemuk, lo lucu dan gemesin. Jangan ada niatan buat diet kalau lo belum sanggup."
Aysha tersenyum menanggapi perkataan Rey yang terdengar berlebihan. "Iya-iya, santai aja. Hati-hati dijalan ya, jangan ngebut."
"Siappp! Dadah!"
Rey menjalankan motornya dan mulai menjauh dari pandangan Aysha. Gadis itu masih mempertahankan senyum manisnya, mengunci kembali gerbang dan berjalan memasuki rumah dengan bersenandung riang.
Tring!
Fr: 089xxxxxxx
Maaf, Aysha.
Saya belum bisa menempati janji.
Ingat pesan kemarin?
Pesan saya ingin kerumahmu?
Maaf, saya tidak bisa.
Saya tidak bisa melihat lelaki lain.
Lelaki yang bersamamu tadi.
Senang melihatmu tertawa.
Lagi dan lagi, perasaannya terombang-ambing hari ini.
Rey?
Atau
Pengirim pesan misterius itu?
LANJOOOOTTTTT DEEEKKK <3
Comment on chapter Awal