"Menunggu bukanlah suatu hal yang mudah. Namun, jangan khawatir. Di setiap waktu, aku akan selalu menunggumu disini bersama dengan sebuncah rindu."
; Nothing Like Us. ;
.
.
.
.
.
Sudah hampir 2 minggu tidak ada pesan misterius masuk ke dalam ponselnya, Aysha Ayunindya.
Hei, apakah gadis itu terlihat sedang menunggu?
Ya.
Jawabannya adalah; Ya.
Ia penasaran, hanya pesan-pesan tersebut yang dapat membuat pipinya sering merona. Padahal, ia sendiri tidak tahu siapa yang mengirimkan pesan itu padanya.
Haruskah ia meminta bantuan kepada peretas nomor telepon?
Atau, ia bertahan untuk menunggu?
"Sha! Pagi-pagi udah ngelamun aja sih?"
"Enggak kok! Aku cuma lagi bingung aja." Jawabnya pada Anisa, sahabatnya.
"Oh iya, Sha, kemarin ada yang lihat kamu jalan bareng cowok loh." kata Fitri membuat kedua netra Aysha membola kaget.
"Serius? Siapa?" tanya Aysha bingung.
"Nggak tau. Kemarin kamu jalan sama siapa emangnya?"
Aysha menelan salivanya gusar, "A-anu ... Kemarin aku pergi sama teman baruku, namanya Rey. Ada apa?"
"Tumben kamu punya teman cowok? Umi sama Abi mu boleh?" tanya Ninda hati-hati, Aysha mengangguk mengiyakan.
"Dia izin sama Umi Abi kemarin, ternyata dia-
TING TONG
TING TONG
"Ih udah bel, pokoknya nanti kamu hutang cerita sama kita ya, Sha!"
***
Siapa yang ingin bertemu dengan seseorang yang hampir menggoyahkan hati? Mungkin sebagian akan menjawab 'Ya'. Tetapi tidak dengan Aysha, ia malu bertemu dengan penolongnya saat hujan lalu, Juvenal Alvaro Pradipta.
Takdir belum memihak,
Di perpustakaan, ia berpapasan dengan orang itu.
"Oh, Aysha?" memulai dengan sebuah sapaan ringan yang membuat mereka berdua merasa canggung.
"Y-ya, Pak. A-ada apa?" balas Aysha dengan menundukkan kepalanya, gadis itu benar-benar malu dan sedikit takut.
Alvaro tersenyum, "Jangan menunduk seperti itu. Saya ingin memperlihatkanmu ini," Ia mengambil ponsel dari dalam saku jas nya, membuka galeri dan menampakkan satu foto di depan wajah Aysha. "Ini kamu, 'kan?"
Aysha terkejut, darimana guru itu dapat fotonya bersama Rey di mall kemarin?!
"Pak, m-maafkan saya. Itu t-teman saya."
Alvaro memasang wajah tenang, menepuk bahu gadis itu dengan pelan.
"Kenapa minta maaf sama saya? Saya pernah bilang akan kasih hukuman sama kamu kalau kamu ketahuan jalan sama pria. Terbukti ya? Kamu mau saya hukum pakai apa, hm?"
"Hum ..."
kring kring
"Sebentar, saya angkat telepon dulu." Alvaro berjalan sedikit menjauh, Aysha mengangguk sebagai jawaban.
"Ya halo honey. Kamu sudah di bandara? Okay okay wait a minute i'll be there. Tunggulah disana jangan kemana-mana. Ya ya ya i miss you so much too, honey."
Pria yang menyandang status sebagai Guru Olahraga tersebut melenggang pergi keluar perpustakaan tanpa menoleh kearah Aysha yang sedang termangu di tempatnya.
"Honey? Ah, his girlfriend, right?" Aysha tersenyum sembari menganggukan kepalanya.
Gadis itu kembali membaca novel kesukaannya tanpa memikirkan sekitar. Mencoba memfokuskan pikirannya pada buku yang sedang ia baca sekarang.
"Aish! Kenapa aku kepikiran dia sih?!"
-
-
-
-
Disisi lain, Alvaro menghentikkan mobilnya di depan toko bunga. Ia berniat untuk membeli sebucket bunga mawar merah untuk perempuan yang menunggunya di bandara sedari tadi.
"Loh?" Ia menghentikkan langkah ketika melihat siluet pria yang tidak asing dimatanya.
"Cowok tengil yang di foto itu! Kenapa dia ngerangkul cewek? Maksudnya apa?" Alvaro mengepalkan tangannya emosi, melanjutkan langkahnya menghampiri pria di dalam toko sedang tertawa bahagia bersama seorang perempuan.
BUGH!
BUGH!
BUGH!
Tiga pukulan telak pada wajah tampan pria tersebut tanpa jeda membuat orang itu kaget lalu tersungkur dihiasi wajah yang sudah babak belur. Pukulan Alvaro tidak main-main kerasnya.
"Pacar gue lo apain, hah?! Ngapain lo pukul dia?! Bedebah!!" Perempuan tersebut mendorong dada Alvaro cukup kasar.
Alvaro mendecih, "Ow. Sorry, man! Kayaknya gue salah orang. But, gue lega udah pukul lo."
"Kurang ajar! Lo siapa berani pukul gue?" pria itu berusaha berdiri dengan bantuan sang pacar, menatap nyalang ke arah Alvaro.
"Gue? Pacarnya Aysha. Jangan sentuh pacar gue seujung kukupun kalau lo nggak mau merenggang nyawa di tangan gue!" ujar Alvaro meninggikan volume suaranya, berjalan keluar dengan senyuman mengerikan membuat siapa saja disana merinding.
"Rey, kamu nggak apa-apa? Sayang, aku khawatir banget."
"Pacarnya Aysha? Oh, permainan semakin menyenangkan." batin Rey seraya tersenyum miring.
"Rey? Kamu kenapa malah senyum-senyum gitu?"
Rey kembali merangkul pacarnya, "Aku nggak apa-apa, baby. Yuk lanjutin beli bunganya."
**
Alvaro telah sampai di Bandara, tak lupa membenarkan jas serta rambutnya agar terlihat lebih rapi. Lalu menyembunyikan bucket bunga yang tadi ia beli di belakang tubuhnya disertai senyuman semanis madu.
Orang-orang yang berpapasan dengan pria itu tersenyum malu-malu, terlebih lagi kaum hawa yang terpesona dengan paras tampan milik Alvaro.
Ia hanya menanggapi sapaan perempuan-perempuan disana dengan senyuman memabukkan. Membuat mereka menjerit senang seperti bertemu dengan idola dalam negeri maupun luar negeri.
"Oh, honey!"
Alvaro mempercepat langkahnya menghampiri seorang perempuan cantik sedang berdiri sendirian sembari memasang wajah cemberut.
"Miss you, babe."
Mereka berdua melepas rindu dengan sebuah pelukan singkat.
"Lama banget sih jemputnya? Aku capek tau nungguinnya disini kayak cacing kepanasan!"
"Sorry, honey. Yaudah, yuk pulang. Atau mau jalan-jalan?" Alvaro mengedipkan sebelah matanya.
"Aku mau jalan-jalan sama kamu. Yuk?"
"Call!"
Mereka berdua pun berlalu dari bandara ditemani dengan gurauan-gurauan romantis dan lucu.
Siapa perempuan itu?
Bagaimana nasib Aysha dan pertemanannya dengan Rey?
Suka suka suka sekali sama ceritanya dek<3
Comment on chapter PROLOG