"Terimakasih ya, Pak, udah mau antar pulang,"
Alvaro melepas helm-nya, "Sama-sama, Sha. Duh, orangtuamu ada di dalam?"
"Ada, Pak, jadi izin kah?" tanya Aysha tersenyum geli. Terlihat raut wajah Alvaro yang sedikit pucat.
"J-jadi dong! Saya kan pemberani, hehehehe,"
Sumpah. Alvaro sangat garing namun, Aysha tertawa pelan dan Alvaro seperti tersihir melihat tawa gadis itu.
Seratus persen cantik.
Alvaro agak menyesal karena dulu pas pertama bertemu, ia mengejek tubuh Aysha yang gemuk.
Nyatanya, Aysha memiliki pancaran kecantikan dari dalam dirinya.
Dan, Alvaro terpana akan hal tersebut.
"Emm, Pak? Kenapa malah bengong? Ayuk masuk ke dalam rumah saya,"
"I-iya, Dek."
Aysha merona, "Pak, kok panggilnya gitu?"
Memang benar, mereka berdua hanya terpaut usia tiga tahun. Tetapi, tetap saja Aysha malu. Alvaro kan gurunya.
"Loh, emang saya bilang apa tadi?"
Aysha menggembungkan pipinya imut, "Hish! Sudah lupakan, ayo masuk, Pak."
****
"Assalamualaikum,"
"Waalaikumsalam, Nak,"
Aysha dan Alvaro langsung menyalami wanita cantik paruh baya disana.
"Umi, ini Pak Gurunya Aysha. Namanya Pak Alvaro," ujar gadis yang memiliki pipi tembam tersebut.
"Permisi, selamat sore, Bu,"
"Sore juga, Pak Guru, boleh tahu umur bapak?" tanya Umi sembari tersenyum.
Dari sini Alvaro paham, senyuman cantik milik Aysha diturunkan oleh sang Umi.
"Saya Alvaro, umur saya dua puluh tahun, Bu," jawab Alvaro membalas senyuman itu, sedikit melirik Aysha yang sedang menahan tawa.
"Oh iya, mari duduk dulu, Pak, saya ambilkan minum sebentar,"
Alvaro menggeleng pelan, "Tidak usah, Bu. Saya disini ingin meminta izin kepada Ibu,"
"Izin apa? Izin menikahi anak saya? Jangan dulu, maaf ya, Pak. Anak saya masih harus melanjutkan pendidikannya agar kelak menjadi orang sukses. Kalau Anda meminta izin sekarang, tentu saja saya dan suami saya belum memperbolehkan,"
Hening.
Hening.
Hening.
Alvaro dan Aysha saling berpandangan, mengernyit bingung dengan balasan sang Ibunda tercinta.
"Umi, maksud Pak Alvaro tuh bukan kayak gitu," setelah tersadar dari segala keterkejutan di hari ini, Aysha memeluk pelan tubuh Ibunya dari samping. Sedikit merengut lucu.
"Iya, Bu, kalau boleh saya mau mendaftar jadi calon suami Aysha dari sekarang," tukas Alvaro dengan tawanya yang garing. Namun, Umi Aysha ikut tertawa.
"Pak Alvaro, apa-apaan sih!" Pipi Aysha memerah menahan malu.
"Bisa aja kamu, Nak Alvaro. Kalau boleh tahu, kalian mau minta izin kemana?"
"Begini, Bu, sebentar lagi Aysha akan melaksanakan Ulangan Tengah Semester, jadi saya berniat untuk mengajak Aysha refreshing sebentar namun tetap membawa buku nanti," balas Alvaro dengan penjelasan yang rinci. Supaya Umi tidak salah paham.
"Baiklah, kalian saya izinkan. Kebetulan suami saya masih di kantor, coba saja lain kali kamu izin dengan Abi nya Aysha, sudah dipastikan kamu mati gaya, Nak," canda Umi menepuk-nepuk pelan bahu Alvaro yang nyatanya lebih tinggi daripada Umi dan Aysha, jelas.
"Waaah, terimakasih, Umi! Aysha sayang sama Umi!" Gadis itu mengecup pelan pipi sang Umi, "Pak Guru, sebentar ya, saya ingin berganti pakaian dan membawa buku."
"Iya, Sha. Saya pasti menunggumu, princess,"
Uhuk.
****
Sekarang, Alvaro dan Aysha telah sampai pada salah satu pusat perbelanjaan.
"Pak, kenapa kesini? Jangan buang-buang uang, Pak, kita belajar saja tidak apa-apa kok,"
Alvaro menebar senyum, mencubit pipi tembam milik Aysha yang menggemaskan, "Kalau saya ajak kamu main TimeZone, kamu mau?"
Mendengar tawaran tersebut, netra Aysha membola kaget, "Serius, Pak? Saya mauuuu!"
"Lucu banget sih, Sha," gumam Alvaro menahan senyumnya.
"Eh, apa, Pak?"
"Hehehe. Nggak apa-apa, yaudah yuk?"
"Ayuk!"
- - -
Tidak terasa, mereka berdua telah menghabiskan waktu di tempat bermain itu selama empat jam lamanya. Terlalu asik, dan mereka berdua tampak seperti pasangan muda yang romantis.
"Aysha, kamu senang?"
Aysha mengangguk semangat, "Senang, Pak! Terimakasih banyak ya, Pak Al, sudah mau repot-repot mengajak saya kemari."
"Tidak apa-apa, santai saja. Oh iya, pasti kamu lapar, 'kan? Saya lapar nih, cari tempat makan setelah itu kita belajar ya?" tanya Alvaro, pemuda itu tidak kuasa untuk tidak mencubit gemas pipi Aysha.
"Paaaak! Pipi saya jangan dicubit terus, sakit tau,"
Alvaro menampilan cengiran khasnya, "Hahaha, habisnya kamu gemesin banget. Lucu gitu, saya kan jadi gemes."
Aysha menunduk, menyembunyikan rona merah muda yang tercetak jelas dalam kedua pipinya. Entah sudah keberapa kalinya Alvaro membuat gadis itu merasa malu dan merona.
"Jangan gombal, Pak. Yasudah, jadi makan tidak, Pak?" Aysha cukup pintar mengalihkan pembicaraan rupanya.
"Saya tidak gombal, saya serius kalau kamu itu emang lucu. Jadi dong, yuk,"
Alvaro mengadahkan tangannya, "Aysha?"
Mendengar namanya dipanggil, "Iya, Pak? Tangan bapak kenapa diangkat gitu?"
Lugu, Alvaro harus sabar dengan ketidakpekaan anak didiknya.
"Begini,"
Alvaro menarik pelan lengan Aysha, "Saya izin genggam tanganmu ya. Takut kamu hilang disini diculik penjahat, Hehehehe."
Lagi, kesekian kalinya, Aysha merona dan jantungnya berdebar tidak karuan.
"I-iya, Pak."
Akhirnya, mereka berdua pun keluar dari arena game sembari bergandengan tangan. Tertawa bersama dengan lelucon-lelucon yang mereka ciptakan.
Banyak pasang mata yang memandang mereka dengan tatapan iri, sekaligus tatapan senang karena Alvaro tipe-tipe pemuda yang gentle. Siapa sih, yang tidak mau menjadi pacar dari seorang Juvenal Alvaro Pradipta? Ganteng, tinggi, tegap, dan keren. Yakin kalian tidak ingin mendaftar?
Namun, kesenangan Alvaro dan Aysha tidak akan merasa tenang. Karena, ada beberapa mata-mata yang mengawasi mereka.
"Kurang ajar! Siapa gadis gemuk itu? Berani sekali dia bergandengan tangan dengan Alvaro! Liat saja, tunggu waktu yang tepat untuk menyingkirkanmu dari hadapan Alvaro."
Suka suka suka sekali sama ceritanya dek<3
Comment on chapter PROLOG