Read More >>"> Untuk Reina (Dia Yang Kembali) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Untuk Reina
MENU
About Us  

Menatap penuh bahagia saat melihat seseorang yang dirindukannya telah kembali. Reina berdiri di ambang pintu melihat ke dalam ruangan itu dimana Shaka berada. Cowok itu tengah tersenyum meski masih terlihat lemah. Senyuman yang dia tujukan pada lawan bicaranya, Sheila.

Sheila juga mendapatkan kabar dari rumah sakit tentang keadaan Shaka. Gadis itu sama terharu dan bahagianya seperti Reina. Sheila datang lebih dulu dari Reina dan kini cewek itu tengah berbincang-bincang dengan Shaka.

Reina mundur menutup kembali pintu ruang rawat itu perlahan tak ingin mengganggu Sheila dan Shaka, meski sebenarnya dia ingin bertemu Shaka. Memeluk cowok itu, alih-alih memeluk Shaka, Reina justru memeluk Riga yang sedari tadi diam berdiri di belakangnya. Sesaat Riga sempat kaget karena Reina memeluknya tiba-tiba, namun akhirnya Riga membalas pelukan Reina.

“Gue seneng lihat Shaka siuman, gue seneng lihat Sheila bahagia.” tutur Reina masih mendekap erat tubuh kekasihnya di depan pintu kamar rawat Shaka. Riga tak bicara apapun, cowok itu hanya tersenyum sambil mengusap-usap lembut rambut Reina.

“Ekhm! Minggir dong gue mau masuk.” ucap Abdi yang baru saja datang. Sontak saja hal itu membuat Riga dan Reina langsung mengurai pelukan mereka.

“Eh, Abdi... jangan masuk sekarang.” ucap Reina.

“Kenapa?”

“Shaka lagi sama Sheila, biar mereka berdua dulu. Sheila pasti kangen banget sama Shaka.”

“Gue juga kangen.” Abdi menerobos masuk menyingkirkan Riga dan Reina yang menghalangi pintu. Reina sedikit terdorong oleh perbuatan Abdi, cewek itu mendengus kesal pada sepupunya.

Membiarkan Abdi masuk, Reina tetap memilih di luar. Cewek itu menarik Riga untuk duduk di kursi yang berada di luar kamar rawat. Reina merasa kalau dirinya hari ini sangat membutuhkan sosok Riga untuk berada di sampingnya. Cewek itu memeluk lengan Riga dan bersandar pada bahu kekar kekasihnya itu.

“Shaka itu sama kayak gue, anak angkat. Orang tua angkatnya sibuk kerja, mereka ada di luar negeri. Mungkin mereka akan ke sini karena dapat kabar Shaka udah siuman,” lirih Reina menceritakan Shaka.

Sedangkan Riga menatap lurus pada dinding putih di depan matanya. Cowok itu membiarkan Reina tetap bersandar dan bercerita banyak hal tentang Shaka. “Sebelum Shaka kecelakaan sebenarnya Shaka mau bilang cinta sama Sheila, karena dia sadar kalau yang selama ini ada buat dia itu Sheila bukan gue, tapi belum sempet Shaka ngomong dia udah koma duluan sampai Sheila terus-terusan salah faham sama gue,”

Diam beberapa saat kemudian Reina kembali bicara. “Shaka itu bawel, dia bisa lebih cerewet dari gue. Dia juga peka sama lingkungan, peduli sama semua orang. Dulu waktu SMP banyak cewek-cewek yang salah faham sama kebaikan dia, mereka kira Shaka suka padahal uma baik aja sama mereka. Riga?”

Barulah Riga mengalihkan pandangannya pada Reina yang enggan menjauhkan kepalanya dari bahu Riga. “Apa?” tanya Riga lirih.

“Gue jatuh cinta.”

“Sama?”

Tak ada jawaban atas pertanyaannya itu. Riga menoleh sedikit menundukan kepalanya agar bisa melihat Reina dengan jelas. Mata Reina terpejam dengan deru nafas teratur. Cewek itu terlelap, Riga membenarkan posisi kepala Reina agar kekasihnya itu berada dalam dekapannya bersandar pada dada bidangnya.

Riga menumpukan dagunya pada kepala Reina. Kedua tangan kekarnya mendekap hangat Reina yang terlelap. Entahlah, Riga sendiri tak mengerti mengapa kekasihnya itu mudah sekali terlelap tanpa peduli dimana dirinya berada. Kini keduanya hanya saling diam membunuh waktu tanpa suara.

“Reina, Shaka pengen ketemu.” ucap Abdi yang baru saja keluar dari ruangan itu.

“Tidur,” balas Riga tanpa melihat pada Abdi. “Kayaknya dia kecapean.”

Abdi menghampiri, cowok itu berlutut di depan Reina memperhatikan wajah manis sepupunya yang terlelap, lalu Abdi menatap Riga. “Bawa pulang aja, kasihan.”

“Hmmm,” Riga membopong tubuh Reina secara perlahan tak ingin tidur nyenyak kekasihnya itu terusik. Sangat perlahan seakan tubuh Reina adalah sesuatu yang rapuh dan mudah patah.

“Hati-hati,” ujar Abdi begitu Riga mulai melangkah.

“Hmmm,”

Abdi tersenyum melihat bagaiman cara Riga memperlakuan sepupunya itu, sekalipun ada rasa khwatir dalam dirinya. Abdi tahu bahwa tak seharusnya dia berpikiran buruk seperti itu, tapi mengingat kejadian yang terjadi sebelumnya dia tetap merasa khawatir.

Abdi kembali masuk ke dalam ruangan itu. Ada Sheila yang tak henti-hentinya tersenyum. “Mau pulang, Shei?” tanya Abdi.

“Gak mau, gue mau di sini aja nemenin Shaka.” Sheila merajuk, cewek itu menggenggam erat tanga kanan Shaka.

“Reina mana?” tanya Shaka. Tangannya bergerak mengusap rambut Sheila.

“Pulang sama cowoknya.”

“Punya pacar?”

“Hmmm, temen sekolahnya,” Abdi menarik kursi kosong agar bisa duduk berdekatan dengan Shaka dan Sheila. “Shei, lo udah dengerkan penjelasan dari Shaka kalau semua ini gak ada sangkut pautnya sama Reina, jadi...”

“Berhenti menyalahkan Reina, gitu kan maksud lo?” potong Sheila menghentikan kalimat Abdi.

“Dia gak salah.”

“Susah, sakit.”

Abdi mendesah tak tahu lagi bagaiman menjelaskan semuanya pada Sheila. Cowok itu menunduk mencari kata yang tepat atau apalah agar Sheila mengerti. Melihat semua itu akhirnya kini Shaka yang bicara.

“Malam sebelum aku kecelakaan sebenarnya ada hal yang mau aku omongin ke Reina, dan kamu,” Shaka menarik nafas sebelum melanjutkan kalimatnya. Sheila dan Abdi langsung menatap cowok itu. “Pertama penyebab kecelakaan orang tua kalian, gue lihat seseorang....arrghhh,” Shaka mengerang kepalanya tiba-tiba saja terasa begitu sakit.

Sheila dan Abdi langsung panik. “Jangan mikir yang macem-macem dulu, kamu harus banyak istirahat.” Sheila membantu Shaka kembali berbaring dan menyelimutinya.

“Shei, malam itu...”

“Udah, gak usah di bahas. Istirahat ya.” permintaan Sheila tak bisa lagi dibantah, terlebih rasa sakit di kepalanya semakin menjadi. Akhirnya Shaka memutuskan menunda apa yang seharusnya dia ceritakan. Fisiknya masih lemah, dia harus banyak istirahat. Masih ada waktu untuk dirinya kembali bicara. Esok hari.

 

***

Aku akan tetap tertawa,

Sekalipun terluka.

Aku tak peduli hampa,

Karena asa selalu ku bawa.

Aku akan tetap menari,

Dalam perjalananku mencari.

Sekalipun tersakiti

Oleh krikil tajam yang menusuk kaki.

Reina Fillosa, sudut sepi kamarku.

 

Hai... malam katakan pada angin,

Aku tak ingin dingin.

Aku ingin hangat,

Seperti langit senja yang merona.

Yang tak pernah membuatku merana.

Tak seperti angin malam, memeluku erat

Tanpa iba. Dingin, menggigil seorang diri.

Tak sanggup aku berlari,

Kecuali mati yang menghampiri.

 

Di tulis oleh tangan Reina Fillosa yang punya otak pas-pasan.

 

Lembar demi lembar Riga membuka dan membaca tulisan-tulisan dalam buku harian milik Reina yang bersampul cokelat itu. Riga baru menyadari bahwa Reina cukup berbakat dalam menulis puisi. Cowok itu tersenyum lalu melirik seorang Reina yang terlelap di sebelahnya.

Riga membawa Reina pulang dalam keadaan tidur. Sejak Reina tertidur di rumah sakit itu, sampai sekarang berada di kamarnya Reina belum juga bangun. Riga mengantar Reina pulang membawa gadis itu dalam gendongannya. Dirinya baru mengetahui bahwa kamar Reina tak berada di dalam rumah, melainkan terpisah di belakang rumah.

Seakan bisa merasakan bagaimana terasingnya Reina, Riga memutuskan untuk menemani kekasihnya itu. Cowok itu kini bersandar pada headboard tempat tidur Reina yang sebenarnya terlalu sempit untuk dua orang. Di tangannya ada buku harian milik Reina yang entah sudah berapa kali dia bolak-balik hanya untuk mengulang tulisan-tulisan kekasihnya yang berupa kumpulan puisi dan prosa wakil dari segala perasaan Reina.

“Kak..” lirih Reina dalam tidurnya.

Riga menoleh memperhatikan dengan baik-baik wajah Reina. Ada guratan-guratan halus di keningnya, ada kecemasan yang tersirat di sana. Riga diam mengamati wajah Reina, lalu tangannya bergerak mengusap kening kekasihnya itu menghilangkan kerutan pada kening Reina. Perlahan Reina kembali terlihat tenang, Riga mengulas senyum sebelum mencium kening Reina.

Tiba-tiba saja terdengar suara gaduh dari luar. Seperti sesuatu yang terjatuh. Riga menajamkan pendengarnya, hening. Tak lagi ada suara, meski begitu dia tetap beranjak dari tempatnya. Menyibak tirai yang menutupi jendela kaca. Dengan bantuan cahaya lampu taman Riga mengamati bagian luar kamar Reina.

Sepi dan tak ada siapapun. Masih menyimpan rasa penasaran, cowok itu memutuskan untuk keluar. Dibukanya pintu kayu itu perlahan sebelum melangkahkan kaki kirinya keluar. Keadaannya masih sama sepi, tak ada siapun.

Kembali mengedarkan pandanganya kini Riga mendapati sesuatu di bawah kakinya. Sebuah vas bunga milik Reina dalam keadaan hancur. Riga merendahkan tubuhnya untuk mengamati vas bunga yang terbuat dari tanah liat itu. Mengingat posisi sebelumnya, vas bunga itu berjajar rapi di depan pintu masuk, namun sekarang berada sedikit lebih jauh dari vas yang lainnya.

Kemungkinan besar vas itu tak sengaja ditendang. Jika hanya tersenggol kucing tak akan sampai hancur separah itu. Tendangnya pasti kuat, seseorang terburu-buru karena kaget. Riga terdiam memikirkan kemungkinan yang terjadi.

Di belakang Riga seseorang berdiri dengan tongkat baseball mengayun ke udara tanpa disadarinya. Orang yang selama ini diam-diam selalu mengamati Riga dan Reina. Orangnya bertahan di persembunyiannya, namun hari ini tidak. Orang itu sudah tak tahan lagi untuk segera melenyapkan nyawa Riga sama ketika dirinya melenyapkan orang-orang sebelum Riga.

Tongkat itu siap memecahkan kepala Riga. Perlahan orang yang menutupi wajahnya dengan masker itu mengambil ancang-ancang. Namun suara nyaring Reina terdengar membuat orang itu kembali menyembunyikan dirinya.

“Riga?” panggil Reina dari dalam kamarnya membuyarkan rencana orang itu. Merasa terpanggil Riga langsung masuk dan menutup pintu kembali pintu kamar itu. Sedangkan seseorang itu mendesah kesal karena rencananya gagal.

“Lo bangun? Kenapa?”

“Tadi gue mimpi buruk tentang lo. Gue mimpi lo kenapa-napa,” tutur Reina langsung memeluk Riga begitu cowok itu duduk di sampingnya. “Ga, gue takut kehilangan lo kayak gue kehilangan ayah, mama Hilda dan kak Aresh.”

“Kenapa sekarang jadi penakut?”

“Gak tahu, tapi ini rasanya sama kayak yang udah-udah. Gue beneran takut, Ga.”

“Tenang, gue bisa jaga diri,” Riga membantu Reina kembali berbaring. “Tidur lagi ya, gue temenin.” tuturnya sambil kembali menyelimuti Reina. Reina tak langsung memejamkan matanya. Cewek itu menatap Riga penuh dengan kecemasan. Mengerti akan sorot mata itu Riga tersenyum mengusap rambut Reina. “Jangan terlalu khawatir dengan hal-hal yang belum tentu. Jangan takut, kalau lo takut lo bisa mati kerena ketakutan lo itu. Tidur lagi ya.”

“Ga?”

“Apa lagi sayang?”

Reina sempat kaget mendengar kata sayang dari bibir Riga. Pasalnya selama ini mereka hanya menjalin hubungan pacaran tanpa mengatakan kata-kata cinta. Kata sayang yang baru saja terucap itu berhasil membuat Reina malu sampai harus menyembunyikan wajahnya dengan kedua telapak tangannya.

Menyadari bahwa Reina sedang merona malu Riga langsung meniadakan jarak diantara mereka. Cowok itu ikut berbaring di ranjang sempit Reina. Memeluk Reina sangat erat lalu menciumi puncak kepala Reina berkali-kali. Merasakan detak jantungnya yang bertalu sangat cepat.

“Gue jatuh cinta, Ga.” lirih Reina dalam dekapan Riga.

“Lo udah bilang itu di rumah sakit, tapi gue belum tahu sama siapa lo jatuh cinta.”

“Sama cowok.”

Riga terkekeh geli sebelum sedikit menjauhkan wajahnya agar bisa menikmati cantiknya wajah Reina yang masih dalam dekapannya. Tangan kanannya bergerak mengusap sisi wajah Reina dengan lembut. “Namanya,”

“Nama apanya?” Reina memutar pertanyaan ingin mengoda Riga. Matanya menatap wajah tenang yang akhir-akhir ini membuat detak jantungnya selalu tak menentu.

“Nama cowok yang udah buat lo jatuh cinta.”

Reina mengambil tangan Riga yang sedari tadi mengusapi wajahnya untuk dibawa pada dadanya. Tempat dimana jantungnya berada, jantung yang kini berdebar sangat kencang. Sesaat keduanya diam merasakan detak jantung Reina.

“Kedengeran gak? Sekarang detak jantung aku sama kayak kamu. Kencang,” ucap Reina dengan tangannya yang masih menggegam tangan Riga yang berada di atas dadanya. Cewek itu bahkan merubah panggilan menjadi aku-kamu. “Udah hampir seminggu detak jantung aku gak karuan. Aku jatuh cinta sama kamu.”

Riga tersenyum lalu kembali membawa Reina dalam pelukkanya. Cowok itu menumpukan dagunya di atas kepala Reina. “Orang kalau mau pacaran itu jatuh cinta dulu baru pacaran. Lo malah pacaran dulu baru jatuh cinta.”

Aku-kamu, kitakan pacaran.”

“Iya, sayang.”

Keduanya sama-sama diam menikmati irama jantung masing-masing sampai kantuk menghampiri dan perlahan keduanya terpejam menjemput mimpi indah mereka sendiri.

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (6)
  • yurriansan

    Ceritamu menarik dari awal, apalgi pggmbran tokohmu. manusiawi bget, (ada kelamahnnya) suka. tapi aku baca masih bnyak yg typo. bnyk hruf yng kurang juga.
    dan ini kan chapternya sudah ada judul, jdi di body text kya'nya gk perlu ditulis lgi judul chpternya. kalau mau di tulis enternya kurang kebawah. semangat yaaa

    Comment on chapter Pertemuan Yang Buruk
  • yellowfliesonly

    @lanacobalt tidak ada Adit di sini, adanya abdi. haha....

    Comment on chapter Takut Yang Enggan Pergi
  • lanacobalt

    Saya menebak pria berjaket merah itu bukan Aresh, tapi Adit. hahaha
    Saya suka tokoh Reina, terkadang orang yang ceria belum tentu tidak punya masalah.
    Ditunggu kelanjutannya, semangat nulisnya.
    Jangan lupa mampir ke ceritaku, ya.

    Comment on chapter Takut Yang Enggan Pergi
  • Ahnafz

    Duh Reina bikin gemes aja :)

    Comment on chapter Pertemuan Yang Buruk
  • Awaliya_rama

    Duh, Riga dipacarin doang tp, gak dicintai

    Comment on chapter Permintaan Maaf
  • Kitkat

    Next kak hehe

    Comment on chapter Riga Si Anak Rumahan
Similar Tags
NADA DAN NYAWA
13214      2512     2     
Inspirational
Inspirasi dari 4 pemuda. Mereka berjuang mengejar sebuah impian. Mereka adalah Nathan, Rahman, Vanno dan Rafael. Mereka yang berbeda karakter, umur dan asal. Impian mempertemukan mereka dalam ikatan sebuah persahabatan. Mereka berusaha menundukkan dunia, karena mereka tak ingin tunduk terhadap dunia. Rintangan demi rintangan mereka akan hadapi. Menurut mereka menyerah hanya untuk orang-orang yan...
Enigma
1404      769     3     
Inspirational
Katanya, usaha tak pernah mengkhianati hasil. Katanya, setiap keberhasilan pasti melewati proses panjang. Katanya, pencapaian itu tak ada yang instant. Katanya, kesuksesan itu tak tampak dalam sekejap mata. Semua hanya karena katanya. Kata dia, kata mereka. Sebab karena katanya juga, Albina tak percaya bahwa sesulit apa pun langkah yang ia tapaki, sesukar apa jalan yang ia lewati, seterjal apa...
My Idol Party
1062      547     2     
Romance
Serayu ingin sekali jadi pemain gim profesional meskipun terhalang restu ibunya. Menurut ibunya, perempuan tidak akan menjadi apa-apa kalau hanya bisa main gim. Oleh karena itu, Serayu berusaha membuktikan kepada ibunya, bahwa cita-citanya bisa berati sesuatu. Dalam perjalanannya, cobaan selalu datang silih berganti, termasuk ujian soal perasaan kepada laki-laki misterius yang muncul di dalam...
Warna Rasa
10842      1861     0     
Romance
Novel remaja
My Doctor My Soulmate
61      55     1     
Romance
Fazillah Humaira seorang perawat yang bekerja disalah satu rumah sakit di kawasan Jakarta Selatan. Fazillah atau akrab disapa Zilla merupakan seorang anak dari Kyai di Pondok Pesantren yang ada di Purwakarta. Zilla bertugas diruang operasi dan mengharuskan dirinya bertemu oleh salah satu dokter tampan yang ia kagumi. Sayangnya dokter tersebut sudah memiliki calon. Berhasilkan Fazillah menaklukkan...
I'il Find You, LOVE
5494      1475     16     
Romance
Seharusnya tidak ada cinta dalam sebuah persahabatan. Dia hanya akan menjadi orang ketiga dan mengubah segalanya menjadi tidak sama.
Ketika Kita Berdua
31632      4306     38     
Romance
Raya, seorang penulis yang telah puluhan kali ditolak naskahnya oleh penerbit, tiba-tiba mendapat tawaran menulis buku dengan tenggat waktu 3 bulan dari penerbit baru yang dipimpin oleh Aldo, dengan syarat dirinya harus fokus pada proyek ini dan tinggal sementara di mess kantor penerbitan. Dia harus meninggalkan bisnis miliknya dan melupakan perasaannya pada Radit yang ketahuan bermesraan dengan ...
Langit Jingga
2498      841     4     
Romance
"Aku benci senja. Ia menyadarkanku akan kebohongan yang mengakar dalam yakin, rusak semua. Kini bagiku, cinta hanyalah bualan semata." - Nurlyra Annisa -
Sisi Lain Tentang Cinta
721      388     5     
Mystery
Jika, bagian terindah dari tidur adalah mimpi, maka bagian terindah dari hidup adalah mati.
Rembulan
760      420     2     
Romance
Orang-orang acap kali berkata, "orang yang gagal dalam keluarga, dia akan berhasil dalam percintaan." Hal itu tidak berlaku bagi Luna. Gadis mungil dengan paras seindah peri namun memiliki kehidupan seperti sihir. Luna selalu percaya akan cahaya rembulan yang setiap malam menyinari, tetapi sebenarnya dia ditipu oleh alam semesta. Bagaimana rasanya memiliki keluarga namun tak bisa dianggap ...