Loading...
Logo TinLit
Read Story - Lingkaran Ilusi
MENU
About Us  

"I have stood for thousands of years and have not faltered;

the day I met you,

my legs shook,"

(Unknown)

Brama menghentikan mobilnya di sebuah area parkir rumah sakit. Pemuda itu berjalan angkuh seraya melemparkan tatapan tajam pada ke sekeliling penjuru rumah sakit.

Setelah kejadian di taman kota beberapa saat lalu, Ia akhirnya menguatkan hati untuk kembali mengunjungi tempat ini. Meski sebenarnya, ia membenci rumah sakit. Baginya, rumah sakit adalah tempat dimana kesedihan dan keputusasaan berkolaborasi menjadi satu untuk menghadirkan rasa sesak yang tidak bisa dapat definisikan.

Pemuda itu memasuki sebuah ruangan yang sangat dikenalinya. Tanpa menunggu dipersilakan, ia duduk di sofa yang di letakkan di ujung ruangan. Mata gelapnya memandang ke setiap sudut. Bibirnya tersenyum miring. Satu tahun lalu, ia pernah hampir membunuh seorang dokter di ruangan ini.

“Bagaimana kabar anda? Sudah lama kita tidak bertemu,” Brama menyeringai.

Dokter berusia sekitar lima puluh tahun tersebut terdiam. Raut wajahnya tampak kaget, sembari melemparkan pandangan tidak percaya pada Brama. Setelah satu tahun, akhirnya mereka kembali dipertemukan. Beberapa detik kemudian, pria itu berhasil menguasai kembali dirinya.

“Brama? Ngapain kamu di sini?” Hendra bertanya dingin.

Brama menaikkan sebelah alisnya. "Untuk meminta satu hal pada anda," Ia melangkah mendekati Hendra. “Bunuh Firza Juniandar!”

Hendra terkesiap mendengar pernyataan itu. Ia tidak menyangka bahwa Brama akan menyatakan hal itu sekali lagi di hadapannya. Ada kekhawatiran yang menyergap dalam dadanya. Namun, laki-laki itu dengan cepat menepisnya.

“Kamu yang harusnya menghilang, Brama. Kehadiran kamu adalah sebuah kesalahan,” Hendra berucap dingin. Matanya menatap lurus manik mata jelaga di hadapannya.

Brama tertawa hambar. Kedua mata elangnya menyiratkan kemarahan terpendam. Luka serta keputusasaan berbaur menjadi satu pada sorot mata jelaga itu. Ia melemparkan tatapan membunuh pada Hendra. Namun, laki-laki itu sebisa mungkin tetap berdiri tegap.

“Berengsek!” Brama menggebrak meja di hadapannya. “Sebesar itukah keinginan kalian melihat gue mati? Apa hebatnya laki-laki pengecut seperti Firza hingga membuat kalian berusaha begitu keras untuk melindunginya?!”

Brama berteriak penuh kemarahan. Rahangnya mengeras. Pemuda itu menatap frustasi dan penuh keputusasaan. Tapi, Hendra bisa menangkap dengan jelas sesuatu yang lain dari sorot mata pemuda itu –sebuah permohonan. Brama ingin diselamatkan. Pemuda itu memohon untuk diselamatkan.

Brama melangkah lebih dekat pada Hendra, mendorong laki-laki itu hingga punggungnya membentur dinding. Tangan kanannya terkepal, siap untuk melayangkan pukulan pada laki-laki paruh baya yang kini berada di bawah kendali tubuhnya.

Brama melayangkan tinjunya. Namun ia sengaja membuatnya meleset, dan menghantam dinding. Tepat di samping kepala Hendra.

“Jika anda tidak bisa melindungi saya, maka anda juga tidak akan bisa melindungi Firza!” suara pemuda itu penuh penekanan dan gejolak kemarahan.

Brama melangkah menuju pintu keluar dengan langkah lebar. Meninggalkan Hendra yang masih tampak kaget begitu saja.

Pemuda itu berjalan angkuh di koridor rumah sakit. Penampilannya yang jumawa mengundang banyak pasang mata untuk menatap ke arahnya. Brama tersenyum miring, menunjukkan pesonanya yang membuat orang lain tidak bisa untuk tidak menoleh ke arahnya dua kali.

Salah satu alasan yang membuatnya bertekad begitu kuat untuk tetap bertahan adalah Clarissa –gadis yang diselamatkannya beberapa jam lalu. Sebuah harapan lain diam-diam menyelinap dalam hatinya. Ia hanya ingin diberi kesempatan untuk bisa bertemu lagi dengan gadis itu.

Sebuah anak panah melesat cepat dan menancap tepat di area double bull pada papan darts. Segaris senyum puas tercetak jelas di wajah Brama. Mata elangnya menatap tajam di tempat anak panah tersebut menancap, sementara tangannya sibuk memutar-mutar anak panah lain yang sudah siap untuk diluncurkan.

Brama kembali menarik tali busur ke belakang dengan tarikan penuh. Matanya menatap lurus pada papan darts, mengambil ancang-ancang sebelum melepaskan anak panah. Hanya beberapa detik, anak panah tersebut kembali melesat dan menancap dengan jarak beberapa millimeter dari anak panah sebelumnya.

Brama tersenyum miring melihat hasil panahannya, lantas beranjak meletakkan busur panah tersebut di sudut ruangan. Pemuda itu menyeret kakinya menuju mini bar yang berada di tengah ruangan. Jemari tangannya bergerak mengambil sebatang rokok dari dalam saku dan memantik api untuk membakar benda tersebut.

Brama mengisap rokoknya dalam-dalam. Ia mengembuskan napas, mengeluarkan kepulan asap putih yang bergerak memenuhi ruangan. Aroma tembakau terbakar menguar dari sebatang rokok yang ia selipkan di antara jari telunjuk dan jari tengah. Mata pemuda itu menerawang, memandang sesuatu yang sama sekali tidak ada di hadapannya.

Tangannya bergerak pelan, meraih sekaleng bir yang berada di depannya. Brama menghabiskan bir tersebut dengan beberapa kali tenggak. Bibirnya tersenyum tipis. Namun, mata jelaganya dipenuhi lapisan transparan yang sarat oleh luka.

“Bertahun-tahun lo menghilang, dan sekarang seenaknya lo hadir di depan mata gue dengan keadaan yang bikin gue benar-benar khawatir seperti itu?” Pemuda itu bergumam pada diri sendiri. Brama mengusap kasar wajahnya, lantas mendesah pelan.

Di tempat berbeda, Clarissa mengerjapkan matanya perlahan beberapa kali, mencoba menyesuaikan dengan cahaya silau yang tertangkap retinanya. Kepalanya terasa pening begitu ia berhasil membuka mata sepenuhnya. Aroma karbol, obat-obatan, ruangan berwarna putih, dan jarum infus yang menempel di tangannya sudah menjelaskan dimana ia berada sekarang.

Clarissa mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan putih yang ditempatinya. Ia memiringkan kepalanya sedikit, mata cokelatnya tampak menerawang. Otaknya berputar pada kejadian beberapa jam lalu, ketika tubuhnya terhempas ke dalam kolam dengan kedalaman dua meter.

Bukan, bukan kejadian itu yang mengganggu pikirannya. Melainkan seseorang yang menyelamatkannya. Di batas kesadaran yang sudah hampir hilang, ia tidak bisa melihat dengan jelas wajah seseorang yang telah menolongnya di taman kota beberapa jam lalu. Ia hanya bisa mendengar ketika seseorang tersebut berkata lembut bahwa ia harus baik-baik saja. Suara itu terdengar pelan, disela-sela suara berdenging yang mendominasi.

Clarissa membuka bibirnya untuk menanyakan perihal kejadian semalam pada Vella. Namun urung, ketika melihat kepala Bima melongok dari celah pintu kamar rawat.

“Udah bangun?” tanya Bima ketika telah berdiri di samping ranjang Clarissa.  

Clarissa mengangguk pelan. “Eh Bim, lo tahu nggak siapa yang nolongin gue semalam?”

Raut wajah Bima berubah seketika. Mata abu-abunya yang semula menyorot lembut, mendadak berubah keruh. Pemuda itu segera melepaskan kontak dari mata cokelat Clarissa, “Itu gue. Gue yang nolongin lo semalam.”

Clarissa mengerjapkan matanya beberapa kali, mencoba mencari kebenaran di mata gelap pemuda itu. Selama hampir tiga belas tahun bersahabat dengan Bima, ia tahu sikap pemuda itu ketika sedang berbohong. Seperti saat ini, Bima tidak berani menatap matanya setiap kali berbohong.

Clarissa menoleh ke arah Vella. Namun, gadis itu hanya mengedikkan bahu sembari menggeleng pelan. Ia kembali mengalihkan pandangan pada Bima. Tetapi, pemuda itu justru terlihat sibuk mengutak-atik ponselnya.

Clarissa mendesah pelan, menekan rasa curiganya pada Bima.

“Makasih ya,” ucap gadis itu pada akhirnya. Ia memilih mengalah daripada mengajukan serangkaian pertanyaan hanya untuk memuaskan rasa ingin tahunya. Ia tahu, jika sudah seperti itu Bima tidak akan memberikannya jawaban.

Bima mengangguk. Segaris senyum terpaksa tercetak jelas di bibirnya. Ia tahu, berbohong bukanlah keahliannya. Dan selama ini, ia sama sekali tidak ingin membohongi gadis itu. Namun kali ini, ia harus. Ia memang harus melakukannya untuk kebaikan Clarissa, dan tentu saja dirinya sendiri.

 “Maafin gue, Clar. Tapi akan lebih baik kalau lo nggak tahu.”

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Hey, Limy!
1467      676     3     
Humor
Pertama, hidupku luar biasa, punya dua kakak ajaib. kedua, hidupku cukup istimewa, walau kadang dicuekin kembaran sendiri. ketiga, orang bilang, aku hidup bahagia. Iya itu kata orang. Mereka gak pernah tahu kalau hidupku gak semulus pantat bayi. Gak semudah nyir-nyiran gibah sana-sini. "Hey, Limy!" Mereka memanggilku Limy. Kalau lagi butuh doang.
The Black Hummingbird [PUBLISHING IN PROCESS]
21835      2437     10     
Mystery
Rhea tidal tahu siapa orang yang menerornya. Tapi semakin lama orang itu semakin berani. Satu persatu teman Rhea berjatuhan. Siapa dia sebenarnya? Apa yang mereka inginkan darinya?
ONE SIDED LOVE
1513      668     10     
Romance
Pernah gak sih ngalamin yang namanya cinta bertepuk sebelah tangan?? Gue, FADESA AIRA SALMA, pernah!. Sering malah! iih pediih!, pedih banget rasanya!. Di saat gue seneng banget ngeliat cowok yang gue suka, tapi di sisi lain dianya biasa aja!. Saat gue baperan sama perlakuannya ke gue, dianya malah begitu juga ke cewek lain. Ya mungkin emang guenya aja yang baper! Tapi, ya ampun!, ini mah b...
Ghea
471      309     1     
Action
Ini tentang Ghea, Ghea dengan segala kerapuhannya, Ghea dengan harapan hidupnya, dengan dendam yang masih berkobar di dalam dadanya. Ghea memantapkan niatnya untuk mencari tahu, siapa saja yang terlibat dalam pembunuhan ibunya. Penyamaran pun di lakukan, sikap dan nama palsu di gunakan, demi keamanan dia dan beserta rekan nya. Saat misi mereka hampir berhasil, siapa sangka musuh lamany...
A & O
1657      794     2     
Romance
Kehilangan seseorang secara tiba-tiba, tak terduga, atau perlahan terkikis hingga tidak ada bagian yang tersisa itu sangat menyakitkan. Namun, hari esok tetap menjadi hari yang baru. Dunia belum berakhir. Bumi masih akan terus berputar pada porosnya dan matahari akan terus bersinar. Tidak apa-apa untuk merasakan sakit hati sebanyak apa pun, karena rasa sakit itu membuat manusia menjadi lebih ma...
Cerita Cinta anak magang
463      291     1     
Fan Fiction
Cinta dan persahabatan, terkadang membuat mereka lupa mana kawan dan mana lawan. Kebersamaan yang mereka lalui, harus berakhir saling membenci cuma karena persaingan. antara cinta, persahabatan dan Karir harus pupus cuma karena keegoisan sendiri. akankah, kebersamaan mereka akan kembali? atau hanya menyisakan dendam semata yang membuat mereka saling benci? "Gue enggak bisa terus-terusan mend...
Asa
4658      1387     6     
Romance
"Tentang harapan, rasa nyaman, dan perpisahan." Saffa Keenan Aleyski, gadis yang tengah mencari kebahagiaannya sendiri, cinta pertama telah di hancurkan ayahnya sendiri. Di cerita inilah Saffa mencari cinta barunya, bertemu dengan seorang Adrian Yazid Alindra, lelaki paling sempurna dimatanya. Saffa dengan mudahnya menjatuhkan hatinya ke lubang tanpa dasar yang diciptakan oleh Adrian...
Between Earth and Sky
1972      569     0     
Romance
Nazla, siswi SMA yang benci musik. Saking bencinya, sampe anti banget sama yang namanya musik. Hal ini bermula semenjak penyebab kematian kakaknya terungkap. Kakak yang paling dicintainya itu asik dengan headsetnya sampai sampai tidak menyadari kalau lampu penyebrangan sudah menunjukkan warna merah. Gadis itu tidak tau, dan tidak pernah mau tahu apapun yang berhubungan dengan dunia musik, kecuali...
Train to Heaven
1008      658     2     
Fantasy
Bagaimana jika kereta yang kamu naiki mengalami kecelakaan dan kamu terlempar di kereta misterius yang berbeda dari sebelumnya? Kasih pulang ke daerah asalnya setelah lulus menjadi Sarjana di Bandung. Di perjalanan, ternyata kereta yang dia naiki mengalami kecelakaan dan dia di gerbong 1 mengalami dampak yang parah. Saat bangun, ia mendapati dirinya berpindah tempat di kereta yang tidak ia ken...
Nina and The Rivanos
10226      2470     12     
Romance
"Apa yang lebih indah dari cinta? Jawabannya cuma satu: persaudaraan." Di tahun kedua SMA-nya, Nina harus mencari kerja untuk membayar biaya sekolah. Ia sempat kesulitan. Tapi kemudian Raka -cowok yang menyukainya sejak masuk SMA- menyarankannya bekerja di Starlit, start-up yang bergerak di bidang penulisan. Mengikuti saran Raka, Nina pun melamar posisi sebagai penulis part-time. ...