Rangga menepuk tangannya dan hal itu membuat seorang orang yang berada di belakang panggung memperhatikannya. Kemudian rangga naik ke atas sebuah kotak.
"Oke karena empat hari lagi kita bakalan tampil, jadi saya mau semuanya besok udah ngambil properti dan semua yang kita perlukan ke tempat pak Rian, nanti saya share alamatnya pada setiap ketua. Dan mulai besok kita latihan di sana. Oke, segitu aja pengumumannya. Selebihnya bakalan di share di grup."
Rangga turun dari atas kotak tadi dan kebisingan mulai mengisi ruangan itu lagi. Ia meraih tas yang tadi ia simpan. Berjalan keluar dari dalam gedung, ia menemukan Jean yang tengah berada di sebuah warung di seberang gedung. Dengan cepat Rangga menghampiri Jean.
"Pulang bareng, yuk?" ajak Rangga begitu sampai dihadapan Jean.
Jean mengangkat sebelah halisnya sambil terus menyedot minuman dinginnya. "Ada kerja kelompok dulu, kak."
"Udah mau malem juga." Rangga menatap langit yang sudah berubah warna menjadi jingga.
"Harusnya tadi abis Ashar tapi karena masih ada latihan jadi aku datangnya belakangan."
"Jauh gak?"
"Mau nganterin?" Jean mengibaskan kertas ditangannya pada leher dan wajahnya yang berkeringat.
"Gak, sih. Soalnya gak bawa motor juga." Rangga menggaruk belakang kepalanya. "Tapi nanti kalo mau pulang bilang aja ya, biar aku jemput."
"Gak usah, kak." Jean mengambil jeda. "Kakak juga pasti capek. Tadi kata Dias kakak bulak balik ke tempat pak Rian, istirahat aja." Jean menyeruput habis minumannya.
Rangga tersenyum kecil. Ia mengulurkan tangannya dan menepuk pelan puncak kepala Jean. "Pacar gue emang yang paling pengertian." Ujarnya bangga.
Jean memandang sewot Rangga. "Idihhh."
Rangga terkekeh pelan. "Aku duluan gak papa?" Jean menganggukkan kepala.
Rangga menghentikan sebuah angkot dan masuk ke dalamnya. Melalui kaca angkot Rangga melambaikan tangannya pada Jean yang dibalas demikian juga oleh Jean.
Tak lama, teman Jean datang menjemput.
>>>>><<<<<
"Kok rame banget?" Tanya Jean begitu mereka sampai di halaman rumah Tami, teman sekelompok Jean.
"Itu temen-temen kakaknya Tami lagi pada ngumpul." Indri meletakkan helmnya di atas stang motor. Ia kemudian membenarkan sedikit tatanan rambutnya.
"Yuk masuk!" Saat Jean hendak melangkah masuk ke dalam rumah terdengar suara pagar rumah Tami yang di buka.
Dion?
Ya pelakunya adalah Dion. Dia menatap Jean sebentar sebelum menundukkan wajahnya. "Temen kakaknya Tami, ya?" Tanya Indri yang dibalas anggukan oleh Dion.
"Masuk aja kak di dalem udah banyak orang." Lagi, Dion menganggukan kepalanya.
Indri membalikkan tubuhnya dan melangkah masuk ke dalam dengan Jean yang membuntutinya.
~
"Lo mau nginep sini?" Tawar Tami begitu mereka selesai membereskan peralatan untuk kerja kelompok. Indri tadi baru saja pergi, karena ibunya sudah menelponnya sedari tadi.
"Gak, besok ada kerjaan." Tolak Jean.
"Loh bukannya lo kerjanya siang, ya?"
"Tiga hari lagi gue tampil, jadi besok gue ambil shif penuh. Mumpung kampus juga libur setelah UTS."
"Gak capek apa kuliah-kerja-teater. Kalo gue udah gak bernapas kali." Ujar Tami berlebihan. Jean hanya membalasnya dengan senyuman. "Eh, tapi lo kan bisa aja keluar dari teater biar lo bisa fokus sama kuliah dan kerja."
Jean menggelengkan kepala kecil. "Teater itu udah bagian dari diri gue, susah dilepasinnya. Lagi pula ngehasilin juga."
"Iya sih. Cuman gue liatnya capek aja gitu."
"Namanya juga manusia, pasti ada capeknya juga."
Tok tok tok
Tami bangit dan nerjalan ke arah pintu kamarnya. Sedangkan Jean sibuk memasukkan barang-barangnya ke dalam tas.
"Jean," panggil Tami. "Dipanggil tuh!"
Jean menatap Tami penuh tanya. Memangnya siapa yang ingin bertemu dengannya. Meletakkan tasnya, Jean bangkit dan berjalan ke arah pintu yang terbuka setengah.
"Dion?"
~
Oleh Luthfita A.S.