"Gue tinggal dulu ya ke bawah." Tomi, kakak Tami, menepuk pelan bahu Dion.
Dion beralih menatap Jean. "Em bisa keluar dulu?"
Jean menganggukkan kepalanya pelan dan menutup pintu kamar Tami setelah memberi tahu bahwa ia akan keluar sebentar.
Dan mereka berakhir di ruang tamu dan slaing duduk berhadapan.
"Kamu mau pulang sekarang?" Tanya Dion.
"Iya."
"Mau bareng?" Jean mengerutkan keningnya, karena arah tujuan mereka berbeda dan tadi Dion datang-
"Nanti sopir aku jemput." Ucap Dion.
"Tapi arah kita kan beda. Takutnya nanti malah ngerepotin."
Dion menggelengkan kepalanya. "Gak papa, lagi udah malam gak baik anak gadis di luar sendiri."
“Oke.” Jawab Jean pelan. “Gue bawa tas dulu.”
Dion menganggukkan kepalanya. “Aku tunggu di depan, ya?”
“Oke.”
Jean membalikkan badannya dan berjalan kembali ke kemar Tami. Tapi begitu melewati ruang keluarga, teman-teman Dion menggodanya.
“Cieee...”
“Doi-nya Dion nih.”
“Siapa namanya nih?”
Jean memilih mengabaikan mereka dan terus berjalan ke arah kamar Tami yang berada di lantai dua.
“Dah, mau pulang?” Tanya Tami begitu Jean masuk dan langsung mengambil tasnya.
“Iya.”
“Pulang naik apaan?”
“Mau gue pesenin ojol?” tawar Tami.
Jean menggelengkan kepalanya. “Diajak pulang bareng Dion.”
“Dion?” Tami mengerutkan keningnya.
“Cowok yang tadi sama kakak gue?” Jean menganggukkan kepalanya. “Doi lo?”
Jean buru-buru menggelengkan kepalanya. “Dia anaknya yang punya teater, main juga sih. Jadi tahu.” Tami menganggukkan-anggukkan kepalanya.
“Oke, gue balik dulu.”
>>>>><<<<<
“Kalian satu kampus?” Aryanto, ayah Dion.
“Iya.”
“Iya.” Jawab Dion dan Jean secara bersamaan. Aryanto hanay tersenyum saat mendengar keduanya kompak menjawab.
“Kamu jurusan apa Jean?”
“Managemen, pak.”
“Kalo Dion jurusan Arsitek.”
Gak nanya. Ucap Jean dalam hati. Jean hanya membalasnya dengan senyuman singkat.
“Oh, ya habis dari bunderan itu, belok kemana?”
“Lurus aja pak, nanti berhenti di depan minimarket aja. Soalnya kosan saya masuk gang.”
>>>>><<<<<
“Terima kasih pak, maaf ngerepotin.” Jean menundukkan tubuhnya sejajar dengan kaca jendela mobil. Pak Aryanto menganggukkan kepalanya. Kemudian, Jean beralih menatap Dion. “Makasih.”
Dion menganggukkan kepalanya, “Sama-sama.”
Kemudian mobil melaju meninggalkan Jean yang masih berdiri hingga mobil itu menghilang dari pandangannya.
Jean membalikkan tubuhnya dan menyususri jalan menuju kost-annya. Ia menggenggam erat payung milik Dion yang dipinjamnya karena tiba-tiba hujan turun deras.
“Akhem!!” Jean menghentikan langkahnya dan memandang keasal suara. Di sana nampak Rangga tengah bersender di bibir pintu sebuah warung makan dengan motor yang ia biarkan terkena hujan di depan rumah makan.
“Kerja kelompok?” Tanya Rangga dengan nada sedikit mengejek. Jean menghela napasnya pelan, lagi ia harus menjelaskan hal sepela pada orang itu. Dengan langkah berat Jean berjalan menuju Rangga.
>>>>><<<<<
“Kalo kakak gak percaya tanya aja sama Dion.” Jean menyuap sesendok makanan ke dalam rumah. Ia mengalihkan tatapannya dari wajah cemberut Rangga yang membuatnya tidak berselera untuk melanjutkan kegiatan makannya.
“Gak!” tolak Rangga cepat. Jean mengerutkan keningnya, entah perasaanya atau memang Rangga tidak mau berurusan dengan Dion. Padahal Dion kan baik.
“Kakak gak suka sama Dion?” Tanya Jean penasaran.
“Jelaslah gak suka! Orang gue cowok normal!” Jean menatap malas ke arah Rangga. Rangga yang melihatnya hanya cengengesan.
“Terserah!”
Rangga menundukkan kepalanya menatap ke arah makanan yang ada di hadapannya. “Sebenernya Dion itu sahabat kakak,” Jean menatap ke arah Rangga. “Dulu.”
“Ka-“
“Ada hal yang ngebuat kita jauh. Dan kamu gak perlu tahu.” Rangga memotong ucapan Jean dan menatap ke arahnya.
~
Oleh Luthfita A.S.